Bab 37: Bersembunyi

3 1 0
                                    

Badan mereka seketika mematung. Suaranya terdengar begitu familiar dengan seseorang. Rasa penasaran mengenai siapa sosok itu membuat mereka akhirnya berani mengambil keputusan. Mereka perlahan menengok ke belakang dan itu ternyata adalah Ibu dari Felix dan Piedro.

"Astaga! Bibi juga ternyata salah satu dari mereka." Max tidak bisa berkata apa-apa. "Piedro? Aku jelas-jelas melihatmu mati di depan mataku." Bola mata Max seketika membesar. Wajahnya pucat seperti melihat hantu.

"Ibu untuk apa kamu melakukan ini semua?" Felix hanya bisa menghela napas dan berusaha untuk menenangkan diri.

Akan tetapi, beberapa menit kemudian terdengar langkah kaki seseorang dari salah satu lorong yang berada di dekatnya. Felix memicingkan mata dan melihatnya dari kejauhan. Wajahnya seketika menegang ketika mengetahui siapa sosok itu.

Astaga, ini tidak mungkin ....

"Lepaskan mereka!" ucapnya sambil berjalan mendekat dan menodongkan senjata ke arah piedro dan Ibu.

"Ibu?" Felix mengerutkan alisnya. "Tapi, Ibu kan sekarang berada di belakangku?" Felix memutar kepalanya ke belakang dan ke depan berulang kali. "Jadi sosok yang di depanku ini siapa?"

"Lix, aku tidak salah lihat kan?" Max mengucek matanya. "Ibumu ada dua?"

"Max, aku juga bingung. Akan tetapi, salah satu dari mereka pasti adalah Ibuku"

"Aku adalah Ibumu, Felix!" ucap kedua wanita itu serentak dan membuat semuanya tambah membingungkan.

Wajah, rambut serta warna suara mereka sama persis. Bola mata hitam, rambut cokelat serupa sehingga mereka terlihat seperti saudara kembar. Felix hanya bisa menggelengkan kepala dan terus menengok melihat mereka. Dia sama sekali tidak bisa membedakan yang mana orang tua aslinya.

Sial, aku tidak membedakan mereka berdua.

"Hmm ... Menarik. Stefanie Frosier sekarang ada dua," ucap Piedro dengan senyum menyeringai. "Permainan terakhir Jeshina tampaknya berjalan dengan lancar."

"Apa maksud dari semua ini, Piedro?" Max mengerutkan alisnya melihat ekspresi mengerikan Piedro.

Piedro memutar bola matanya ke kiri. Dia terlihat sedang berpikir. Felix yang melihat kesempatan itu dengan cepat memikirkan sebuah cara agar bisa terlepas dari Piedro. Sebuah ide tiba-tiba terlintas di dalam benaknya. Dia menginjak kaki Piedro cukup keras hingga membuatnya kesakitan. Dia lalu menarik Max untuk kabur bersamanya.

Argh! Bocah sialan!

Piedro yang melihat mereka berhasil kabur merasa geram. Dia tidak senang mereka bisa lolos dengan mudah dari genggamannya. Rasa jengkel membuatnya menembakkan anak peluru secara acak. Max dan Felix berlari sambil menghindari peluru yang dikeluarkan. Mereka segera mencari tempat persembunyian. Beberapa meter di depannya terlihat sebuah kotak yang tersusun cukup tinggi. Kotak itu terbuat dari besi dan terlihat cukup kokoh. Mereka mempercepat langkah kakinya dan memutuskan untuk bersembunyi di sana.

"Ok, setidaknya untuk sementara kita aman di sini," ucap Felix sambil menyeka keringatnya diikuti dengan denyut jantung yang terus berdetak.

"Iya, aku berpikir juga demikian." Max menghela napas panjang. "Piedro sama gilanya dengan Naisha," ucapnya sambil menggelengkan kepala.

Tidak lama setelah itu, langkah kaki terdengar diikuti dengan suara seseorang yang sedang bersiul. Felix dan Max mengintip di balik celah-celah kotak itu. Sosok itu adalah Piedro.

"Aku tahu kalian berada di sekitar sini." Matanya bergerak ke kiri dan kanan. Tangannya masih tetap memegang senapan yang sama. "Pertunjukkannya baru saja di mulai," ucapnya dengan suara tawa

Why usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang