Bab 29: Penculik

10 1 0
                                    

Felix terus berusaha mencari potongan informasi yang hilang. Dia merasa seperti melewatkan sesuatu. Akan tetapi tubuhnya tidak mampu lagi untuk bertahan. Pikiran serta badannya saling bertolak belakang. Pikirannya akhirnya mengalah dan mengikuti perintah dari tubuhnya. Dia sesekali menguap dan matanya perlahan menutup.

"Aku merasa sebaiknya .... "

Tiba-tiba dari luar tenda terdengar seperti langkah kaki seseorang. Felix terdiam sejenak. Dia berusaha untuk menghiraukan suara itu. Akan tetapi, suara tersebut kembali terdengar. Dia perlahan mengintip dari dalam tenda dan melihat ke luar dan melihat beberapa orang yang memakai seragam hitam berkeliling dan memasuki setiap tenda.

Apa yang mereka lakukan?

Beberapa lama kemudian, mereka keluar dengan menggendong anak-anak yang sedang tertidur. Felix mengerutkan alisnya dan melihat anak-anak itu tidak melakukan perlawanan sedikit pun. Felix yang melihat dari celah tenda hanya bisa terdiam.

Dia berusaha membangunkan adiknya yang telah tertidur dengan menepuk kaki adiknya. Akan tetapi, adiknya sama sekali tidak merespon. Tangannya dengan cepat mengambil ponsel dari dalam saku celananya dan menekan nomor milik pamannya. Beberapa menit kemudian, seseorang lalu mengangkatnya.

"Lix, ada apa?" tanya paman penasaran. "Kamu belum tidur?"

"Paman, ada beberapa orang berseragam masuk ke beberapa tenda yang berada di sekelilingku," ucap Felix dengan suara rendah.

"Lix, kamu sebaiknya bersembunyi di dalam tenda. Aku akan segera ke sana."

"Baik, Paman. Kami akan menunggu."

Felix lalu mengakhiri pembicaraannya. Tiba-tiba terdengar langkah kaki yang terdengar begitu jelas berjalan ke arah tendanya. Dia dengan cepat menyimpan teleponnya, memasukannya ke dalam kantong celana dan berpura-pura untuk tidur.

Beberapa menit kemudian, seseorang masuk ke dalam tenda Felix dan memeriksa menggunakan senter. Denyut jantung Felix kembali berdetak dengan kencang. Dia berusaha untuk bergerak dan tidak melakukan hal yang gegabah dengan mengatur pola napasnya.

"Lix, kamu harus tenang."

Dia terus mengulangi kata-kata itu di dalam benaknya. Beberapa menit kemudian, sosok itu lalu menjauhkan senternya dan menjauh dari tenda itu. Dia hanya bisa menarik napas panjang dan menyeka keringat yang mengalir dengan sendirinya.

"Ed, ayo bangun." Felix terus menepuk adiknya. Akan tetapi adiknya tidak bergerak seinci pun dari posisi awalnya.

"Sial, apa yang harus kulakukan!"

Beberapa menit menunggu, tetapi Pamannya tidak kunjung datang. Dia juga berusaha menelepon ibunya, tetapi tidak ada yang mengangkat teleponnya. Felix hanya bisa menghela napas diikuti dengan nada kesal. Suasana di dalam tenda juga yang panas dan lembap membuat suasana semakin panas. Dia sesekali menyeka keringat yang terus mengalir dan mulai berpikir.

"Aku harus ke luar dan memberitahukan hal ini kepada Ibu."

Dia lalu memutuskan untuk menyelinap ke luar sambil menggendong adiknya yang masih tertidur lelap. Akan tetapi, sebelumnya dia mengintip terlebih dahulu dari celah kecil tenda. Matanya berputar ke kiri dan kanan untuk memastikan tidak ada siapa-siapa di luar sana.

"Aku rasa sepertinya sudah aman."

Felix lalu menggendong adiknya dan perlahan membuka tendanya. Suasana di luar memang sangat sepi, udara dingin seketika menyambut hingga membuat tubuhnya sedikit menggigil. Dia berjalan perlahan tanpa menggunakan alas kaki sambil menggendong adiknya yang masih saja tertidur.

Why usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang