Renjana Cinta Part 17

1K 134 35
                                    

Sekar menghabiskan sarapan, meski nafsu makannya belum kembali normal. Dia kemarin terlambat sarapan, juga melewatkan makan siang setelah setengah hari Bu Astrid memintanya membersihkan toilet perempuan untuk pengunjung toko.

Dia mengajukan keberatan dan protes di depan Bu Astrid, tapi wanita itu tetap melenggang pergi dan mengatakan akan memasukkan penilaian buruk untuk performa Sekar jika terus membantah. Akhirnya Sekar terpaksa mengerjakan tugas yang menurutnya bukan pekerjaan karyawan magang. Baru hendak istirahat selesai membersihkan toilet, dia sudah diberi tugas lagi untuk menyusun dokumen di ruang arsip.

Satu-satunya yang Sekar ingat sebelum dia pingsan semalam adalah kata-kata Nares. Pria itu benar-benar mengerikan. Kejujuran isi kepala Nares membuat Sekar muak. Dia merasa telah dipermainkan dan dimanfaatkan. Bagaimana mungkin di dunia ini ada pria seperti Nares. Apa yang pria itu inginkan, semua orang harus mengikuti.

Begitu terjaga, telapak tangan Sekar langsung meraba kasur empuk yang menjadi alas tidurnya. Bantal. Guling. Khas aroma maskulin laki-laki. Dia bergidik ngeri. Di kamar siapa sekarang dia berada. Kedua kelopak mata Sekar terbuka dan mendapat Bu Popon berdiri. Ada seseorang yang mengenakan jas dokter berdiri di sampingnya.

"Syukurlah Mbak Sekar sudah sadar. Kenalkan saya dokter Lutfi. Dokter perusahaan Pak Nares. Saya baru saja menyuntikkan obat untuk penyakit lambung kamu. Besok-besok dijaga makannya ya Mbak. Jangan sampai perutmu kosong terlalu lama."

"Saya sekarang ada di mana, Dok?" Dia mulai memindai sekelilingnya. Termasuk rapi dan teratur untuk ukuran kamar pria.

Dokter Lutfi tersenyum. Meskipun mereka baru bertemu, tapi lelaki itu terlihat bersahabat. "Ini kamarnya Bos Nares. Ia tadi terlihat sangat khawatir dengan kondisi kamu. Seperti suami yang panik melihat istrinya mau melahirkan anak pertama." Lelaki itu tertawa kecil. "Saya belum pernah melihat Nares seperti malam ini. Meskipun banyak rumor yang mengatakan kalau dia punya banyak teman wanita, tapi sebenarnya dia payah untuk urusan cinta. Eh. Maaf saya terlalu banyak bicara. Istirahatlah dulu di sini, Mbak Sekar. Nanti ada resep obat. Biar Bos aja yang belikan."

"Terima kasih, Dok. Maaf sudah merepotkan malam-malam datang ke sini." Sekar berujar pelan. Dia masih syok mendapati dirinya sekarang berada di kamar Nares.

Bu Popon mengantar dokter Lutfi sampai pintu. Sekar langsung membuka bed cover dan merapikannya. Dia sudah merasa lebih baik, meskipun memaksakan diri untuk terlihat sudah sehat.

Kata-kata Nares masih terngiang di telinga Sekar dengan jelas. Besok pagi Sekar membulatkan tekad untuk membuat surat pengunduran diri. Dia akan mencari pinjaman uang untuk membayar pinalti sebagai kompensasi perjanjian kontrak kerja. Untuk sekarang, hanya itu yang melintas di pikirannya.

°°°°°

Pagi ini Sekar memulaskan bedak tipis di wajahnya. Dia mengenakan blazer pertama berwarna cream yang dia beli dengan rok panjang cokelat tua semata kaki. Berdebar dia menunggu Nares di ruangan bos besar. Lantai delapan. Kata Bu Popon, hampir tidak ada karyawan yang dipanggil ke lantai itu. Ibarat serigala, kawasan itu telah ditandai oleh pemiliknya. Siapa yang dipanggil, seolah siap dimangsa.

Sekar tahu dia tidak profesional bekerja, tapi tidak ada alasan baginya bertahan lebih lama lagi. Apalagi kehadiran Bu Astrid sungguh menyiksa dirinya dengan pekerjaan yang tidak seharusnya dia kerjakan. Saat ini Sekar lelah dan ingin kembali hidup damai menemani bunda di desa.

Terdengar langkah kaki dari dalam dan membuka pintu. Ada Pak Army yang mempersilahkan Sekar masuk, namun lelaki itu mengatakan akan menunggu di luar.

"Sekar, Bos sedang marah karena kamu mengajukan permohonan pengunduran diri. Apa pun yang dia katakan, kamu cukup diam dan dengerin aja. Nanti dia akan capek sendiri setelah marah-marah."

Renjana CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang