Bab 26: Teror wajah tersenyum

9 1 0
                                    

Max lalu menjelaskan isi surat itu. Di isi surat itu, orang tua Max ternyata akan menghadiri festival bulan merah. Festival bulan merah akan mulai diselenggarakan besok malam di alun-alun kota. Semua orang yang berada di kota akan berkumpul di sana untuk merayakannya.

"Astaga, itu alasan kenapa tempat ini sekarang sangat sepi." Max menjentikkan jarinya.

"Aku merasa sebaiknya kita ke sana," ucap Felix memberikan usul.

Max mengangguk mendengar ucapan Felix. Mereka berdua berencana menuju alun-alun kota. Tempatnya cukup jauh dari kediaman Max, sehingga mereka harus menggunakan mobil untuk ke sana.

Tiba-tiba terdengar bunyi bel dari pintu luar rumah milik Max. Max lalu berjalan menuju pintu itu. Felix yang sendiri di ruang tamu langsung melihat sosok yang tadi menyerangnya di luar. Sosok itu terlihat mengetok kaca jendela di ruang tamu sambil menggoreskan ujung pisau ke permukaan kaca.

Astaga, dia lagi? Tapi kenapa bisa?

Suara yang dihasilkan dari gesekan antara benda tajam dan permukaan kaca membuat denyut jantung Felix kembali berpacu. Dia berdiri cepat dari kursi dan berlari meninggalkan sosok itu. Dia  segera mencari keberadaan Max yang ternyata berada di depan pintu. Max terlihat berdiri sambil menengok ke kiri dan kanan.

"Max, sekarang kita harus pergi!" Felix menarik lengan baju Max menuju mobil. Tangannya terus gemetar tiada henti. 

"Lix, ada apa?" Max mengerutkan alisnya. "Kamu seperti melihat hantu. Di sini tidak ada siapa-siapa," ucapnya sambil memanjangkan lehernya dan melihat sekeliling.

"Max, aku akan menjelaskannya di mobil. Kita sekarang pergi dari sini!" Keringat dingin terus mengalir tiada henti dari wajahnya. "Sekarang!"

Mereka berdua lalu pergi meninggalkan rumah dan lalu masuk ke dalam mobil. Max lalu memasang kunci mobil dan mulai menyalakan mesin mobil. Mobil Max melaju dengan kecepatan cepat menuju alun-alun kota.

"Untunglah, kita sudah aman." Felix menghela napas panjang dan menyeka keringatnya.

"Lix, sebenarnya ada apa?" Max mengerutkan alisnya melihat wajah Felix yang dari tadi begitu tegang.

Felix lalu menceritakan bahwa sosok yang tadi menyerangnya muncul di rumah Max. Akan tetapi, Max sama sekali tidak melihatnya. Wajah Max seketika menegang mendengar ucapan Felix. Nyawa mereka semakin terancam dengan sosok itu. Max menginjak lebih dalam pedal gas mobil miliknya.

Akan tetapi, tiba-tiba terdengar letusan yang cukup keras hingga membuat mobil Max kehilangan kendali dan menghantam pohon yang berukuran cukup besar. Mereka berdua seketika pingsan dan tidak sadarkan diri.

***

Beberapa lama kemudian, Felix perlahan membuka matanya dan memperhatikan sekeliling. Dia melihat Max  tampaknya masih pingsan. Felix berusaha membuat Max hingga dia akhirnya tersadar.

"Max! Bangun!" Felix terus menepuk pipi Max berulang kali hingga akhirnya dia terbangun.

"Lix, ada apa?" Wajah Max terlihat kebingungan. "Kita berada di mana?" Raut wajahnya terlihat panik.

Mereka lalu perlahan merangkak ke luar dari rangka mobil yang sudah tidak berbentuk akibat hantaman yang keras. Max yang melihat mobilnya hancur hanya bisa terdiam. Wajahnya seketika pucat dan tatapannya terlihat kosong.

"Aku pasti akan dimarahi Ayah dan Ibu," ucap Max lemas tidak berdaya. Wajahnya terlihat pucat lalu duduk dan merenung.

"Max, sekarang kita harus bertemu yang dulu." Felix menepuk pundak Max dan berusaha untuk membuat Max kembali bersemangat. "Kita sudah hampir sampai Max. Kita hanya harus melewati hutan ini untuk sampai di alun-alun kota," ucap Felix memberikan penjelasan singkat.

Why usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang