Songo : Dua berita dalam satu hari

219 36 19
                                    

"Sekali lagi, ini sangat awikwok."

.

.

.

Bekasi, Juni, 2004

Ya, hari di mana Danur akhirnya merasakan kasur keras kostnya lagi. Orang tua Yaswa sudah pulang, jadi ia juga bisa pulang ke kostnya, rindu juga ia mendengar suara ayam jantan Yukti dan suara burung bapak - bapak tetangga sebelah.

Tapi, Danur tidak senang, ia tidak bisa lagi merasakan masakan Yaswa, ya walau awalnya hancur lebur tapi pada akhirnya enak juga. Danur lagi - lagi harus menatap jejeran stock mie instan yang sudah bagai pleton upacara di kala senin, juga obat lambung yang begitu banyak di kotak obatnya.

Namanya kotak obat, tapi isinya hanya obat lambung saja, karena ia suka maag.

Kamar kostnya sangat berdebu, radio juga televisi yang ada di sana pun ikut berdebu. Danur ini maruk sekali, sudah ada radio, harus ada televisi pula, Danur juga sejujurnya bosan dengar radio, isinya politik semua, sekalinya hiburan tiba - tiba hilang sinyal.

"Duh biarin gue rebahan bentar aja." Danur merebahkan tubuhnya seraya menggumam sendiri, angin sore itu benar - benar membuat dirinya mengantuk, hebat sekali.

Danur sudah hampir memejamkan matanya, tapi tiba - tiba ponselnya berbunyi, membuat ia lantas berdecak kesal. Danur menaikkan salah satu alisnya kala melihat nama 'Calon bini' terpampang jelas di layar ponselnya, tapi pada akhirnya ia angkat juga panggilan Yaswa.

"Danur, ayah... mau ketemu."

Danur sontak bangun dari posisinya, "Hah? Ada apa garangan? Gua bikin salah ap-"

"Sssttt, udah ke sini cepet."

"Iya deh, gua lagi mau jalan nih."

"Ditunggu, gpl."

Yaswa mematikan panggilan secara sepihak, membuat Danur jadi semakin curiga dengan perasaan yang tidak enak. Dia buat salah apa dan ada urusan apa dengan kepala keluarga Jagapati itu? Ia rasa ia tidak menyakiti atau membuat luka pada tubuh Yaswa sejengkal jadi pun.

Danur sengaja memelankan kecepatan motornya saking gugupnya, ia takut kalau nanti ia disidang yang tidak - tidak, apalagi ia sadar kalau ia habis melakukannya dengan Yaswa. Kalau memang kabar itu, maka Danur akan bertanggung jawab, tapi ia juga berpikir kalau ibunya pasti akan kecewa, duh dia jadi teringat ibunya yang sakit - sakitan setelah ayahnya tiada.

Danur melamun selama perjalanan, sampai ia tak sadar kalau ia melewati rumah Yaswa, sampai - sampai ia harus putar balik lagi. Danur semakin gugup kala melihat mobil sedan milik Lanang yang ada di halaman rumah Yaswa, perasaannya jadi semakin tidak enak.

Danur mengusap dadanya, mencoba untuk tenang, tapi baru ia ingin ketuk pintu, tiba - tiba pintu terbuka dengan Lanang yang langsung menarik kausnya, membuat ia begitu terkejut bukan main.

"Lanang! Jangan pakai otot!" Sang kepala keluarga memisahkan Lanang dan Danur yang hampir saja adu otot.

"Urusan sama dia harus dikasih otot, yah!"

"Lanang Tyaga! Ayah ajarkan apa kamu dulu? Jangan semuanya pakai otot, kita bicara baik - baik."

Lanang terlihat mendengus kesal, menatap nyalang sejenak ke arah Danur lantas masuk ke dalam rumah. Sang ayah hanya menghela nafas seraya menatap Danur dengan tatapan sendu, lantas mempersilakan Danur untuk masuk.

Danur semakin gugup kala masuk ke dalam, ia dapat bertemu dengan Yaswa, sang bunda, dan tentunya Lanang. Ia semakin gugup kala melihat tatapan Lanang yang begitu sinis dan tajam, juga tentu tatapan Yaswa yang terlihat takut juga tatapan sang bunda yang terlihat kecewa.

Violin and Guitar | Jongsang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang