"Hei Josh, ada tamu untukmu."
Aku mendengar seruan keras suara pria tua itu di dalam sana. Setelah sebelumnya dia menghilang di lorong yang sempat aku lihat sebelum aku menghempaskan bokongku di atas sofa. Sebagai balasannya, aku hanya mendengar gumaman tak jelas. Suara yang lebih dalam dan berat terdengar meski samar.Aku membayangkan sosok putranya yang di panggil Josh itu pasti tak kalah genit dengan sang ayah. Memutar mata, aku memilih tak mengkhawatirkan ketakutanku. Karena aku tahu bagaimana harus menyikapi pria-pria macam ini. Tapi pria tua itu, walaupun aku baru bertemu dengannya dan sedikit berbincang, aku yakin dia pria yang baik.
Melihat bagaimana dia memandang kenangan istrinya yang telah tiada dan menjaganya sepenuh hati, dari itulah aku menilai. Aku suka hal-hal yang romantis. Dan pria seperti pria tua itu, dia sangat romantis. Menurutku.
Semoga putranya pun tak kalah baiknya. Karena dia di besarkan dengan lingkungan yang hangat seperti ini. Aku semakin optimis dengan kedatanganku demi memberikan keringanan hukuman suamiku.
Mataku berkeliling menatap lukisan-lukisan yang tergantung di dinding. Ruangan yang sangat luas dan hangat. Lampu-lampu yang berpendar di atas dan di setiap sudut dinding memberikan efek cahaya yang semakin menyilaukan dan sangat indah. Hari sudah begitu malam. Tapi aku disini sedang mempertaruhkan diri untuk menebus kesalahan suamiku. Aku sangat lelah. Tubuh dan hati.
Sedikit memantulkan tubuhku ketika aku merasakan kelembutan dan betapa empuk permukaan sofa yang saat ini ku duduki. Mataku berkeliling menikmati pemandangan di sekitarku ini. Mendesah pelan, aku mencoba menyandarkan kepalaku. Perasaan hangat ini, aku merindukannya.
Suasana rumah yang sangat ku rindukan dan ku nantikan. Tapi aku penasaran, kenapa ada rumah laiknya istana dingin di depan sana? Begitu kontras dengan rumah yang berada di belakangnya.
Seolah rumah ini disembunyikan dan ditutupi oleh keangkuhan bangunan di depannya. Entah ada cerita apa di balik semua ini, aku tidak akan mencoba mencari tahu. Karena firasatku mengatakan, sebaiknya aku menjauh sesegera mungkin dan tak perlu menggali terlalu dalam. Karena nyawaku taruhhannya. Aku bergidik membayangkan.
Aku lebih senang menikmati suasana di dalam sini. Dan aku bisa membayangkan di atas sofa setebal dan sehangat ini, aku bergelung mesra dalam pelukan David lalu menikmati film terbaru di layar lebar didepan sana dengan ditemani dua cangkir coklat hangat di tengah malam.
Oohh.. Mimpi yang sempurna. Aku tersenyum memikirkannya.
Suara dehaman membuyarkan lamunanku dan dengan cepat aku mengangkat kepala dan melihat siapa yang telah membuyarkan mimpiku.
Pria itu, pria tua itu memandangku dengan senyum geli terukir di bibirnya. Pandangan matanya terlihat tengil di usianya. Tidak cocok sekali.
"Maaf... Aku sedikit melamun." Ungkapku jujur dengan kepala menunduk.
Pria itu tertawa kecil, "aku tahu, kau terlihat lelah."
Lirih aku bergumam, "ya... Aku lelah." Desis hati dan pikiran.
Aku mendongakkan kepala dan rasa hangat mengisi wajahku. Melihat pria itu terlihat begitu memperhatikan diriku. Tersenyum malu, aku menganggukkan kepalaku perlahan.
"Maaf. Aku datang dengan penampilan yang... Kurang pantas."
Aku menyadari bagaimana pria itu baru menyadari penampilanku yang sedikit berbeda. Dengan gaun pengantin, rambut tidak rapi dan mungkin make up yang luntur.
Kurasa, ini adalah penampilan terburukku. Tubuhku terasa lengket dan gerah. Tapi aku tak memikirkan semua itu, karena bagiku keadaan Davidlah yang utama. Aku merasa tidak adil baginya jika aku hanya memikirkan diriku sendiri, sedangkan dia di dalam sana menungguku dengan perasaan yang tidak pasti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trapped In Love
RomanceMencintai seseorang tak ada yang salah. Yang salah adalah bagaimana jika kita mencintai milik orang lain. Sanggupkah terjun ke neraka demi mendapatkan sesuatu? Sebagai pimpinan sebuah organisasi gelap dunia bawah tanah, dengan dominasi dan kekejama...