Wajah Felix seketika menegang. Denyut jantungnya terasa seperti akan berhenti. Dia melihat detik-detik penembakan itu. Badannya perlahan jatuh ke lantai. Namun, sebelunya Ibu juga sempat mengucapkan sesuatu dari bibirnya.
"Jaga adikmu."
Ibunya tersenyum melihat Felix dan seketika terbaring di lantai. Matanya perlahan menutup dan tangannya seketika lemas. Cairan merah mulai membasahi badannya hingga membuat pakaian yang dikenakannya telah menyatu dengan warna cairan itu.
Felix tidak mampu berkata apa-apa. Air mata terus mengalir tiada henti mengikuti bentuk wajahnya. Dadanya terasa sesak melihat hal itu semua. Dia kemudian menarik tangan Edward berdiri dan segera berlari ke arah Ibunya.
Beberapa langkah lagi mereka sampai. Akan tetapi, tiba-tiba Edward berhenti melangkah. Kepalanya terasa sakit luar biasa. Langkahnya menjadi sempoyongan. Dia hanya bisa berteriak cukup keras berusaha untuk menahan rasa sakit itu. Felix yang menengok ke belakang segera membantu Edward.
"Ed, ayolah kita sudah hampir sampai." Felix berusaha memberi semangat kepada adiknya.
"Kak, aku sudah tidak tahan."
Tiba-tiba Edward terjatuh lalu seketika menundukkan kepalanya. Badannya seketika kembali mengejang. Bola mata Felix seketika membesar. Dia terus memanggil nama Edward, tetapi adiknya sama sekali tidak membalas ucapannya. Air mata Felix semakin tidak terbendung membuatnya terus menggenggam erat saudaranya.
Beberapa detik kemudian, Edward sadar. Namun, warna matanya berubah menjadi merah layaknya warna bulan. Tatapan matanya tajam dan terlihat kosong ke depan. Mulutnya tersenyum lebar hingga sudut mulutnya terangkat. Dia lalu menaikkan perlahan wajahnya dan menatap kakaknya.
"Halo, Kakak." Suaranya terdengar berat berbeda dari sebelumnya.
"Ed, apa yang .... "
Energi asing tiba-tiba mengalir di tubuh Edward membuatnya memiliki kekuatan. Dia langsung mendorong Felix dengan keras. Felix terlempar cukup jauh dari posisinya. Badannya langsung menghantam permukaan kolom bangunan hingga membuatnya kesulitan untuk bergerak.
"Argh! Apa yang kamu lakukan Ed!" ucap Felix sambil meringis kesakitan.
"Dia sekarang sudah tidak ada." Sosok yang berada di dalam tubuh Edward membalas ucapannya. "Namaku Legion," ucapnya dengan tawa cukup keras.
"Sial! Kembalikan Adikku!
"Oh, aku sangat menyukai tubuh ini." Dia menggerakkan jemarinya dan memutar lehernya. "Wadah yang sangat menjanjikan."
Jeshina yang mendengar percakapan tersebut langsung menyadari bahwa itu adalah sosok yang dicarinya. "Tuan Legion," ucap Jeshina menyela pembicaraan mereka dan langsung berjalan mendekat ke arahnya. "Kami sangat senang akan kehadiran Anda di dunia ini." Jeshina langsung menundukkan kepalanya.
"Ah Two face. Aku sangat senang kamu telah menjalankan sesuai dengan perintahku." Matanya melihat ke arah Jeshina dan langsung menepuk pundak Jeshina. "Akan tetapi, aku masih membutuhkan wadah untuk bisa mendapatkan wujud yang sempurna."
"Kami sudah menghubungi anggota Legion yang lainnya. Mereka telah mulai melaksanakan ritual yang Anda perintahkan."
"Bagus, aku berharap kamu bisa menjadi teladan bagi yang lainnya," ucapnya dengan senyum menyeringai.
"Iya, Tuan. Aku tidak akan pernah mengecewakan Anda," kata Jeshina dengan tegas. "Tuan, aku merasa tempat ini akan runtuh." Jeshina melihat runtuhan bangunan mulai berjatuhan. "Aku merasa sebaiknya kita meninggalkan tempat ini."
"Ide yang bagus."
Mereka berdua lalu berjalan meninggalkan Felix. Reruntuhan bangunan yang semakin banyak berjatuhan. Debu mulai menyelimuti tempat itu. Felix berusaha menggerakkan badannya, tetapi tubuhnya sudah tidak sanggup untuk bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why us
Mystery / ThrillerFelix, Edward dan ibunya merupakan salah satu dari keluarga sederhana di sebuah kota. Mereka bertiga hidup normal seperti keluarga pada umumnya. Akan tetapi, suatu peristiwa aneh muncul. Sebuah tanda berbentuk rantai hitam tiba-tiba muncul di pergel...