41

1.3K 63 15
                                    

Hidup ini terlalu singkat jika hanya diisi dengan tangisan dan penyesalan. Memutuskan melupakan apa yanh terjadi kemarin dan fokus menatap masa depan. Maka pagi itu ketika Cindy membuka matanya setelah semalaman menangis karena mengingat pertemuannya kembali dengan Blake dan membuatnya teringat malam-malam penuh dosa, perasaan bersalah terhadap suaminya membuat tangisan itu tak mampu berhenti.

Untung saja semalam David tak pulang. Memberi kabar yang tiba-tiba bahwa dirinya harus pergi keluar kota untuk rapat bersama pemegang kota. Sementara ibu mertuanya sesorean itu sedang sibuk mencari sesuatu yang entah apa, di kamar dan sekitar ruangan dalam rumahnya. Sesuatu yang katanya sangat penting. Beralasan sedikit pusing dan meminta maaf pada mertuanya karena tak bisa menemaninya makan malam, Cindy memilih mengurung diri dalam kamar agar mata sembabnya tak terlihat.

Mempersiapkan segalanya, bekal dan beberapa baju ganti, Cindy hendak mengunjungi saudaranya yang masih terbaring di ranjang rumah sakit. Mengingat keberadaan saudaranya yang hingga saat ini masih belum mendapatkan kesadarannya kembali-lah yang membuat Cindy bertahan.

Melangkah santai sembari menyapa suster dan dokter yang sebagian telah dikenalnya, Cindy menuju ke kamar Keyra.

"Selamat pagi suster," sapa Cindy kala melihat seorang suster sedang menyeka sebagian tubuh Keyra yang tertutup selimut. Suster yang sedang melaksanakan tugasnya itu menoleh dan tersenyum ramah.

"Selamat pagi nyonya Cindy."

"Cukup sebut namaku saja suster Paula, usia anda seumuran ibu mertuaku. Tidak nyaman rasanya saat anda memanggil nyonya padaku," Cindy menegur suster yang sejak semula membantu merawat dan menjaga Keyra selama dirinya tak ada.

Suster itu, Paula, mengangguk dan tersenyum lebar.
"Baiklah, kalau itu keinginanmu Cindy. Kau juga seumuran anakku. Tapi sudah menjadi kewajibanku menghormati keluarga pasien."

Cindy mengibaskan tangannya setelah meletakkan barang-barang yang dibawanya tadi. "Nah, itu mereka, bukan aku. Aku lebih nyaman saat anda cukup memanggil namaku tanpa embel-embel nyonya."

"Baiklah, baiklah. Nah selesai, sekarang tinggal memakaikan bajunya."

"Biar aku saja yang memakaikan baju adikku Sus. Bagaimana keadaanya pagi ini? Maaf, kemarin aku tidak bisa menjenguknya karena ada sesuatu yang harus kukerjakan di rumah."

"Jangan pikirkan itu, aku akan selalu menjaganya dengan baik. Kalau begitu, aku akan meneruskan pekerjaanku lainnya. Keyra aku serahkan padamu Cindy sayang."

Suster Paula merapikan segala sesuatunya dan meninggalkan Cindy dengan sebuah gaun bermotif bunga di tangannya.

Membuka selimut yang menutupi sebagian tubuh Keyra, dengan lembut ia memakaikan gaun ke tubuh yang semakin mengecil. Terenyuh melihat kondisi adiknya yang semakin kurus dan tirus, tanpa sadar tetesan air mata membasahi pipinya. Namun dengan cepat ia usap saat mendengar dering ponsel berbunyi.

"Halo, ya sayang," sapa Cindy cepat menyapa suaminya yang berada entah dimana.

"Hai, bagaimana kabarmu pagi ini? Apa yang sedang kau lakukan sekarang? Maaf, aku belum bisa pulang karena aku masih harus rapat dengan para pemegang saham. Kondisi perusahaaan sedang tidak baik-baik saja. Kuharap kau bisa memaklumiku. Maaf, belum bisa memberimu bulan madu seperti yang kau inginkan."

Cindy tertawa mendengar perkataan David yang sarat rasa bersalah. Suaranya terdengar sarat putus asa. Rasa kasihan terhadap suaminya, membanjiri perasaan Cindy yang lembut.

"Hei, sudahlah jangan pikirkan itu. Perusahaan sedang butuh perhatian melebihi aku. Aku baik-baik saja dengan keadaan ini. Kau fokus saja dengan tugas-tugasmu. Aku sekarang sedang bersama Keyra. Kau baru bangun ya?"

Trapped In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang