RC Part 19

932 115 34
                                    

"Kalau kau tanya apa mimpiku.
Jawabanku masih sama.
Ingin merajut impian bersamamu.

Kalau kau kira aku akan menyerah.
Kamu keliru. Karena rasa ini tidak pernah jatuh pada orang yang salah."

°°°°°

Sekar membuat kejutan untuk bunda dengan membuat sup ayam dan telor balado. Menu yang gampang dibuat karena Sekar sebenarnya tidak pandai memasak. Tapi sampai jam lima sore Sekar ketiduran di kamar, bunda belum juga pulang. Dia akhirnya menelepon.

"Assalaamu'alaikum. Bunda lagi dimana? Sekar kangen."

"Wa'alaikumsalam. Bunda juga kangen sama Sekar. Bunda lagi ikut pelatihan guru di gedung diklat Bumi Wangi. Insya Allah besok selesai. Sekar lagi dimana? Sehat kan? Lancar kerjaan kantor?"

Kedua mata Sekar tiba-tiba berair. "Bun, Sekar lagi di rumah. Kirain tadi Bunda nggak pergi. Langsung pulang. Sampai sore Sekar nungguin."

"Masya Allah. Kamu diantar siapa, Sayang? Bos kamu bolehin cuti?" Seandainya bunda tahu kalau Nares yang mengantar, pasti beliau banyak komen. Gumam gadis itu dalam hati. Untungnya Bunda tidak bertanya lagi.

"Kalau nggak ada lauk, Sekar beli lauk matengan aja ya, di wartegnya Mbak Yuni."

"Sekar udah masak apa yang ada di kulkas. Pengennya Bunda cobain masakan Sekar."

Terdengar suara tawa bunda di seberang. "Pasti enak. Besok Bunda pulang lebih cepat. Gantian Bunda masakin makanan kesukaan Sekar."

"Perkedel udang telor." Keduanya bersamaan menebak makanan favorit Sekar selain ayam goreng.

"Malam ini kamu minta temani Dea nginep di rumah. Kalau Dea ngga bisa. Ajak Mbak Dwi atau Intan. Mereka sekarang kerja di kliniknya dokter Yoga. Dokter pengganti dokter Sultan. Pasien di kliniknya tetap rame."

Lho. Intan sama Mbak Dwi masih lanjut kerja di klinik. Sekar baru tahu. Kalau Dea, entahlah. Dea masih marah.

Sejak kerja di Jakarta, Sekar sibuk dengan dirinya sendiri. Dia tidak mau terlihat tidak bekerja atau malah tampak tidak bisa apa-apa. Dia berusaha mengerjakan sebaik mungkin, meski sadar ada yang sengaja memintanya melakukan pekerjaan diluar tupoksinya.

"Mbak Dwi sama Intan kok nggak cerita ya Bun, kalau kerja lagi di klinik."

"Kamu kali yang jarang hubungi mereka."

Jawaban bunda tepat sasaran. "Mau Bunda teleponin?"

"Nggak usah, Bun. Biar Sekar aja. Intan kan hobi makan. Nanti Sekar minta dia habisin masakan di rumah biar nggak mubazir."

"Iya. Ajak aja Intan ke rumah. Biar kamu nggak sendirian, Nak. Alhamdulillah ada dokter di desa kita. Dokter Yoga kabarnya anak orang kaya di kota, tapi masih mau praktek di desa kita. Seandainya ada dokter lagi, pasti kesehatan masyarakat lebih diperhatikan."

Sekar teringat kata-kata Pak Nares. Dari hasil Psikotes, Sekar bisa masuk jurusan Matematika, Akuntansi atau Kedokteran. Meskipun selama ini dia tidak pernah bermimpi menjadi dokter. Teman-teman SMAnya banyak yang memilih jadi guru atau sarjana teknik. Mungkin karena biaya kuliah di Kedokteran mahal.

Adzan maghrib berkumandang. Menjeda percakapan antara Sekar dan bunda. "Nanti Bunda telepon lagi ya, Sayang. Masih kayak mimpi kamu benar-benar pulang."

Sekar merasakan hal yang sama. Dia ingin cepat-cepat memeluk bunda. Tapi dia mesti bersabar. Masih ada hari esok. Sekar mengirim pesan ke Intan.

HP Intan online, tapi kenapa pesan Sekar tidak langsung dibaca. Sebegitu sibukkah temannya sampai tidak sempat buka pesan dari Sekar. Dia duduk di meja makan. Menatap tidak berselera masakan di balik tudung saji. Akhirnya dia mengambil sayur sop dan perkedel tanpa nasi. Baru kali ini masakannya tidak keasinan. Sedikit mengalami peningkatan.

Renjana CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang