Sekar jatuh tak sadarkan diri di depan Nares. Lagi-lagi karena dirinya. Mencoba tetap tenang, ia menelepon dokter Lutfi. Meminta tolong kalau ada teman sesama dokter perempuan yang bisa datang untuk segera memeriksa Sekar. Ia sadar diri telah merepotkan malam-malam begini, tapi itulah yang terjadi.
Kurang dari 30 menit dokter Lutfi datang sendirian karena tidak ada temannya yang bisa menggantikan. Nares terlihat gelisah. Ia ingim berusaha menjaga apa yang Sekar jaga. Ia tidak rela kalau Sekar diperiksa dokter laki-laki.
"Res, Lo ngapain masih di sini? Justru bahaya kalau gue periksa, Lo ada di sini. Biar Bu Popon aja yang temani."
Lutfi memang mengenal Bu Popon karena sering membersihkan klinik. Ia mengusir Nares dari kamarnya sendiri.
"Res, dia perempuan spesial buat Lo ya?" Lutfi masih sempat-sempatnya tersenyum miring melihat wajah Nares yang tampak risau.
"Kenapa Lo berpikir begitu?" Nares masih saja defensif.
"Setahu gue, Lo ngga pernah izinin perempuan masuk ke dalam. Dia perempuan pertama yang Lo bolehin masuk ke kamar. Nggak semua orang Lo izinin, kan?"
Baru kali ini wajah Nares merah menahan malu. Sejak Kakek sering membicarakan perjodohan, Nares mulai jarang pulang. Ia lebih suka beristirahat di sini. Di kamar pribadi di kantornya sendiri.
Dokter Lutfi masuk ke dalam kamar. Pintu sedikit terbuka. Tapi tentu saja Nares tidak berani masuk. Ia menunggu di luar sampai Sekar selesai diperiksa.
Terdengar suara Sekar mengaduh kesakitan. Ya Tuhan. Apa dia baik-baik saja. Semoga. Nares berdiri di depan kaca jendela besar dari lantai delapan. Ternyata begini rasanya mengkhawatirkan seseorang, mungkin lebih dari siapa pun yang pernah dekat dengan dirinya.
Bu Juli, cleaning service yang seharusnya sudah pulang, diminta Nares membuat minuman hangat untuk Sekar. Ia tidak tahu apakah Sekar menyukai teh hangat atau tidak. Ia hanya menduganya saja.
"Masuknya nanti aja, Bu Jul. Kalau dokter Lutfi sudah selesai periksa."
Bu Juli sudah membawa nampan berisi secangkir teh panas dan menaruhnya di meja depan kamar.
"Baik Pak. Apa Pak Nares mau dibuatkan teh hangat juga?" Perempuan berambut ikal yang dikuncir rapi itu menawarkan.
"Terima kasih Bu. Nanti saya bisa buat sendiri. Yang buat Sekar, gulanya udah dikasih kan?"
Juli tersenyum. Menyadari kalau pria yang berdiri di depannya saat ini masih bosnya yang kadang terlihat galak tapi sebenarnya hatinya baik. Bahkan jadi idola banyak karyawati di kantor karena ganteng.
Sudah bukan rahasia lagi kalau banyak karyawati berlomba mendapatkan perhatian Nares. Mulai dari dandanan paling cantik sampai busana yang menunjukkan kemolekan lekuk tubuh mereka.
Tapi Juli melihat hal yang berbeda ketika muncul karyawati baru bernama Sekar. Muncul desas-desus kalau Sekar adalah kesayangan si Bos. Tanpa perlu bersusah payah mempercantik diri, Sekar justru tampil sederhana dan itulah yang membuat Juli penasaran. Mengapa Bosnya sampai tergila-gila.
"Kalau Ibu berpikir yang aneh-aneh tentang alasan saya membawa Sekar ke sini, maka Ibu salah. Dia datang sendiri ke Jakarta. Tidak ada keluarga. Saya sengaja menawarkan diri menjadi keluarganya. Jadi tugas Ibu membantu saya menghilangkan gosip murahan kalau Sekar perempuan simpanan saya atau apa pun itu." Nares berdiri sambil melipat kedua lengannya di depan dada, seolah dapat membaca apa yang terlintas di benak Juli.
"Eh. Iya Pak. Maaf. Saya nggak termasuk yang ikut menyebarkan gosip. Hanya saja, Bapak nggak pernah terlihat perhatian ke karyawati lain seperti ke Mbak Sekar. Mungkin ada orang lain yang iri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Cinta
General FictionNares, cucu pengusaha kaya raya bernama Abyasa Naratama yang terobsesi menjodohkan sang cucu dengan cucu dari Bram-sahabatnya. Clarissa adalah cucu Bram -sahabat Abyasa-. Bram menginginkan hal yang sama agar bisa menjadi satu keluarga dengan Abyas...