Mentari hari ini bersinar terik, menyambut kedatangan Nares dan Gandy di tempat penginapan. Sekitar tiga kilometer dari lokasi pabrik. Tempat penginapan yang dimaksud adalah hotel bintang tiga yang cukup bagus untuk ukuran desa Bumi Jati. Kepala daerah ada yang pernah menginap di sana. Keramahtamahan penduduk menjadi daya tarik tersendiri bagi pelancong yang singgah sementara di desa.
Pemerintah setempat mengembangkan konsep tempat wisata perkebunan anggrek dengan varietas berbeda. Kebun anggrek itu tidak jauh dari hotel Gaya Baru, tempat Nares dan Gandy bermalam. Sampai tengah malam mereka bertemu Sony. Besok negosiasi untuk kesekian kali dengan pemimpin demo yang bernama Cakra. Putra daerah, pemilik salah satu toko di seberang pabrik yang terkenal angkuh.
"Biarin gue yang nemuin dia, besok." Nares menawarkan diri. "Orang sombong harus dibalas sombong pula. Biar nggak gede kepala."
Gandy menepuk bahu Nares. "Si Cakra minta ketemu gue, Res. Lo nemuin anak buahnya yang lain aja. Ada tiga orang yang besok minta aspirasinya didengar sama kita."
"Oke. Jangan lupa cariin gue, teman jalan." Nares sebenarnya cuma bercanda. Ia cuma butuh ditemani main bilyard atau jalan-jalan di sekitar hotel.
"Halah. Nggak di sini, nggak di Jakarta. Lo cuma laper mata aja, Res. Lagian nggak ada yang cantik di sini. Karyawati hotel dandannya aja pada menor begitu. Lo nggak lihat tadi lipstiknya pada belepotan."
Sony tertawa mendengar komentar Gandy. "Yes, bener Bang Nares. Di sini standar aja ceweknya. Lagian, mau diajak pergi kemana Bang. Nggak ada tempat bagus, kecuali kebun anggrek. Eh, tapi denger-denger besok mau ada foto model yang syuting video klip di sana. Namanya Clarissa kalau nggak salah. Soalnya ada iklannya di papan reklame tengah kota."
Gandy bengong sesaat. Lalu terbahak melihat Nares yang juga ikut terdiam tak percaya. "Waduh. Clarissa Paramita yang lagi naik daun itu? Res, sejauh kita pergi, Lo bakal ketemu sama dia juga." Gandy langsung ngakak sampai memegangi perutnya yang sakit karena terlampau keras tertawa.
"Sial. Itu beneran Clarissa? Semoga aja bukan Clarissa orang yang sama."
Sony langsung menunjukkan foto di gawainya ke Nares. Ya Tuhan. Itu pose foto yang mirip dengan foto dari kakek. Lemas sudah Nares. Semoga saja ia tidak bertemu Clarissa. Lagian, ngapain sih syuting sampai ke desa ini. Kayak nggak ada tempat lain aja.
○○○○○
Xpander hitam melaju perlahan ke arah perumahan guru di dekat SMA Bangun Bangsa 01. Seraut wajah cantik berbedak tipis, muncul dari balik kaca jendela.
"Pak, ini beneran komplek rumahnya?" Clarissa sengaja menerima tawaran video klip di desa Bumi Jati, karena ingin mencari Sekar, adik sepupunya.
"Kamu yakin mau mencari saudara kamu di sini?" Mbak Della salah satu asisten pribadi Clarissa sekaligus merangkap MUAnya, sempat protes berkali-kali ketika sampai ke desa yang dimaksud. Padahal dia ingin segera sampai di hotel dan beristirahat. Setelah sesi pemotretan hari ini yang melelahkan.
Deretan rumah joglo dengan ornamen kayu jati yang menjadi ciri khas, berdiri kokoh dengan halaman yang memisahkan rumah satu dengan rumah lainnya. Tanahnya masih luas dan beberapa pohon rambutan yang sedang musim, tampak memikat hati dengan warna merah kekuningan.
"Ini rumah Tante Safira, adeknya Mami."
Della tidak terlalu terkejut, karena pernah mendengar kisah itu. Tapi tidak menyangka Clarissa akan nekad datang ke tempat ini. Padahal Bu Berliana sudah mewanti-wanti agar Clarissa tidak datang ke sini. Tapi rupanya Della tidak bisa berkutik karena Clarissa tetap keras kepala.
"Selamat siang, Pak. Maaf mau tanya. Rumahnya Bu Safira yang mana, ya?" Mobil berhenti di depan tukang sayur.
"Oh, bu guru ya? Rumah pojok kiri yang nggak ada pagarnya. Tapi jam segini rumahnya kosong. Bu Guru masih di sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Cinta
General FictionNares, cucu pengusaha kaya raya bernama Abyasa Naratama yang terobsesi menjodohkan sang cucu dengan cucu dari Bram-sahabatnya. Clarissa adalah cucu Bram -sahabat Abyasa-. Bram menginginkan hal yang sama agar bisa menjadi satu keluarga dengan Abyas...