24. Permintaan yang Terakhir

63 8 0
                                    

"Mau nyusul Andre dan Ivanka?"

Karena tidak mendengar jawaban dari Martha, John menoleh sejenak dan mendapati gadis itu menatap ke depan dengan pandangan kosong. John kembali berfokus pada jalanan di depan. Tetapi tangannya meraih tangan Martha dan menggengamnya.

Tidak ada penolakan. Tapi, dingin. Telapak tangan Martha lembap.

John mengelus punggung tangan Martha dengan ibu jarinya. Berusaha menyatakan kehadiran bagi Martha yang mungkin sedang merasa tidak nyaman.

"Kita makan sendiri aja, ya. Siang tadi kamu pasti enggak sempat makan karena terlalu gugup mau sidang," tebak John sambil tersenyum tipis. Kali ini ia bisa merasakan tatapan Martha yang ditujukan pada sisi wajahnya.

John melirik sekilas dan menggenggam tangan Martha lebih erat. "Kita makan sebentar kok. Aku enggak bakal culik kamu. Tenang aja."

Dari sudut matanya John menangkap gerakan kepala Martha yang menunduk dan seulas senyum di sana. Gadis itu masih saja berusaha menyembunyikan perasaan di hadapan John.

Setelah memesan lewat lantatur, John memutuskan untuk memarkir mobil. Ia memeriksa isi kantong kertas lalu menyodorkan burger keju kepada Martha. Dengan hati-hati, John menata kentang goreng di atas dasbor, berharap Martha tak perlu canggung saat mengambilnya.

John menghela napas dengan perlahan dan nyaris tanpa suara, tak ingin Martha mengetahuinya dan menjadikan suasana lebih canggung. Baru setelah menggigit burger kejunya sendiri, John sedikit memutar badan menghadap Martha.

"Udah lega, Ta?"

Martha tersenyum dan mengangguk yakin.

Bingung harus bertanya apa lagi, John berfokus menghabiskan makanannya. Cepat-cepat ia meremas kertas pembungkus burger yang isinya sudah berpindah ke perut John. Ia meraih gelas minuman dan menggoyangkannya perlahan. Suara gemeletuk es batu yang saling beradu di dalam gelas itu memenuhi mobil.

John menyeruput minumannya, pelan-pelan. Ia harus menenangkan jantungnya yang berdebar makin kencang.

"Jadi ...," kata John memecah keheningan. Setelah berpikir keras, tidak ingin terdengar terlalu memaksa dan tidak ingin dianggap tidak serius, ia bertanya kepada Martha. "What's next, Ta?"

Laki-laki itu dapat melihat Martha, dengan separuh burger keju yang masih dipegangnya dan mulut yang sibuk mengunyah tanpa bersuara, masih menghindari tatapannya. Gadis itu hanya menunduk.

Setelah menelan makanan di mulut dan meraih gelas minuman bagiannya, Martha membungkus sisa burger kejunya. Ia perlahan mengangkat dagu dan mengarahkan pandangan ke depan. Gadis itu bahkan tidak melirik sedikit pun pada John.

Sabar. Give her time. Tunggu. Batin John meredam debar yang makin tak karuan karena Martha tak juga merespons.

Martha kembali menunduk, memainkan ujung jarinya dan sesekali mencungkil kuku-kukunya. Jelas sekali di mata John, gadis itu sedang bimbang. Seakan ada pergulatan di dalam dirinya, yang sulit untuk ia utarakan kepada John.

Sedikit mendekatkan tubuh kepada Martha, John mengulurkan tangan dan mengusap lengan Martha.

"Hei, are you okay?"

Martha menjawab dengan anggukan. Dan perlahan ia mengangkat kepada dan membalas tatapan John. Sendu.

Sekalipun cara Martha menatapnya membuat hati John terasa perih, ada rasa lega yang timbul dalam hatinya. John memberikan senyum tulusnya, seakan ingin meyakinkan Martha bahwa semua akan baik-baik saja. Mereka akan baik-baik saja. Semoga.

--

Martha benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Hal-hal yang ingin ia lakukan setelah wisuda sudah terekam rapi dalam pikirannya. Tetapi entah apa yang menghalangi Martha untuk bercerita pada John. Mungkin saja rasa gugup karena menyadari ia sudah lama menghindari John. Atau mungkin kekhawatiran kalau-kalau apa yang ia pikirkan tak sejalan dengan rencana John atau tak mendapat perkenanan dari laki-laki itu.

Root to FlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang