10. Why and Who

37 7 0
                                    

"The wrong why will lead you to the wrong who."


John tak mungkin lupa hari pertama Ming membawanya menghadiri pertemuan di rumah Jason. Dengan semua pertanyaan dan gertakan Ming, dia berpikir pastilah yang hadir adalah manusia setengah malaikat atau para orang suci yang hidupnya luar biasa.

Betapa kagetnya dia. Orang pertama yang menyambutnya berbadan gempal, sebuah tato mengintip dari balik lengan kausnya. "Kamu pasti John. Yuk, masuk. Ming sudah bilang kamu akan datang." Dia menyalami John dengan sambutan hangat dan menyilakannya masuk ke dalam rumah.

Di ruang tengah terdengar suara orang bercengkrama akrab. "Masuk aja. Kamu udah ditungguin," ucap si Gempal lagi sambil menepuk bahu John.

John sudah tak mampu berpikir jernih, pikirannya dipenuhi kabut kekhawatiran.

Ngapain mereka tunggu aku? Aku mau diapain? John merasakan tangannya gemetar. Kakinya tetap melangkah, menyadari sepenuhnya si Gempal berjalan persis di belakangnya.

"Ah, ini dia yang ditunggu. You must be John," sapa seorang berbadan jangkung berdiri dari duduknya dan menghampiri John. "Welcome. I'm Jason. Kami senang banget kamu bisa join." Lagi-lagi John menerima jabat tangan hangat.

Jason kemudian mengenalkan John kepada tiga laki-laki lain, yang juga menyambutnya dengan hangat. Kegugupan John membuatnya melupakan nama-nama yang baru disebutkan para pemiliknya.

"Duduk, John. Make yourself at home. Help yourself, ada kopi dan teh di sana." Jason menunjuk pada sebuah meja kecil yang penuh minuman dan kudapan di sudut ruangan. Ada ketulusan di senyum dan suara Jason.

John tidak benar-benar mengenal mereka, dia hanya orang asing di tengah-tengah para laki-laki itu. Tapi, ada sesuatu yang membuatnya ingin tinggal. Ia mengamati dan mendengar pembicaraan di antara mereka. This really feels like home.

Pikirannya mulai membandingkan kelompok ini dengan teman-teman yang cukup dekat dengannya. Tiap kali mereka cangkrukan*, umpatan khas Suroboyoan mewarnai sapaan hingga pembicaraan. Katanya, kedekatan dan eratnya persahabatan ditandai dengan kenyamanan mereka bercakap sembari misuh-misuh akrab. Memang sih, mereka teman nongkrong yang asyik. Tapi, untuk urusan rencananya setelah lulus saja, tidak pernah John ceritakan pada mereka. Apa benar mereka bisa disebut sebagai sahabat?

Di hadapannya sekarang, tak sekalipun umpatan itu muncul. Namun, John bisa merasakan kedekatan di antara mereka, lebih karib daripada yang ia rasa bersama teman-temannya. Dalam percakapan yang kedengaran kasual itu, radarnya menangkap ada perhatian yang tulus dan ikatan yang kuat.

Suara bel pintu menyela percakapan.

"Aku yang bukain aja, Ko. Itu pasti Ming," tawar si Gempal pada Jason.

Jason mengangguk ringan di sela keriuhan pembicaraan yang terjadi di ruangan itu. Tak lama kemudian, dengan bergabungnya Ming dan si Gempal di tengah mereka, percakapan yang sesungguhnya dimulai.

"So ... we welcome John to the family." Sambutan Jason direspons dengan tepuk tangan dan pandangan ramah dari semua yang berkumpul di ruangan itu, termasuk Ming. "Sila perkenalkan diri, John. We want to know you better."

John terkesima. Baru kali ini ia merasakan kalimat perkenalan yang tidak terasa sekadar basa-basi. Tatapan mata mereka menyiratkan keinginan untuk mengenalnya.

Rasanya mereka terlalu ramah. Di sudut hatinya, John berharap mereka ini bukan sebuah sekte dengan ritual menyeramkan yang sering ditampilkan di film layar lebar. Dalam hati, ia merutuki diri yang tidak bertanya dengan jelas pada Ming mengenai pertemuan ini.

Root to FlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang