Tiga Dasa Gangsal : Terima Kasih Sudah Ungkap

195 30 14
                                    

"Dan tentu, papa tidak akan mengakhiri ceritanya di sini."

An : blood.

.

.

.

Bekasi, April, 2005.

"Itu namanya mimisan goblok, bukan pendarahan, kalau pendarahan juga sekarang Yaswa udah ga santai di sini."

Danur kesal sekali rasanya, sudahlah dibuat khawatir rupanya Yaswa hanya mengalami mimisan, dan Yuwa yang dimarahi hanya menyengir tak berdosa. Hampir saja tadi rasanya jantung Danur pindah ke lambung karena Yuwa berkata demikian, rupanya hanya akal - akalan karena ia ingin cepat pulang ke rumah.

Lihat saja Yaswa yang masih dengan santai duduk seraya menimang Ira dengan tisu yang menyumpal hidungnya sebab mimisan tadi, saking paniknya Yuwa sampai Yuwa menyumpal hidung Yaswa dengan tisu. Lihat bagaimana kini Yaswa tengah tertawa bersama Ira dengan kancing atas yang terbuka karena sepertinya Ira benar - benar menghabiskan nutrisi dari Yaswa dengan begitu banyaknya.

"Hehe, maaf, Nur, gua udah boleh balik belum?" Yuwa bertanya dengan cengiran khas nya.

"Bolehlah, Ira mau lu bawa lagi?"

Yuwa melirik sejenak ke arah Ira yang tampak senang bermain dengan Yaswa lantas mengangguk, "iyalah, kan gua bilang kalau gua rawat Ira sampai Yaswa sembuh-kalau bisa."

"Doain aja, gua juga sedih lihatnya." Danur menghela nafas berat seraya menatap ke arah Yaswa yang tengah tertawa riang dengan Ira, lantas ia rasakan tepukan pelan di bahunya.

"Lu juga, kuatin bini lu, bikin dia bahagia pokoknya, bisa aja besok udah akhir hayat dia, kasih kesan kalau dunia tuh ga selamanya jahat sama dia," Yuwa menjeda ucapannya sejenak, ikut menatap ke arah Yaswa yang masih terus bercanda, "walau dia udah jauh melangkah, tapi dia ga sekuat yang lu lihat, kesan trauma dari dua keluarga tiri bangsatnya pasti terngiang di kepala."

Ah, trauma, Danur jadi mengingat apa yang dikatakan Lanang tadi. Dadanya mendadak sesak karena merasa kesal sekaligus marah, beruntung ia masih punya rasa kemanusiaan, jadi ia tak akan dengan tega menambah pasal hukuman Lanang walau sebenarnya ia sangat ingin melakukannya.

"Gua masih penasaran, sebenarnya ibu kandungnya Yaswa ke mana?" Yuwa terlihat terkejut mendengar ucapan Danur, seolah Danur baru saja menanyakan rahasia negara kepada presiden yang diberi gelar adil padahal tidak sama sekali.

"Wah, baru lu doang yang nanya nih, Nur," Yuwa melirik sejenak ke arah Yaswa, lantas mendekatkan bibirnya ke telinga Danur untuk berbisik, "lu tahu kan kalau Thalassemia itu penyakit keturunan? Selain kena Thalassemia, ibunya Yaswa juga-ah jangan deh ntar lu tambah kesel."

"Alah kasih tahu aja." Danur jadi ikut berbisik, memaksa Yuwa untuk bercerita.

"Iya deh, ibunya Yaswa bunuh diri, awalnya tuh ibunya Yaswa terima aja walau om Sean nikah lagi, tapi ternyata ibunya Yaswa dapat tekanan, dikata - katain sama si nenek lampir, gua dengar, ibunya Yaswa dikata - katain lemah, pembawa penyakit, penyakitan, nyusahin, ah lu tau lah kalau orang udah ngata - ngatain kaya gimana," Yuwa kembali menjeda sejenak, menetralkan nafasnya yang mendadak sesak, "Yaswa sekolahnya diberhentiin, Yaswa ga boleh bebas, Yaswa harus ada di bawah kendali si nenek lampir, Yaswa dilecehin sama si Lanang, Yaswa dibikin menderita, ibunya ga kuat, dia merasa bersalah sama Yaswa, mereka jahat sama Yaswa, Nur,"

"Lagi, rumor kampus tentang Yaswa, lu dengar sendiri semenjak ada yang mergokin lu nganterin Yaswa ke Gereja-"

"Tunggu, ada yang ngikutin gua?" Danur memotong ucapan Yuwa, ia ingat betul kala ia mengantar Yaswa ke Gereja dan Yaswa bertemu dengan Ryan, ia tidak tahu kalau ada yang mengikutinya.

Violin and Guitar | Jongsang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang