"Berapa kali papa cerita tentang kejadian awikwok?"
.
.
.
Kudus, Juli, 2004.
"Peh manten anyar gendong - gendongan, beuh beuh, iri aku iri."
Pagi itu, tidak ada yang salah sebenarnya, hanya saja, Danur terlihat menggendong Yaswa keluar untuk sarapan. Mereka menaruh curiga, tapi juga memperhatikan area leher Yaswa, tidak terdapat apa - apa, membuat mereka jadi bertanya - tanya.
Ya... mari kita rangkap mereka itu sebagai segenap anggota Flying In Love dan kekasihnya.
"Sakit pinggulnya, pagi - pagi udah nangis karena ga bisa bangun." Danur menjawab seraya mendudukkan Yaswa di kursi kosong sebelah Yuwa, benar kata Danur, pagi tadi Yaswa menangis-lagi-karena pinggulnya yang begitu nyeri.
"Nyeri habis ngan-hmphh."
"Makan dulu itu, jangan ngomong, nanti keselek aku gamau nolongin."
Tidak lengkap pula tanpa perdebatan Yukti dan Hesta, pasangan yang seperti tak ada hentinya untuk saling menistakan dan menyiksa. Yang lain hanya mengernyit ngeri, terutama Ajeng yang kurang terbiasa melihat pasangan seperti Yukti dan Hesta ini.
Danur hanya geleng - geleng kepala, lantas belum juga ia mengambil nasi, tiba - tiba Ajeng sudah berdiri lebih dulu dan memberikan nasi pada piringnya juga Yaswa, lantas tersenyum ke arah Danur kala Danur hendak menghentikan Ajeng, seolah mengatakan kalau tidak apa - apa.
Aku berharap punya kakak sebaik mbak Ajeng.
"Habis ini langsung periksain Yaswa nya, takutnya dia kenapa - napa." Ucap Ajeng setelah kembali duduk di tempatnya, dibalas anggukkan oleh Danur.
Yaswa yang mendengarnya lantas tersenyum samar, bahkan tak terlihat tersenyum karena ia juga sedang mengunyah makanannya. Yuwa sudah siap sedia bila Yaswa makan berantakkan, karena sahabatnya itu kalau makan nasinya ke mana - mana, padahal lauknya dalam mulut, sudah seperti balita yang makan bersama ibunya.
Tak ada yang bersuara setelahnya, hanya suara dentingan antara sendok dan piring. Ah iya, mereka menginap, katanya masih malas kembali, karena keadaan di sana panas sekali, sedang di sini begitu sejuk. Ajeng juga hanya iya - iya saja, toh, banyak kamar kosong, apalagi rumah Danur begitu luasnya, jadi lumayan ramai kala mereka menginap, kan Ajeng jadi senang, karena selama ini ia hanya berdua dengan Ryan kala Danur di Bekasi, sepi pula rumahnya.
Danur dan Yaswa lebih dulu selesai makan dengan cepat, padahal mereka yang sampai terlambat, lantas segera pamit untuk mengantarkan Yaswa sesuai apa yang dikatakan oleh Ajeng. Berbeda dengan Danur yang naik motor kala di Bekasi, kini Danur naik sepeda antik milik sang bapak dulu, yang masih terlihat mulus walau disimpan lama dalam gudang.
"Berdiri bentar, aku mau bersihin bentar aja, kuat kan?" Yaswa menganggukkan kepalanya lantas turun dari gendongan Danur, untung pinggulnya sudah tak begitu sakit.
Kalau kalian ingin membayangkan pakaian mereka, coba bayangkan saja Yaswa yang menggunakan kain jarit sebagai bawahan dan kemeja putih polos sebagai atasan, oh juga surai coklat nya yang dikuncir karena memanjang. Danur tidak rapi sekali, ia hanya menggunakan celana panjang hitam dan kaus hitam polos, duh sudah seperti preman pasar yang mau palak orang, apalagi wajah Danur yang terkesan galak melengkapi sekali.
Tapi, Danur terlihat tampan juga.
Alasan Yaswa lebih memilih pakai kain sebagai bawahan adalah karena lukanya kemarin akan sakit bila ia memakai celana, membuatnya begitu tersiksa, apalagi pinggulnya juga ikut sakit nantinya. Danur sebagai pasangannya juga iya iya saja, yang penting Yaswa nyaman, kan kasihan kalau nantinya Yaswa tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violin and Guitar | Jongsang [END]
Diversos"Orang ganteng main gitar, orang cantik main biola, cocok." Yaswa si pemain Biola dan Danur si pemain Gitar, bertemu dalam suatu festival lantas mulai saling bercerita dan dekat. ! note ; jongho as dom, lokal au dengan nama lokal. ! cw//tw ; bxb-mpr...