Pitu : Dunia kehidupan Yaswa

276 42 8
                                    

"Ini sepertinya cerita paling kocak tentang dia."

.

.

.

Bekasi, April, 2004.

Pagi hari di mana mereka baru saja selesai melakukan hal sesat semalam, tiba - tiba Yaswa membangunkan Danur untuk mengantarkannya ke supermarket, mau membuat sesuatu katanya, daripada mereka bosan di rumah. Danur sejujurnya tidak yakin dengan permintaan Yaswa, memang Yaswa terlihat tidak apa - apa, tapi dari cara jalannya yang tertatih, Danur mengerti apa yang Yaswa rasakan.

Ya... Bukan berarti ia pernah merasakannya.

Rumah Yaswa masih sepi, kata Yaswa, baik Nataya maupun Lanang memang sudah menikah dan berbeda rumah, sedang orang tua Yaswa memang suka tidak ingat umur, karena kadang mereka jalan - jalan berdua dengan alasan urusan pekerjaan, aneh - aneh saja. Yaswa jadi kadang tidak percaya kalau orang tuanya bilang ada urusan pekerjaan, pasti dalam hati Yaswa menuduh yang tidak - tidak, cukup dia jadi bungsu, mana mau dia punya adik.

"Eh Yaswa, mau ke mana pagi - pagi? Udah bersinar aja tuh wajah, pasti mau jalan - jalan nih." Dan tentu, pagi hari itu tak luput dari tetangga rempong nan punya rasa ingin tahu yang tinggi alias kepo.

"Iya, jalan - jalan pagi, bu." Yaswa menjawab seraya tersenyum, tapi dalam hati ia mengutuk Danur yang kenapa lama sekali membenahi si biru alias motornya yang butuh dibenahi sedikit karena suara mesinnya sangat tidak mengenakkan telinga.

"Ohhh-eh, itu lehernya kenapa?" Mendengar itu, Yaswa panik sendiri, sampai ia menendang - nendang Danur yang kebetulan ada di samping kakinya.

"Bentar, dikit lag-" Danur menghentikan ucapannya kala melihat Yaswa yang mendelik tajam ke arahnya, Danur mengintip sedikit, ternyata ada ibu - ibu yang terus bertanya pada Yaswa.

Yaswa menunjuk ke arah lehernya yang terdapat karya seni Danur semalam, membuat Danur pada akhirnya mengerti apa yang ditanyakan si ibu - ibu pada Yaswa.

"Aduhh akhirnya, dah yuk berangkat, sekalian beli obat nyamuk, kan semalem banyak nyamuk tuh di kamar lu, gua enak sih di kamar tamu, jadi kaga ada nyamuk, permisi dulu ya bu." Danur berucap panjang lebar, membuat si ibu - ibu mengernyit heran, tapi pada akhirnya mengangguk saja dan meninggalkan mereka berdua.

Yaswa mendengus kesal setelahnya, "Ada - ada aja sih, kamu juga ngapain lama banget benerinnya? Gatau apa kakiku tadi kesemutan?"

Lagi, Yaswa yang marah - marah pada Danur kalau ia tidak bisa marah - marah pada orang lain.

"Maaf atuh, udah ayo naik, katanya kesemutan, kasian ntar semutnya ganti jadi kemanusiaan." Yaswa lagi - lagi hanya mendengus lantas duduk duluan di atas motor, tapi saat Danur selesai memakai helm nya dan duduk di atas motor, tiba - tiba Yaswa mencubit keras perut Danur.

"ANJIR SALAH GUA APA LAGI?!"

"HELM GUA MANA?!"

"ASTAGHFIRULLAH GAUSAH TERIAK TERIAK NAPA, NIH."

 "LU YANG TERIAK DULUAN, AH SINI GUA YANG NYETIR."

"BISA LU KOPLING?"

"NGGA."

Ya, mungkin si biru pun sudah bosan mendengarkan pertengkaran dua orang ini.

"Yaudah, gausah sok sok an! Sini pegangan, kita gas ngeng." Danur menarik tangan Yaswa untuk melingkar di perutnya, sebenarnya jok motor Danur tidak menyiksa punggung seperti motor satunya lagi, tapi Yaswa kadang suka tiba - tiba hampir jatuh di atas motor, entah linglung atau melamun.

Violin and Guitar | Jongsang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang