Felix lalu berjalan menuju kue dengan rasa pandan. Lokasinya berada di lantai satu pojok. Ketika sampai di sana, semua kue berwarna hijau dan aroma panda tercium hingga membuat Felix hanya bisa menelan saliva miliknya sambil mengelus perutnya yang agak buncit.
Setelah menentukan pilihan kuenya, Dia lalu mencari Edward yang berada di bagian keju yaitu berada di bagian lantai dua bangunan. Ketika sampai di lantai dua, terlihat seorang anak pria dengan rambut hitam dengan sedikit bergelombang berdiri dan menatap semua kue keju yang berada di depannya dengan senyum.
"Eh, Ed ternyata kamu di sini."
"Iya Kak, soalnya bau kejunya harum," ucap Edward sambil kembali melihat ke arah kue-kue itu. Dia terlihat sesekali menyeka air liur yang ke luar dari mulutnya.
"Haha... baiklah kamu bisa mengambil dua roti. Satu untukku dan satu untukmu. Bagaimana?"
"Hah! Serius Kak." Edward membelakkan matanya. Dia terlihat tidak percaya dengan perkataan Kakaknya. "Wah, makasih Kak!" Edward melompat kegirangan seperti kelinci.
"Ayo, sekarang kita ke luar dari sini." Felix melirik ke arah jam tangan yang melilit di pergelangan tangannya. Jam tersebut menunjukkan hampir jam setengah sembilan sekarang.
Tangan Edward dengan cepat mengambil dua roti dan mereka berdua pergi ke kasir. Setelah membeli roti, Felix menengok ke langit dan tampaknya hujan telah berhenti. Dia seketika berhenti sejenak dan berpikir.
"Eh, ada apa Kak?" Edward menengok ke belakang dan mengerutkan alisnya melihat gerakan aneh dari Kakaknya.
"Ed, aku berpikir apakah sebaiknya kita pergi mengantarkan kue ini saja terlebih dahulu, kemudian pulang?" ucap Felix memberi usul. "Bagaimana menurutmu?" tanya Felix penasaran.
"Aku rasa itu boleh saja, Kak. Aku tidak mau besok hariku diganggu," ucap Edward sambil membuka bungkusan rotinya.
"Ok, tempatnya juga tidak terlalu jauh dari sini. Kita bisa berjalan kaki, bagaimana?"
"Hmm... aku merasa naik kendaraan umum saja kak," ucap Edward memberi masukan "Hehe... aku capek jalan kaki," sambungnya sambil mengunyah roti keju miliknya.
"Argh! Kamu itu." Felix menggelengkan kepalanya. "Baiklah kita naik bus." Felix berjalan menuju tempat pemberhentian bus. "Dasar anak manja," ucapnya dengan nada sedikit menggerutu.
Mereka akhirnya naik bus dan turun ketika berada di dekat rumah sakit tempat nenek Lisabeth dirawat. Akan tetapi ketika mereka sampai di sana ternyata pihak rumah sakit tidak mengizinkan untuk menjenguk pasien.
"Kak, jadi gimana kak?" ucap Edward dengan nada sedikit menggerutu.
"Aku juga tidak tahu harus bagaimana sekarang,"
Tiba-tiba terdengar seseorang berteriak memanggil nama Edward dan Felix ternyata adalah Lisabeth. Dia terlihat mengenakan jaket panjang yang menutupi lehernya dan sebuah payung kecil berada di tangan kiri dan tangan kanannya terlihat memegang sebuah bungkusan,
"Eh, kalian ada apa ke sini?" ucap Lisabeth penasaran. "Ini kan sudah malam." Lisabeth melirik ke arah jam tangan miliknya.
"Iya Kak, Felix mau memberikan kue untuk kakak atas permintaan maaf karena membuat kakak marah." Edward dengan cepat mengambil bungkusan kue itu dari tangan Felix dan langsung menyerahkan kuenya kepada Lisabeth.
"Astaga! Terima kasih." Lisabeth mengambil kue itu. "Ayo kita duduk di sana." Telunjuk Lisabeth menunjuk ke sebuah kursi taman yang berada beberapa meter dari bangunan rumah sakit.
Suasana hening dan hanya terdengar embusan angin. Felix lalu berusaha untuk berbicara untuk memecah keheningan.
"Lis, maaf karena membuatmu marah. Aku tidak bermaksud untuk membuka masa lalumu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Why us
Mystery / ThrillerFelix, Edward dan ibunya merupakan salah satu dari keluarga sederhana di sebuah kota. Mereka bertiga hidup normal seperti keluarga pada umumnya. Akan tetapi, suatu peristiwa aneh muncul. Sebuah tanda berbentuk rantai hitam tiba-tiba muncul di pergel...