Alarm telepon genggam membuatnya terbangun dari tidur siang. Mata cokelatnya perlahan melihat jam dinding dan menunjukkan hampir menjelang sore. Dia lalu berjalan ke luar dari ruangan miliknya menuju ke ruang tamu. Akan tetapi, tidak terlihat siapa pun.
Hmm... aneh mereka ke mana ya?
Dia mengambil telepon genggam dari dalam saku celana dan menelepon. Akan tetapi, anehnya tidak ada satu pun yang mengangkat telepon. Dia hanya menghela napas. Suasana di rumah sangat sepi hingga suara langkah kakinya terdengar memenuhi seisi ruangan. Pikirannya mulai risau dan tidak tenang. Tiba-tiba, dia mulai membayangkan sosok mengerikan dari film yang dinonton kemarin.
Ah, sudahlah aku tidak boleh mengkhayal.
Dia menepuk pipinya berusaha untuk melupakan hal tersebut. Tangannya mengambil remote televisi dan menyalakannya. Suara televisi yang cukup keras akhirnya memecah keheningan di sini. Dia membaringkan badan di atas sofa cokelat yang terletak di sana.
Akan tetapi, terdengar dentuman dari ruangan sebelah.Raut wajahnya seketika tegang. Keringat mengalir deras membasahi wajahnya. Suara itu terdengar cukup keras. Dia berusaha mengabaikannya, tetapi suaranya terdengar semakin jelas.
Aneh, di sini kan tidak ada siapa-siapa?
Dia perlahan melangkah menuju sumber suara itu dan sesekali menelan air liur yang bersarang di dalam kerongkongannya. Denyut jantungnya berdebar tiada henti. Suara itu ternyata berasal dari kamar saudaranya. Tangannya perlahan membuka gagang pintu dan masuk.
Suasana begitu hening dan kamarnya terlihat begitu berserakan. Beberapa lembar kertas berserakan di lantai dan remahan kue kering miliknya tersebar hampir memenuhi seluruh ruangan.
Suara itu kembali terdengar dan ternyata berasal dari dalam lemari pakaian. Dia berjalan mendekat ke arahnya. Denyut jantung semakin berdegup kencang. Keringat dingin mengalir tiada henti membasahi telapak tangannya.
Akan tetapi, rasa penasarannya semakin besar. Dia penasaran apa yang berada di balik lemari itu. Tangannya perlahan menarik lemari itu. Awalnya tidak terlihat apa-apa, hanya beberapa baju yang tergantung rapi di dalam. Beberapa menit kemudian, sosok mengerikan melompat ke arahnya.
Argh!
Dia dengan cepat menutup matanya dan berteriak cukup keras. Suaranya terdengar seperti seorang anak gadis perempuan. Beberapa menit kemudian terdengar suara tawa.
"Ekspresimu sangat lucu, Kak," ucap anak berambut hitam dengan topeng mengerikan melekat di wajahnya. "Astaga, aku harusnya merekam wajahmu," katanya diikuti tawa keras yang sangat khas.
"Ed, awas kamu!" Dia lalu membuka matanya dan mengerutkan alis. Wajahnya terlihat merah dan seketika menarik paksa tangan adiknya ke luar dari persembunyiannya.
"Maaf Kak," ucap Edward menatap kakaknya dengan suara memelas. "Soalnya aku lagi bosan Kak. Ibu tidak mengajakku pergi bersamanya." Edward meletakkan topeng itu dan duduk di lantai dengan wajah cemberut.
"Kamu itu kebanyakan alasan," ucap Felix dengan nada kesal. "Cepatlah bersihkan ini, atau akan kulaporkan kekacauan ini kepada Ibu." Felix memberikan sapu dan sekop sampah kepada adiknya.
"Argh, tukang lapor." bisik Edward sambil membersihkan remahan kue yang berserakan hampir memenuhi ruangan.
Felix merupakan kakak dari Edward. Usia mereka tidak terlalu jauh sekitar 2 atau 3 tahun. Felix mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan adiknya. Edward sangat senang menganggu kakaknya karena dia tahu kalau kakaknya seorang penakut. Dia sepertinya sangat senang melihat ekspresi konyol kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why us
Mystery / ThrillerFelix, Edward dan ibunya merupakan salah satu dari keluarga sederhana di sebuah kota. Mereka bertiga hidup normal seperti keluarga pada umumnya. Akan tetapi, suatu peristiwa aneh muncul. Sebuah tanda berbentuk rantai hitam tiba-tiba muncul di pergel...