Kalih : Cuma Teman Biasa

549 69 29
                                    

"Kusangka kita spesial, eh teman biasa."

.

.

.

Still on Januari, 2004.

Pagi hari yang indah, ayam berkokok, burung bercuit, juga langit yang begitu biru dan bersih. Tapi, di pagi hari ini, Danur sudah berhadapan dengan motor bututnya yang rusak begitu saja, padahal ia harus ke studio hari ini. Danur bisa saja minta tolong pada Yukti, apalagi rumahnya bersebelahan dengan rumah Yukti.

"Galau amat, ngapa?" Kebetulan sekali Yukti tiba - tiba sudah ada di depan rumahnya, dengan motor tentunya.

"Nih, ngambek lagi, motor baru bang?" 

"Ohh ya ya dong, tapi ini bekas sih, kasihan liat orang jualan, mana murah banget lagi."

Danur menatap sinis ke arah Yukti yang hanya menyengir bagai tak bicara apa - apa. Ya, Danur akui kalau Yukti memang dari keluarga kaya, tapi Yukti lebih milih menjadi tukang bengkel dan lepas dari keluarganya, tapi tetap saja Yukti bisa tumbuh subur tanpa kekurangan.

Ya, tapi menjadi tukang bengkel juga karena itu hobi Yukti, sih.

"Iya dah, bareng dong bang." Danur berkata seraya langsung naik ke atas motor Yukti hingga membuat Yukti sedikit oleng, padahal Yukti belum bilang boleh atau tidak.

"Ah elah wa, kaget gua demi, hayuk lah ga-"

Belum Yukti bicara, tiba - tiba ponsel Danur berbunyi, buat Danur harus kembali turun dan cepat - cepat menekan tombol berwarna hijau. Yukti hanya menggeleng karena dirinya lagi - lagi oleng, apalagi tadi Danur melompat turun.

"Halo, kenapa yas?"

'Pantes.' Batin Yukti seraya mendengus.

"Sibuk ngga?"

"Oh ngga dong, gua mah kaga pernah sibuk."

"Ih nggi ding, gii mih kigi pirnih sibik." Yukti mengejek ucapan Danur dengan wajah yang begitu menyebalkan, tapi tentu tak dipedulikan oleh Danur.

"Ga pengen ngerepotin cuma gimana ya, Sambara juga udah ga di rumah, keluarga gue udah pada berangkat, bisa anterin gua ke tempat ibadah ga? Ntar gua kasih tahu tempatnya." 

Danur mengernyit bingung, tapi ia tetap menjawab, "Bisa atuh, nih gua udah mau di jalan, tungguin ya."

"Siap, oh iya, rumah gua ada di sebelah rumah Sambara, cat nya warna putih, rumahnya sederhana, ga gede gede amat."

"Siap!"

_________________________________

"Letak sederhananya di mana anjing?!"

Setelah menerima panggilan dari Yaswa, pada akhirnya Danur benar - benar berangkat menuju rumah Yaswa, yang katanya sederhana. Danur menggunakan motornya sendiri, karena tiba - tiba tadi bisa menyala, beruntung sekali.

Umpatan tadi adalah kata pertama yang Danur ucapkan kala melihat betapa elit nya rumah Yaswa, dompet dan motor bututnya sepertinya kini tengah menangis melihat rumah Yaswa. Danur sedikit lupa kalau Sambara tinggal di kawasan elit, ya pasti rumah Yaswa akan sangat sangat jauh dari kata sederhana dan kecil.

Danur ragu - ragu ingin masuk, ia jadi merasa kalau sepatu butut nan lusuhnya tak pantas untuk berada di tempat begini. Baru sampai depan rumah saja Danur sudah ingin putar balik dan pergi ke studio saja, tapi ia juga sudah iya - iya saja saat Yaswa meminta tolong pada dirinya.

Violin and Guitar | Jongsang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang