29

4K 184 3
                                    

Berdiri di depan jendela kaca selebar dinding, Cindy mengusap air matanya dengan tisu dalam genggaman. Kondisi Keyra hingga saat ini belum ada perubahan. Masih sama seperti kemarin ketika gadis itu masuk ke rumah sakit di waktu yang lebih cepat dari yang diperhitungkan.

Kondisi nya yang kritis membuat Cindy merasa sangat bersalah karena tak bisa menungguinya.

"Cin..dy..?" Suara seorang wanita yang lembut terdengar mengalun di telinganya. Cindy menoleh dan melihat ibu mertuanya berdiri tak jauh dari sana dengan pandangan tak percaya.

Ibu mertuanya segera mendekati Cindy dan memeluk wanita yang baru saja menjabat sebagai menantunya itu.

"Kau..kemana saja Cin... Mama... Mama sangat mengkhawatikanmu nak.. Ba..bagaimana kabarmu, keadaanmu?" Ibu mertua Cindy menarik diri dan menangkup rahang Cindy. Matanya berkaca-kaca penuh kesedihan.

Bagaimana Cindy bisa melupakan ini. Begitu banyak orang yang membutuhkan kehadirannya saat ini. Keyra, ibu mertuanya dan David. Sesuatu yang amat besar menghantam dadanya hingga terasa sakit. Rasa bersalah dan kesedihan bersama-sama menghantui pikirannya.

"Maafkan aku ma.. semalam.. semalam aku..." Cindy kebingungan menjawabnya. Bagaimana menjelaskannya? Darimana dirinya memulai?

Apakah mengatakan bahwa semalam dirinya telah berlaku jalang dan menghabiskan malam pertama dengan pria lain bisa menjelaskan semuanya? Tidak. Terutama kepada ibu mertuanya.

"Sshhtt.. aku tahu. Sopir kami mengatakan bahwa kau mengalami kesulitan semalam karena kasus David. Dia mengatakan bahwa kau akan meminta bantuan pada seseorang agar bisa membantu putraku. Benarkah? Kau... Kau menemui mereka kan? Siapa mereka Cin? Siapa yang kau temui?" Tanya ibu mertuanya bertubi-tubi.

Segala macam kekhawatiran dan kesedihan membayang di setiap binar matanya berkedip. Tak sanggup jika memberikan berita buruk untuk wanita paruh baya ini lagi. Sudah cukup berita mengenai putranya yang terkena kasus berat.

"Mama... Semalaman disini? Menunggui Keyra?" Cindy mengedarkan pandangan memperhatikan penampilan ibu mertuanya yang cukup lesu.

"Ah, kita duduk dulu nak. Mama dan kamu sudah mengalami banyak masalah. Kita disini sama-sama berjuang demi orang-orang tersayang kita. Kita duduk disana."

Ibu mertua Cindy, Jemima adalah sosok wanita yang sangat keibuan. Di hari pertama Cindy bertemu dengannya, seketika itu Cindy menyukainya. Tipe wanita yang ramah dan tegas serta bertanggung jawab. Wanita paruh baya itu membawa Cindy menuju ke sebuah sofa yang tersedia tak jauh dari sana.

Di pojok lorong tak jauh dari tempat Keyra di rawat, terdapat satu set sofa beserta mejanya. Hal itu di siapkan untuk para keluarga yang menjaga pasien. Karena di ruang darurat ini, keluarga tidak boleh memasuki kamar rawat, sehingga pihak rumah sakit menyediakan satu set sofa.

Melesakkan tubuhnya bersamaan dengan Jemima, Cindy terus memandangi ibu mertuanya. Letih dan lelah menghiasi wajahnya yang mulai berkeriput walaupun kecantikan masih menggayuti disana. Tipe orang kaya yang selalu menjaga penampilan.

"Semalam aku pulang, karena dokter menyarankan seperti itu. Sebenarnya aku ingin menunggui adikmu disini, tapi mereka melarang. Mereka takut aku juga jatuh sakit. Kau tau kan, umurku sudah tidak bisa dijadikan patokan kesehatan." Jemima tertawa kecil mengingat betapa kerasnya dokter menyarankan dirinya untuk pulang semalam dan beristirahat di rumahnya.

Menghembuskan nafas panjang sambil meremas pelan jemari keduanya yang bertaut, Jemima tersenyum penuh rasa sayang kepada Cindy.

"Aku akan terus berada disini nak, sampai kita mendapatkan berita bagus. Minimal ada perubahan dengan kondisi adikmu. Aku akan selalu menemaninya. Karena aku tahu, disana di luar sana kau juga berjuang demi putraku." Lanjut Jemima memandang Cindy penuh pengertian.

Trapped In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang