Bab 20: Misi penyamaran

12 1 0
                                    

Edward lalu menjelaskan bahwa kemarin malam Ibu mendapatkan telepon dari kantor mengenai posisi bulan yang sudah hampir mencapai posisi gerhana bulan merah. Oleh karena itu, Ibu segera bergegas mengambil beberapa pakaian dan menginap di lab. Dia mengatakan akan menginap beberapa hari untuk bisa menentukan kapan festival bulan merah akan diselenggarakan.

"Oh, seperti itu." Felix mengangguk mendengar penjelasan adiknya.

"Kak, jadi gimana kemarin? sudah bertemu dengan Naisha?" ucap Edward penasaran.

"Yah, sudah tapi bisa dikatakan seperti mimpi buruk bertemu dengannya." Felix lalu berjalan ke dapur dan mengambil segelas air. "Aku merasa hidupku seperti berada di dalam film horor."

"Wah, kelihatannya kemarin seru." Edward mengusap kedua telepak tangannya dan melihat wajah kakaknya dengan bahagia. "Kak, cerita dong," sambungnya sambil menarik lengan baju Kakaknya.

Felix lalu menceritakan setiap kejadian yang dialaminya kemarin, hingga membuat Edward terdiam dan sesekali menelan air liur yang berada di dalam kerongkongannya. Raut wajahnya yang tadi senang seketika terlihat ketakutan mendengar cerita yang dialami kakaknya.

"Astaga, Kak! Wanita itu memang psikopat," ucap Edward menggelengkan kepala. "Kak, tapi sekarang keberadaan buku itu di rumah Madam Jeshina. Apa yang rencana kakak?" Edward mengerutkan alisnya sambil mengunyah kembali serealnya.

"Lisabeth tampaknya memiliki rencana dan kita akan bertemu untuk membahasnya."

"Kak, aku ikut." Edward dengan cepat menghabiskan sereal miliknya dan menyeka sisa susu yang ada di bibirnya menggunakan tangannya.

"Baiklah. Akan tetapi  kamu jangan melakukan hal yang gegabah." Felix mengelus kepala adiknya.

"Siap, Pak!" sahut Edward sambil memberi hormat kepada Kakaknya diikuti dengan senyuman terlukis di bibirnya.

Mereka berdua lalu pergi menuju ke taman, lalu duduk di kursi sambil menunggu Lisabeth. Beberapa menit kemudian, Lisabeth muncul dengan membawa sesuatu yang terlihat cukup berat.

"Akhirnya sudah sampai." Lisabeth lalu menyandarkan badannya di kursi lalu menyeka keringatnya.

"Lis, apa yang kamu bawa?" Felix mengerutkan alisnya dan mencoba mengangkat tas itu. "Lis, tas kamu kok terlihat berat?"

"Iya, aku membawa pesanan Madam Jeshina." Lisabeth terlihat membuka tasnya dan mengeluarkan isinya. "Dia kebetulan memesan beberapa madu dengan varian rasa."

"Oh, jadi ini rencana yang kamu maksud?" Felix mulai mengerti cara berpikir Lisabeth. "Kamu akan menjadi kurir madu dan membawa madu itu masuk ke rumahnya," sambungnya.

"Iya, kamu betul," ucap Lisabeth menjentikkan jarinya.

"Hmm, ide yang bagus. Aku juga harus memikirkan caraku sendiri untuk bisa masuk ke dalam rumah itu." Felix menggaruk kepalanya berusaha memikirkan segala cara agar bisa masuk tanpa diketahui Madam Jeshina.

Tiba-tiba dering telepon Lisabeth berbunyi dan ternyata yang menelpon adalah Madam Jeshina.

"Halo, ada apa Madam?" Lisabeth mengangkat telepon Madam.

"Lis, itu betulan Madam Jeshina?" tanya Felix kaget.

"Lisabeth, kamu di mana sekarang?" ucap Madam Jeshina dengan khas miliknya yang serak-serak.

Lisabeth membelakkan matanya kepada Felix dan menyuruhnya untuk diam. Dia lalu kemudian kembali berbicara dengan Madam Jeshina dengan telepon genggam dalam posisi loudspeaker sehingga semuanya bisa mendengarnya.

"Eh, Iya Madam saya sedang berada di jalan. Ada apa Madam?"

"Lisabeth, aku ingin kamu mencarikan saya petugas semprot hama," ucapnya dengan suara menggerutu. "Ada tikus di rumah ini dan  sangat mengangguku."

Why usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang