Tiga Likur : Lebih Manis Dari Sebatang Nikotin

185 33 11
                                    

"Hubungan seperti ini lebih manis dari sebatang nikotin, terutama sesuatu pada dirinya."

An : persiapkan air putih, kissing scene.

.

.

.

.

Bekasi, November, 2004.

Tidak perlu diceritakan apa yang terjadi setelah kejadian itu, pastinya dua orang yang kita benci hingga ke tulang itu akhirnya pergi ke jeruji besi seumur hidup. Bukankah itu adil? Tentu, hidup dan mati mereka di sana, tak melihat dunia seumur hidup hingga akhir hayat mereka.

Setelah menyaksikan penghakiman sebagai korban terdakwa, Sean membawa keluarga kecil Cokroatmojo untuk tinggal di rumah yang menyimpan masa lalu kelam Yaswa. Kasihan rumah itu kalau tidak ditinggali sedang Sean sendiri jarang pulang dan Nataya sudah punya rumah sendiri dengan suaminya, kalau terbengkalai sayang uang Sean yang sudah membelinya.

"Jadi kamu enak tinggal santai - santai ngurus Ira, nanti kalau Danur kerja kan kamu ga kesusahan dan ga sendiri lagi, pekerjaan rumah ada si bibi sama akang, lagi bunting ga boleh banyak gerak, harus istirahat." Begitu yang dikatakan Sean pada Yaswa, sebagai anak tersayang pun Yaswa iya - iya saja, yang penting Sean senang.

"Pokoknya baik - baik ya di sini, bibi sama akang terpercaya kok ga bakal buang Ira ke kali Ciliwung."

"Oke, papa udah selesai kan ngobrolnya? Ini Ira udah gelisah di gendongan Danur." Yaswa berucap dengan senyuman manis yang terpatri di wajah cantiknya.

"Senyumanmu kaya nenek lampir-iya iya ampun papa salah."

Danur dan Ira hanya menyimak saja, sesekali tertawa melihat mereka yang malah adu mulut dan-eh-saling memukul, lebih ke Yaswa sih. Baru mereka berdamai saat Danur menarik Yaswa menuju kamar yang dulu Yaswa tempati, daripada Yaswa semakin brutal nantinya.

"Udah ya sayang, ini Ira udah mulai nangis, barang - barang aku yang nata." Yaswa menghela nafas sejenak lantas mengangguk, Danur lebih dulu meletakkan Ira ke ranjang, baru disusul Yaswa yang sudah siap sedia untuk memberi nutrisi karena Yaswa belum diberi nutrisi lagi.

Seperti yang ia katakan, Danur menata barang yang mereka bawa, gitar, violin, dan tentunya pakaian mereka. Danur sedikit terkejut kala membuka lemari Yaswa, rupanya ada barang - barang tersembunyi yang tidak ia ketahui, ia juga baru tahu kalau Yaswa sama seperti Hesta, menyukai hal yang feminim seperti... rok.

Semua jenis rok ada di sana, dari yang panjang hingga yang hanya sependek paha, tapi rata rata hanya berwarna hitam dan abu - abu, monoton sekali. Ah kenapa ia jadi mengomentari isi lemari Yaswa? Ia kan hanya bertugas untuk menata pakaian mereka, tapi isi lemari itu terlalu menarik di matanya.

"Buset dah bini gua isi lemarinya baju haram semua." Danur berceletuk tiba - tiba seraya menggelengkan kepalanya, mengeluarkan satu rok berwarna hitam yang kira - kira hanya sepaha Yaswa.

"Dih, baru tahu ya kalau aku suka pakai begituan? Padahal rok itu aku pakai di festival waktu kita ketemu beberapa bulan lalu loh." Mendengar jawaban Yaswa, Danur berpikir sejenak, iya juga.

"Kapan kapan coba dipakai lagi kalau kita mau nambah." Yaswa mendelik tajam mendengar ucapan Danur, dengan tak segan ia melempar boneka berbentuk beruang tanpa mata ke arah Danur.

"Iya kalau tepatan si dedek sama Ira udah gede, kalau belum? Tak pecel kamu." Danur hanya tertawa mendengar ucapan Yaswa, tapi itu membuat satu bantal kembali melayang ke wajah tampannya.

Violin and Guitar | Jongsang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang