"Semakin dekat, dan semakin dekat."
.
.
.
Bekasi, Februari, 2004.
"Yah ngenes si Danur kaga ada pasangan."
"Bang, terkadang diem aja itu perlu."
14 Februari, hari yang akan benar - benar Danur kutuk selamanya. Semuanya bertukar kasih hari ini, seperti yang dilakukan oleh Sambara, Umbara, dan Yukti pada pasangan mereka masing - masing.
Danur hanya melihat seraya tersenyum miris, duh ada rasa ingin mengajak Yaswa tapi sebatas teman, yang ada semakin diledek dia. Danur menyimak saja gombalan garing mereka seraya minum soda, ya agak bingung juga kenapa banyak yang suka dengan gombalan garing begitu.
Di tengah acara minum soda, tiba - tiba ponsel Danur berdering, tanda ada pesan masuk. Rupanya, ada satu pesan dari Yaswa, yang membuatnya antusias seketika.
Danur, ketemuan yuk?
Soda yang tadinya mau masuk kerongkongan tiba - tiba keluar lagi melalui hidung. Apa yang ada di pikiran Yaswa sekarang? Kenapa tiba - tiba main dor saja? Jadi kaget Danur.
Ah Danur jadi malu, seharusnya ia yang bergerak duluan, tapi akhirnya ia membalas juga pesan Yaswa. Jantungnya berdetak kencang, duh ia jadi gugup, sekaligus kaget juga, sang cakrawala masih baik - baik saja, tak ada guntur tak ada hujan, pun langit malam juga terang - terang saja.
Tak lama memang Yaswa menjawab, walau membuat lebih kaget lagi karena Yaswa meminta Danur untuk datang ke rumahnya. Tapi tak apa, Danur juga pada akhirnya langsung berlari bak orang kesetanan untuk pergi dari neraka berkedok rumah Yukti itu, membuat mereka agak terkejut juga melihat Danur yang langsung keluar rumah, tapi mereka berpikir baik saja, mungkin Danur ingin cari angin.
Ya... karena Danur hanya menggunakan kaus hitam polos berlengan pendek dengan celana panjang saja.
Udara malam begitu dingin menusuk kulit, tapi Danur masa bodoh saja dengan itu, yang penting ia bisa menuruti permintaan Yaswa sekarang, takut - takut ada hal penting. Hatinya tak tenang, ia takut ditendang duluan dari rumah Yaswa karena berbeda kasta oleh orang tua Yaswa, tapi Danur tidak tahu juga ada orang tua Yaswa atau tidak, menebak - nebak saja.
Oh tentu Danur berpengalaman dengan hal begini, seperti tak direstui duluan kala mendengar kalau Danur bukan dari keluarga kalangan atas dan berasal dari keluarga kalangan menengah ke bawah, tapi itu juga tak membuatnya trauma, untuk apa trauma pada hal begitu?
Ia memang dari keluarga kalangan menengah ke bawah, tapi yang penting ia bisa kuliah dan menemukan cinta yang lebih baik dari sebelumnya, betul?
Rumah Yaswa benar - benar terang malam ini, pintu rumahnya pun terbuka, terdengar pula canda tawa dari dalam. Danur sedikit ragu kala baru menginjakkan kakinya di halaman rumah Yaswa, tapi naluri dalam hatinya berkata kalau ia harus terus berjalan dan menemui Yaswa, karena ia juga sudah setuju dengan ajakan Yaswa.
Baru Danur sampai di teras, tiba - tiba Yaswa sudah berlari ke arahnya dan langsung menarik tangannya masuk ke dalam rumah, membuat ia agak terkejut, tapi ia hanya mengikuti ke mana Yaswa melangkah. Benar saja, Danur langsung telan ludah kasar kala melihat Yaswa membawanya di hadapan pasangan paruh baya yang sepertinya adalah orang tua Yaswa, terlihat dari mereka yang lumayan mirip wajahnya.
"Aku mau keluar sama dia, yah, bun, boleh ya?"
Oh, untuk minta izin rupanya.
Danur berusaha menahan senyumannya, betapa lucunya Yaswa sekarang, bagaimana netra hazelnya menunjukkan binar karena berusaha memohon pada sang ayah dan bunda, juga bagaimana pipinya menggembung lucu, mencoba meluluhkan hati orang tuanya. Orang tua Yaswa lebih dulu menatap ke arah Danur, seolah bertanya apa benar perkataan Yaswa, yang langsung diberi anggukkan oleh Danur
KAMU SEDANG MEMBACA
Violin and Guitar | Jongsang [END]
Acak"Orang ganteng main gitar, orang cantik main biola, cocok." Yaswa si pemain Biola dan Danur si pemain Gitar, bertemu dalam suatu festival lantas mulai saling bercerita dan dekat. ! note ; jongho as dom, lokal au dengan nama lokal. ! cw//tw ; bxb-mpr...