Tiga Dasa Sekawan : Rindu

179 26 28
                                    

"Masih banyak yang harus diceritakan, seperti sekarang."

An : kissing scene, masih kuatkah kalian? :)

.

.

.

Bekasi, April, 2005.

Danur terusik kala sinar matahari masuk melalui jendela, juga merasakan lengannya yang memberat. Dengan mata setengah terbuka Danur melirik ke samping, Yaswa tidur dengan nyaman di lengannya, ah baru ingat semalam Danur memutuskan untuk tidur di samping Yaswa setelah bernyanyi ketimbang tidur di bawah.

Semalam mereka tidur dengan posisi saling mendekap, tapi mungkin karena Danur yang berpindah posisi saat bangun, jadi malah terlihat Danur yang tidur telentang dan kini Yaswa yang tidur miring ke samping di atas lengannya. 

Lagi - lagi Danur menatap wajah cantik yang tak tertutup walau pucat itu, bahkan semburat merah masih terlihat di sana. Danur mengusap pipi Yaswa dengan ibu jarinya guna membangunkan Yaswa karena pagi hari sudah datang dan sebentar lagi perawat akan datang membawa makanan, rupanya Yaswa juga terusik karena Danur dan mulai mengerjapkan mata.

Mata setengah terpejam dan lengan yang mengalung lingkar di lehernya, Danur terkejut dengan perlakuan Yaswa. Wajah mereka terlampau dekat, Yaswa masih berusaha mengerjap dan membuka mata, lantas menatap ke arah Danur yang begitu dekat dengannya setelah ia berhasil membuka mata.

"Um... pagi." Yaswa berucap lirih, dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Pagi juga, ada apa gerangan memposisikan diri begini?" Pertanyaan yang diiringi lengan kekar itu perlahan melingkar apik di pinggang Yaswa, membuat Yaswa sedikit terkejut dilihat.

"A-ah, aku kayanya tadi ngelindur." Yaswa tertawa canggung, dengan semburat merah yang begitu kentara entah mengapa.

"Gamau dilepas?" Yaswa mengerjap cepat lantas hendak melepas lengannya yang melingkar di leher Danur, tapi lengan Danur yang melingkar di pinggangnya semakin erat, membuat ia sulit untuk lepas.

"Mas kangen suatu hal yang biasa kita lakukan di pagi hari deh." Danur menatap tepat ke arah bibir Yaswa yang sedikit pucat itu, belum Yaswa bicara, tiba - tiba pintu ruangan mereka terbuka, menampakkan perawat yang dengan canggung langsung menaruh nampan sarapan milik Yaswa ke nakas dan berlalu keluar.

"Apa?" Yaswa bertanya, mencoba mengingat apa yang biasa mereka lakukan di pagi hari kecuali menenangkan Ira yang menangis.

Danur berdecak kesal, ia semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Yaswa lantas menyatukan bibir mereka, membuat Yaswa yang perlahan bingung kini mengerti apa yang Danur inginkan. Danur sedikit kasar kali ini, seolah ia sudah lama tak merasakan labium itu ia lumat, Yaswa yang berusaha mengimbangi agar Danur tak terbawa semakin dalam.

Tengkuk yang ditahan dan rematan di surai yang semakin kuat, mereka hampir terbawa dalam jika saja Yaswa tak cepat menyudahi. Deru nafas mereka terdengar setelahnya, seolah memenuhi ruangan dengan detak jantung yang begitu keras, netra mereka saling bertatapan, menatap dalam seolah hendak memenuhinya. 

Kedua kalinya seolah tak puas, Danur kembali membuat Yaswa bungkam dengan ia yang langsung meraup labium tipis itu, membawanya kembali dalam naluri hangat dan sentuhan yang bagaikan sebuah candu. Uap sarapan menguap seiring dengan mereka yang masih saling melumat, lantas kembali lepas karena Yaswa yang meminta.

"Terima kasih." Yaswa tersenyum kecil di sela helaan nafas yang memburu, mengangguk kecil sebagai jawaban.

"Sarapan, yuk?" Senyuman yang semula mengembang itu luntur disertai gelengan kecil.

Violin and Guitar | Jongsang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang