Sejak kecil ku timang-timang
Dalam pangkuan penuh kasih sayang
Teriring juga senandung-nan riang
Akhirnya putriku terlelap nyenyak
Kemudian baru bisa beranjak
Beralih tempat memulai masak
Setiap saat ku tatap penuh cinta
Kelak dewasa berkumpul bersama-sama
Harapan itu terus tercetus dalam dadaSenangnya hati tiada tara
Putriku kini seorang dara
Kulit putih dan wajah merona
Mata melirik tergoda penampilannya yang cantik
Banyak pria yang mulai tertarik
Gaya manjanya
mengundang asa Kini dia sudah dewasa
Banyak pria ingin mendekat
Tapi hatinya masih tersekat
Sering berucap dihadapan ku
Minta ditemani disetiap waktu
Hingga menyemangati ku tak kunjung surut
Apalagi bersandar di pundak tak pernah luputDalam diam
Nyatanya ia tengah memendam
Penyakit ganas telah bersarang ditubuh
Tubuhku lunglai seakan lumpuh
Diri ini berdiri tanpa bertumpukan tulang
Saat ia telah berpulangBegitu rapi ia menyimpan
Penyakit kanker yang sangat mematikan
Tadinya terpikir hanya penyakit ringan
Pergi berobat ia pendam
Hasilnya sendirian diredam
Di dadanya semua telah bersemayam
Tak satu pun terceritakan
Tanpa disadari wajahnya penuh ketegaran
Tak ingin diketahui apa yang dirasakan
Tawa dan canda mengisi Keseharian
Begitu hebatnya sandiwara ia mainkan
Takut ibunya menjadi kepikiranKetika dilamar jawaban rancu Sepertinya ia ragu
Untuk menolak ia tak mampu
Akhirnya lamaran teramu
Tak lama berselang ia pergi
Memenuhi panggilan Sang Ilahi
Meninggalkan ku seorang diri
Bak petir menggelegar di siang hari
Saat itulah aku baru mengerti
Mengapa ia selalu ingin didampingi
Tanpa harus terbebani
Selamat jalan putriku yang baik hati
Kau selalu dalam kerinduanku yang abadi