Enam welas : Dia yang sempurna

208 35 11
                                    

"Ini kejadian yang akan terus papa ingat bahkan sampai papa mati sekalipun."

Masih ada yang antusias kah bung? Ini full uwu ya, rehat bentar.

.

.

.

Kudus, September, 2004.

Pagi hari di mana kini Yaswa tengah menimang Ira seraya menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sekalian juga Yaswa menjemur pakaian yang tadi ia cuci secara manual, walau ia terlihat lemas sekali, tapi tubuhnya masih bisa memiliki energi yang lumayan dapat digunakan untuk beraktivitas.

Danur katanya sedang mencari tiket menuju kota yang menjadi topik perbincangan kemarin, sejak pagi buta Danur mencari, tapi belum kunjung pulang, mungkin mampir - mampir sejenak atau motor vespa yang dulu milik ayahnya mogok di tengah jalan. Yaswa malas curiga, siapa juga yang mau menggoda Danur? Yang ada nanti dia maju paling depan untuk menampar si penggoda dengan kata - katanya.

Ya, lupakan, mari kita kembali pada Ira yang tertidur di gendongan Yaswa. Beruntung Yaswa sudah pernah diminta menjaga anak bayi Nataya, jadi ia juga mengerti caranya menggendong bayi dengan kain. Ira tak rewel seperti kemarin, masih tertidur tenang di tengah Yaswa yang tengah menjemur pakaian.

Sesekali Yaswa menepuk - nepuk pelan-maaf-pantat Ira kala Ira merengek atau merasa tak nyaman, mungkin juga akan membuka kancing pakaian atasnya. Masih dengan sehari - harinya, ia jadi lebih suka memakai pakaian yang memiliki kancing, contohnya piyama, tapi di bagian bawahan ia tak menggunakan celana, mendadak sedikit risih ia memakai celana.

Ia masih asyik menjemur seraya bersenandung kecil dan bercanda sejenak dengan Ira yang pastinya tidak akan merespon walau ia bertingkah konyol sekalipun, karena di usia satu bulan memang sudah dapat mengenali suara, tapi belum dapat bereaksi karena memang belum saatnya. Tapi, ini demi agar Ira dapat mengenali dirinya walau tak dapat melihat dirinya, baik ia dan Danur juga terbiasa berkomunikasi dengan Ira, toh, bayi satu bulan juga perlu diajak berkomunikasi.

"Seru banget liatnya, ngapain?" Yaswa sedikit terkejut kala ia merasa bahunya memberat, rupanya ada Danur yang baru datang dan langsung menaruh dagu di bahunya.

"Iya, seru, Ira mulai suka ngoceh masa." Yaswa terlihat antusias, membuat Danur terkekeh melihat wajah Yaswa yang mendadak senang karena tadinya sedikit lesu ia lihat.

"Selesai juga, gimana mas? Dapet ga tiketnya?" Yaswa berbalik menghadap Danur, menatap terkejut ke arah luka sobek di dekat bibir Danur.

"Dapet nih, tapi berangkat dua minggu lagi, ga papa kan?"

"Iya ga papa, itu mas habis digebukin siapa? Kok sobek?"

Danur menyentuh lukanya lantas berpikir sejenak, "oh ini, kenapa ya kira - kira?"

Yaswa berdecak kesal, "yang bener ah, jangan bikin orang khawatir."

"Siapa sih yang mau bikin khawatir sayangku?" Danur terkekeh sejenak, tapi langsung berhenti kala tiba - tiba lukanya nyeri "habis misahin orang berantem di stasiun, eh ketampar, jadinya begitu deh."

Yaswa menghela nafas lega, "ga sengaja ternyata, kirain mas habis berantem sama orang, dah yuk masuk, diobatin dulu."

Yaswa masuk lebih dulu, meninggalkan Danur yang masih berdiri seraya terkekeh, ia kembali menyentuh lukanya sejenak lantas ikut Yaswa masuk ke dalam, bisa - bisa merajuk nanti Yaswa padanya. Benar alasan Danur, tadi ada orang bertengkar dan tak ada yang memisahkan, jadi Danur memilih untuk memisahkan mereka, eh malah dia pula yang kena imbasnya, tapi pada akhirnya dua orang tadi dapat tenang berkat seorang satpam yang ikut membantunya.

Violin and Guitar | Jongsang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang