RC Part 21

1.1K 127 57
                                    

"Sejauh apa pun aku menggapai,
Mungkin tak pernah sampai hatimu.

Masih bolehkah aku berharap,
ada sisa rasa yang tertinggal,
agar namaku tenggelam bersama serpihan rindu."

°°°°°


Desa Bumi Jati.

Jam 10 malam.

Malam ini Sekar didandani Intan. "Terlalu menor. Nggak suka." Sekar berusaha menghapus bedak di wajahnya.

"Ih, rewel amat. Jadi sebelum pakai bedak, kamu harus bersihin dulu muka pakai sabun, kayak cuci muka di air mengalir. Terus pakai cleanser, lanjut pakai primer dan foundation. Untuk menyamarkan kantung mata yang gelap, bisa pakai concealer. Baru deh dibedakin." Tangan Intan bak seorang MUA handal, mengubah wajah Sekar yang pasrah dijadikan percobaan.

"Ntar muka aku jadi kayak badut." Protes Sekar yang ditanggapi Intan dengan tertawa.

"Aku tuh penasaran sama perusahaan tempat kamu kerja. Terus aku searching dong IGnya. Ya ampun, hampir semua postingan foto karyawatinya kece badai. Makanya aku prihatin banget lihat kamu masih polosan kayak gini." Intan menatap puas hasil riasannya.

"Aku nggak polosan banget. Aku udah belajar pakai bedak sama lipgloss biar bibir nggak kering."

"Cuma bedak doang mah nempel sedikit, langsung ilang pas kamu cuci muka." Dengan telaten Intan mempraktekkan keahliannya sementara kelopak mata Sekar terpejam. Dia takut melihat hasilnya.

Ujung kuas memulas kedua tulang pipi Sekar. Lalu pensil alis dan touch up terakhir di bagian bibir. "Udah sekarang buka mata."

Intan tampak puas ketika Sekar bengong menatap cermin di depannya. "Ini beneran aku, Tan? Kayak beda orang deh. Ternyata nggak terlalu menor. Tapi terlalu putih sih. Lihat nih beda sama warna leher aku. Apalagi tangan." Sekar terkejut melihat wajahnya sambil membandingkan dengan warna kulitnya di bagian lain yang tampak sawo matang.

Intan tertawa kecil. "Makanya kamu belajar dandan tipis-tipis. Nanti aku bikin video langkah-langkahnya biar bisa kamu praktekin."

"Ini udah boleh dihapus?" Tanya Sekar polos.

Intan menepuk jidat. "Baru juga cakepan dikit didandanin, udah mau dihapus aja. Ayo kita foto berdua dulu buat kenang-kenangan." Intan mengambil ponsel di atas meja.

Satu. Dua. Tiga. Mereka berdua tersenyum. Klik. Beberapa detik kemudian tanpa merasa bersalah, Sekar langsung mengambil cairan cleanser untuk menghapus riasan di wajahnya.

"Ya ampun. Riasan aku. Langsung hancur seketika." Canda Intan yang disambut dengan cubitan Sekar di lengannya.

"Teman aku keren. Bisa make upin orang." Sekar mengambil kapas dan mulai membersihkan sisa kosmetik yang masih melekat.

"Kamu lebih keren. Berani kerja di Jakarta sendirian. Aku masih kepikiran cerita kamu barusan. Kamu tadi bilang ada yang diam-diam fotoin kamu sama dokter Sultan. Jangan-jangan itu Dea. Dia berubah banget lho, sejak kamu pergi. Tiba-tiba aja dia bisa beli motor baru, padahal belum kerja. HPnya juga langsung ganti Iphone. Aku curiga dia infoin hal yang nggak bener ke Pak Nares. Bisa jadi Dea dapat uang dari Pak Nares buat mata-matain kamu."

Sekar tidak pernah berpikir sejauh itu tentang Dea. Yang dia tahu, Dea dulu anak baik. Teman sekelasnya selama tiga tahun di SMA. Dea nggak pernah aneh-aneh. Mereka sering berangkat dan pulang sekolah bareng.

"Kalau bener dia kayak gitu. Aku bakalan sedih banget. Padahal dulu kita deket banget." Pandangan Sekar meredup.

"Iya. Saking deketnya kamu mau-maunya diajak Mas Cakra demo di pabrik. Kamu tuh pinter, tapi gampang dimanfaatin orang. Eh, kamu masih hutang cerita sama aku, tentang Pak Nares. Jadi hubungan kamu sama beliau, gimana?"

Renjana CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang