20. Menghakimi dan Memahami

37 7 0
                                    

"Bangun!"

Selimut Martha disibak dengan keras dan sebuah tangan menggoncang tubuhnya. Enggan membuka matanya, Martha meraba-raba, berusaha meraih selimutnya kembali.

"BA-NGUN! Habis bikin ribut, enak-enak tidur!"

Suara itu terdengar serius. Persis suara Ming. Dan ada percikan kemarahan di dalamnya.

Martha memeluk gulingnya lebih erat, sengaja membalikkan badan memunggungi asal suara itu. Dalam hatinya ia merutuk. Apakah ia benar-benar tak boleh rehat barang sejenak? Perdebatan sore tadi sungguh menguras energinya. Mengapa juga dunia mimpi harus ikut menyiksanya?

"MARTHA, BANGUN!"

Kali ini lengan Martha ditarik kencang, mimpi buruk ini sungguh tak membiarkannya menghindar. Butuh beberapa detik hingga Martha menyadari bahwa gangguan tidurnya bukan berasal dari dunia mimpi. Suara dan hardikan itu nyata!

"Apa seh, Ko?" Martha sontak duduk dan membentak balik.

"Kamu ya, bikin gara-gara!" dengus Ming jengkel.

"Koko yang bikin gara-gara! Apa gak bisa biarin orang istirahat?" Martha memukulkan guling yang dipegangnya ke arah Ming. Tak butuh lama untuk Ming merampas guling itu dan membuangnya ke lantai.

"Mama mana?"

Martha mengedikkan bahunya, "Di kamarnya, be'e*?"

"Bagusss! Mama pergi kamu sampe enggak tahu!"

"Ya paling pergi arisan atau pergi sama Kuku. Mosok aku ngurusin Mama 24 jam?"

"Nggapleki**!"

"Heh, Koko gak usah kasar! Sembarangan misuhin orang!" Martha sudah tidak merasakan kantuk lagi. Matanya sudah terbuka lebar, dadanya bergemuruh karena amarah.

"Kamu kebacut nemen***, Ta! Lihat sekarang jam berapa?" Tangan Ming menunjuk pada jam di dinding. "Jam 10 malam! Mama pernah keluar rumah lewat jam 9? Enggak pernah! Apalagi sejak Papa nggak ada, pernah kamu lihat Mama pergi malam hari? Mama pasti sudah masuk kamar sebelum pukul 7!"

Rasa panas di dada Martha mendadak berlipat ganda, membuatnya sesak. Kali ini amarahnya dengan kilat digantikan oleh ketakutan.

"Kamu ngomong apa tadi? Bilang apa kamu ke Mama?"

Suara Ming yang makin keras membuat Martha menegang. Ia sungguh tak berani bergerak, bahkan untuk menarik napas lebih dalam saja Martha tak sanggup.

"K-koko tahu ... d-dari mana?" Martha tergagap.

"Buat apa tanya? Supaya bisa sembarangan nyalahin orang, nuduh orang, fitnah orang?"

"A-aku–"

"Aku apa? Aku enggak peduli sama orang lain?"

Martha tak tahu apa yang lebih menakutkan, suara Ming yang menggelegar atau matanya yang menusuk tajam. Mendadak ia melihat kokonya lebih tinggi dan lebih besar dari biasanya, mengintimidasi dan menghakiminya tanpa ragu.

"Nggak habis pikir Koko sama kamu. Bukannya beresin skripsi, malah bikin masalah! Bukannya urus masalahmu sama John, malah seenaknya cari ribut! Dikasih kesempatan malah ngelunjak. Maumu apa seh?"

Martha makin ciut, air mata sudah tak tertahan.

Pintu kamar Martha dibuka dengan tiba-tiba. Santi dengan kepayahan berusaha berjalan agak cepat dan menarik lengan suaminya.

"Ko, udah, jangan marah gini lah," ujarnya lembut sambil mengusap lengan Ming.

Ming menggeram, membalikkan badan tak ingin menatap Martha yang masih terduduk di atas tempat tidurnya.

Root to FlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang