RC - 05

1.1K 141 17
                                    

Nares mondar-mandir di depan kamar hotel. Tepat di sebelah kamarnya sendiri. Ia menunggu dengan gelisah hasil pemeriksaan dokter. Di saat seperti ini, dokter di pabrik justru tidak masuk, karena hanya stand by dua kali dalam satu pekan.

Anak buah Yudha yang mencari dokter di kecamatan terdekat. Kabarnya dokter yang datang, baru resmi bertugas bulan depan. Namanya dokter Yoga.

"Gimana? Baik-baik aja kan, dia?"

Gandy jalan tergesa dengan napas memburu. Ia menyusul muncul di depan Nares, setelah berurusan dengan pihak kepolisian.

Bersamaan dengan itu, pintu kamar terbuka dan dokter Yoga keluar membawa tas berisi alat periksa.

"Gimana Dok, kondisinya?" Nares ingin memastikan semua baik-baik saja. Bukan karena ia khawatir terhadap gadis itu. Itu ia lakukan, karena tidak mau ada pemberitaan tidak sedap akibat kericuhan di pabrik hari ini.

Lelaki berkemeja putih yang bernama dokter Yoga itu, baru saja datang ke puskesmas kecamatan. Tadinya sekedar melapor ke Kepala Puskesmas, kalau ia akan bertugas di sana. Siapa sangka ia justru dicari karena ada korban luka di pabrik yang lokasinya sekitar tiga kilometer dari tempat ia bertugas.

"Apa pasien tadi sempat muntah?" Dokter Yoga bertanya sambil menggulung lengan kemejanya. Jelas saja yang ditanya adalah Nares yang ada saat kejadian.

Nares yang menolong Sekar, setelah melihat gadis itu terjatuh saat hendak mengambil sesuatu. Sekar sempat terkena tendangan atau mungkin juga terinjak kaki beberapa pekerja pabrik yang panik setelah mendengar suara sirine pulang yang tiba-tiba.

"Waktu saya temukan, dia sudah pingsan." Nares berkata sejujurnya. Kejadiannya tadi berlangsung cepat. Ia juga terlambat menolong dan berusaha mengevakuasi Sekar semampunya.

"Ada memar di dahi dan pipi pasien. Barusan dia bangun dan mengeluh sakit kepala. Juga mual. Saya tidak tahu posisi jatuhnya seperti apa. Ada kemungkinan kepalanya terinjak atau tertendang. Kalau masih ada keluhan nyeri kepala dan muntah, sebaiknya pasien dibawa ke RS besar untuk CT Scan kepala." Dokter menjelaskan.

Gandy langsung bereaksi. "Apa memang separah itu Dok, sampai harus diCT Scan? Pertama, lokasi ke RS cukup jauh dari sini. Kedua, sebenarnya dia bukan karyawan saya. Jadi saya tidak punya kewajiban mengobati dia. Ketiga, biaya CT Scan itu mahal."

Nares menepuk bahu Gandy. Ia tipikal orang yang ingin menyelesaikan segala sesuatu dengan cepat dan tidak mau timbul masalah baru. Ia juga tidak mau terlihat perhitungan, seperti Gandy.

"Biar gue yang bayar, Gan. Daripada ada apa-apa sama cewek ini. Bisa tambah runyam masalah perusahaan Lo." Nares berusaha meyakinkan Gandy. Ia mengambil alih pembicaraan.

"Kira-kira pasien perlu dirujuk ke RS mana, Dok? Apa bisa berangkat memakai mobil pribadi atau harus pakai ambulans?" Nares harus mencari tahu.

"Saya sudah tulis surat rujukan untuk CT Scan kepala. Tadi saya berikan ke pasiennya. Kalau melihat kondisi saat ini, pasien masih stabil dan bisa berangkat dengan mobil pribadi." Dokter Yoga pamit.

Gandy menyiapkan uang jasa dokter, namun dokter Yoga menolaknya. Ketika melihat mobil pribadi dokter Yoga yang mentereng, Gandy jadi sedikit paham kenapa ia ditolak.

"Dia dokter puskesmas?" Gandy masih tidak menyangka ada dokter kaya yang mau bertugas di desa.

"Nggak tahu. Tadi gue juga minta Yudha cariin dokter terdekat. Jadi gimana? Secepatnya kita selesaiin masalah ini, Gan. Daripada ada apa-apa sama nih cewek. Terus Cakra, udah Lo serahin ke polisi?" Nares menunggu jawaban Gandy.

Nares masih berdiri di depan pintu kamar. Gandy memikirkan imbas dari kerusuhan pabrik hari ini.

"Gue sebenarnya khawatir si Cakra bawa massa lebih banyak lagi ke pabrik. Dia semacam provokator. Tapi gue juga kesel karena orang suruhannya merusak papan nama pabrik. Pakai acara bakar ban segala. Tambah rusuh. Gue serahin semua ke polisi. Biar mereka yang mengurus. Gue pengen cepat balik ke Jakarta. Tapi Lo tahu sendiri Bokap gue. Kalau masalah kayak gini gue nggak bisa handle, Bokap nggak bakal percaya dan dana nggak akan mengucur lagi ke gue." Gandy menyugar rambutnya.

Renjana CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang