Bab 27: Tahanan

7 1 0
                                    

Max dan Felix tidak bisa berkata ketika melihat mayat itu adalah sosok yang dari tadi meneror mereka. Darah segar mengalir tiada henti hingga membasahi permukaan tanah. Felix, Max dan beberapa orang berkumpul lalu segera memeriksa siapa sosok itu dan membuka topengnya.

"Astaga, Max ternyata itu adalah Piedro." Felix tidak bisa berkata apa-apa. Wajahnya tampak kebingungan dengan ini semua. "Siapa yang membunuhnya?"

"Aku tidak bisa berkata apa-apa sekarang," ucap Max dengan suara lesu. "Piedro? tapi kan dia yang kan membantu kita." Badan Max seketika lemas tidak bertenaga menatap mayat piedro.

Beberapa anggota kepolisian datang lalu membawa Max dan Felix ke kantor polisi untuk diinterogasi mengenai kejadian ini. Selama di perjalanan Max dan Felix hanya terdiam dengan tatapan kosong. Mereka tidak menggubris pembicaraan singkat dikatakan anggota polisi yang membawanya.

Mereka lalu sampai di kantor polisi. Kepala polisi datang dan mulai mengajukan berbagai pertanyaan kepada mereka. Felix dan Max mengatakan bahwa mereka bukan yang membunuhnya. Mereka sudah menyampaikan semua hal yang terjadi dari awal hingga akhir.

"Aku merasa kalian berdua mengatakan hal yang benar," ucap pria berbadan gemuk dengan rambut kuning. "Mayat itu telah diperiksa oleh bagian forensik. Mereka mengatakan bahwa dia mati karena tembakan yang tepat di bagian dada."

"Astaga, jadi siapa yang menembaknya?" Max kaget mendengar ucapan pria itu.

"Kami belum bisa memberi kepastian mengenai hal itu. Akan tetapi, kasus ini akan kami telusuri lebih jauh." Pria itu lalu mengajukan pertanyaan lain "Apakah kalian mengenal sosok itu?"

Max lalu menceritakan bahwa dia mengenai Piedro dari kenalan Ayahnya yang merupakan seorang pengacara terkenal. Dia juga barusan bertemu dengannya, sehingga informasi yang diberikan juga tidak banyak.

"Oh, jadi kamu adalah anak dari pengacara terkenal James dan Lilia?" Wajahnya kaget mendengar mengenai hal itu.

"Iya, Pak. Mereka adalah orang tua saya." Max mengangguk perlahan sambil menahan rasa perih akibat benturan ketika kecelakaan tadi.

"Aku merasa, kalian harus mendapatkan perawatan untuk luka kalian." Dia melihat luka lebam di wajah Max dan Felix.

Setelah itu, kepala polisi tersebut lalu membebaskan Max dan Felix. Mereka berdua lalu ke luar dari ruangan itu menuju koridor yang menghubungkan pintu masuk. Tiba-tiba, terlihat seorang wanita rambut pirang panjang berlari ke arah mereka sambil melabaikan tangan.

"Max! Felix!" Teriak wanita berambut pirang emas itu yang ternyata adalah Lisabeth. "Astaga apa yang telah terjadi?" ucapnya dengan napas terengah-engah.

"Lis?" Felix menatap heran mereka berdua. "Aku mengira kamu berada di rumah sakit?" tanyaku penasaran.

Lisabeth lalu menceritakan bahwa ketika dia sampai di rumah sakit. Nenek Miasna telah sadar karena obat dari dokter. Awalnya Lisabeth berencana untuk menjaga Nenek, tetapi Neneknya menyuruhnya untuk mengikuti festival bulan merah. Dia ingin Lisabeth pergi bersenang-senang.

"Lis, jadi yang menjaga nenekmu siapa?" tanya Max heran. "Apakah tidak berbahaya meninggalkan dia sendirian?"

"Tenanglah, orang tuaku yang menjaga nenek," ucap Lisabeth dengan bahagia. "Wajah kalian kenapa?" Lisabeth mengerutkan alisnya melihat luka lebam di wajah mereka.

"Oh, ini hanya luka biasa." Felix enggan memberitahukan kecelakaan mobil yang barusa terjadi. "Wah, jadi mereka sudah kembali dari luar kota?" Felix mengubah topik pembicaraan.

Lisabeth hanya menganggukan kepala dengan senyuman manis yang terlukis di bibirnya. Mereka lalu ke luar dari tempat itu dan berjalan di alun-alun kota. Beberapa tenda-tenda mulai tersusun di sepanjang jalan. Alunan musik terdengar sepanjang mereka berjalan. Beberapa orang terlihat berkumpul dan mulai bernyanyi.

Why usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang