RC 11

922 118 23
                                    

"Aku masih belum bisa menemukan,
Alasan mengapa aku menyukaimu.

Tapi satu yang aku tahu,
Aku mulai tidak bisa jauh darimu."

°°°°°

Banyak orang lalu lalang di depan booth perusahaan milik Nares. NA Best Market. Sekar tidak tahu kalau Dea sengaja mengajaknya ke sana. Bahkan dalam waktu singkat, Nares bisa meminta Yudha menghubungi orang yang bisa membuat booth pameran dalam waktu singkat.

Sebelum dokter Sultan datang, Sekar sudah membaca profil perusahaan di layar LCD dan dia langsung tertarik dengan konsep supermarket online yang memudahkan siapa pun berbelanja dengan harga di bawah harga pasar.

"Sekar? Dokter Sultan?" Dea berjalan cepat ke arah temannya dengan nada gemetar. Jujur dia takut Nares meminta kembali uang yang sudah ditransfer pria itu.

"Kamu udah masukin lamaran ke sini, kan?" Jemari Dea menunjuk booth pameran perusahaan Nares. Memastikan uang yang dikirim pria itu tidak berakhir sia-sia.

Sekar mengangguk dan tersenyum. Dea balas tersenyum, tapi di saat yang sama dia kecewa melihat dokter Sultan datang kembali hanya untuk bertemu Sekar.

Dea pernah menyukai dokter Sultan. Sekarang pun masih. Dulu dia pernah pura-pura sakit dan berobat ke tempat praktek di samping puskesmas, agar bisa diperiksa dokter tampan itu. Sekarang pun lutut Dea tiba-tiba lemas karena tidak menyangka akan bertemu dokter Sultan lagi.

"Kamu nggak perlu melamar ke perusahaan ini, Sekar. Saya sudah menyiapkan tempat kerja yang baru untuk kamu di Jakarta." Dokter Sultan hendak mengambil kembali amplop cokelat yang sudah ditaruh Sekar.

Dea tidak bisa menyembunyikan rasa cemburu di matanya. "Bisa nggak sih dokter tidak usah ikut campur dan mengatur hidup Sekar?"

Sekar memandang Dea yang kemudian berlari menjauh dengan mata berkaca-kaca. Sultan berusaha menggapai lengan Sekar yang ingin pergi mengikuti Dea.

"Teman kamu itu kenapa, Sekar? Kenapa dia marah dan mengatur hidup kamu? Saya sudah mengorbankan banyak hal untuk datang ke sini bertemu kamu. Bisa kan, kali ini kamu ikut saya?"

Sepasang mata berwarna cokelat dengan bulu mata lentik milik Sekar memandang wajah dokter Sultan. Sekar tidak pernah berada di persimpangan seperti sekarang ini. Meskipun dia sering bertengkar dengan Dea dan terlibat masalah karena ikut demo Mas Cakra, tapi mereka sudah berteman dari TK sampai lulus SMA.

Tidak adil rasanya kalau dia harus memilih antara persahabatannya dengan Dea dan dokter Sultan yang baru dikenalnya setahun terakhir. Sekalipun Sekar mengakui kalau dia mengagumi dan menyukai lelaki ini. Sekar hanya bisa menatap punggung Dea yang semakin jauh. Tidak mungkin Sekar mengejar lagi.

"Saya mau antar kamu pulang. Saya mau bertemu Bunda dan minta izin mengajak kamu ke Jakarta."

Entahlah. Sekar tidak tahu lagi harus berkata apa selain mengikuti dokter Sultan yang menariknya pergi dari tempat itu.

°°°°°

Rumah Sekar.

Suasana di ruang tamu berubah kaku, ketika Safira keluar setelah berganti pakaian gamis biru muda bercorak batik. Tadinya dia hendak merapikan pekarangan rumah dengan memetik daun-daun tanaman yang telah kering.

Dia tidak sepandai Ammar merawat tanaman, tapi dia berusaha meneruskan kebiasaan baik almarhum ayah Sekar. Safira terkejut melihat Sekar pulang bersama dokter Sultan.

"Saya bawa sedikit oleh-oleh dari Jakarta untuk Bunda."

Kotak kue dan bingkisan kertas kado berwarna merah muda pemberian lelaki itu, mulai menggoyahkan hati Safira. Dia tahu hari ini akan tiba juga, ketika seorang laki-laki datang bersama putrinya. Seperti bukan kunjungan biasa. Dia tidak menyangka dokter Sultan akan datang kembali ke desa.

Renjana CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang