Wolu : Yaswa dan segala ceritanya

240 38 7
                                    

"Dia mulai menceritakan segalanya."

.

.

.

Bekasi, Mei, 2004.

'Nak, kita sepertinya pulang dua minggu lagi, mas sama kakak sibuk semua, kalau butuh apa - apa ngerepotin Sambara atau Yuwa sebentar juga tidak apa - apa, kok, atau minta tolong ke Danur buat menemani kamu sementara lagi juga tidak apa - apa.'

"Dih diundur lagi diundur lagi, ga pulang - pulang, ini juga kok bisa kenal Danur? Intel kah?"

"Ya kan gua sering ke sini terus telponan ama lu dodol."

"Dih ngatain, tendang sini."

"Ampun ndoro."

Sore hari yang tenang untuk Danur yang baru pulang kuliah dan langsung menemani sang ndoro nyai kesayangannya karena memang ia menginap lama di rumah Yaswa, bahkan sampai membawa sebagian pakaiannya kemari. Sudah mendapat restu juga, karena tempo hari lalu, orang tua Yaswa pernah menghubungi Yaswa kala Yaswa tengah tidur, jadi ia yang menjawab panggilan itu.

Dan ternyata, direstui juga dia untuk menemani Yaswa, disuruh menginap pula, indahnya. Untuk urusan perasaannya ia belum berani, ya walau kemarin sempat mengatakannya pada Yaswa, tapi Yaswa belum memberikan jawaban, dan juga belum tentu ia direstui untuk menjadikan Yaswa miliknya, walau mereka sudah... Ya begitulah.

Sebenarnya sore ini tak begitu tenang bagi Danur, karena tiba - tiba Yaswa ingin bermain layaknya dalam spa bersama Danur, tapi Danur yang melayani dirinya. Katanya, Yaswa kangen main begini dengan Sahadya dan Nataya, jadi pada akhirnya ia ajak juga Danur main begini, Danur mah iya - iya saja, yang penting sang ndoro nyai kesayangannya ini senang.

"Jujur, aku merasa geli waktu kamu cuci kakiku begini." Ya, kini Danur tengah mencuci kaki Yaswa, walau Yaswa sendiri sejujurnya sudah mandi, tapi ya karena Yaswa ajak main begini ia lakukan saja.

"Kenapa geli? Gua perasaan cuma cuci kaki lu doang, kaga gua gelitikin."

"Bukan itu, cuma malu aja, kan kaki tuh kotor."

Danur tertawa kecil seraya menggulung kembali lengan kausnya yang sempat turun, "Kotor mana ama kaki gua? Nih, kaki lu mulus putih begini kaga berdaki, apa kabar kaki gua yang suka masuk sepatu sama turun ke tanah? Liat nih, udah dekil, pecah - pecah lagi."

Danur menunjukkan telapak kakinya, membuat Yaswa mengernyit, "Se kotor itu ya lingkungan luar?"

"Iya, saking kotornya, sampai hati lu juga bisa ikut kotor karena dunia." Danur menjawab seraya terkekeh, masih juga ia mencuci kaki Yaswa, seraya mengagumi kaki Yaswa juga, sih.

"Ohh, aku keluar cuma sebatas buat ikut kompetisi biola atau diundang ke suatu tempat sama ke Gereja, sekolah aja kudu homeschooling, mana sekarang pengen kuliah ga dibolehin malah disuruh nganggur di rumah, ini les biola juga temen ayah yang ngajarin, privat lagi, mana temen cuma Sambara doang karena dari zaman zigot udah dikenalin sama bunda, kenal Yuwa aja perantara Sambara yang sering bawa kemari, kenal kak Sahadya juga gara - gara ketemu di suatu festival, pengen deh kaya kamu, bisa kuliah, ngelakuin hobi, punya banyak temen, tapi ayah sama bunda suka ngelarang." Yaswa mengerucutkan bibirnya setelah berucap begitu.

Danur menaikkan salah satu alisnya mendengar ucapan Yaswa, "Pacarmu?"

"Itu temennya mas Lanang, eh... Siapa ya namanya, ih lupa." Yaswa melengkungkan bibir bawahnya, mencoba mengingat siapa nama kekasihnya, tidak, mantan kekasihnya.

"Jumpscare banget, tiba - tiba dia nembak aku waktu aku baru selesai les biola, eung siapa ya namanya-OHHH MAS RYAN." Yaswa menepuk tangannya kala ia berhasil mengingat siapa nama mantan kekasihnya, membuat Danur hanya geleng - geleng kepala.

Violin and Guitar | Jongsang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang