Our Happiness

31 0 0
                                    

Kuakui, sejak Khawla hadir dalam rumah tanggaku dan Dikta, kami berdua jadi lebih berusaha untuk belajar menjadi orang tua yang baik dan pastinya, mengerti akan apa yang anak kami butuhkan. Untuk itu, baik aku maupun Dikta jadi terus belajar ilmu-ilmu parenting dari sumber yang terpercaya, termasuk dari para sahabat kami. Terlebih, Dikta juga ikut bergabung dengan para sahabatnya sesama para ayah alias papa gaul. Hari itu, kebetulan sekali, aku bersama suami dan juga Khawla yang sudah menginjak usia 3 bulan, diajak ke rumah Ican, salah satu sahabat dari suamiku. Ican ini juga yang sudah memiliki 1 anak lelaki berusia 6 bulan, alias 3 bulan diatas usia Khawla, anak kami. "Bro Dikta...Hahaha..Gimana? Makin berasa sakit pinggang nggak, nih? Khawla udah makin gede tuh," goda Ican pada Dikta yang tengah menggendong Khawla tanpa gendongan bayi jenis apapun dan...ini adalah hal yang paling disuaki oleh suami tersayangku. Aku sendiri sedang membantu Mbak Wyne, istri Mas Ican untuk menyiapkan menu makan siang. "Ya..Lumayan sih..Makin berasa, sakit pinggang lah dikit. Cuma kalau udah liat mukanya Khawla, semua sakitnya ilang gitu aja. Mmmm..Anak cantik kesayangan papa ni...Udah mau 8 kilo aja beratnya. Ya nak ya...Iya...Oooo...sayang papa," jawab Dikta sembari menggendong dan menimang Khawla. Putri kami pun sangat nyaman saat berada dalam gendongan papanya. Suamiku ini memang cukup bisa kuandalkan untuk menghandle Khawla saat aku sedang ada kesibukan lain atau sedang makan maupun aktivitas lainnya. "Iya. Khawla emang gemesin banget tu. Cantik, badannya juga gempal banget," ujar Ican. "Iya lah.....Harus makin sehat ni..Ya nak ya? Ooo...Khawla kenapa? Haus ya? Sebentar dulu, Nak. Itu mama tu. Ma...Tolong bentar, Ma. Anaknya mau minum," balas Dikta saat melihat kedatanganku dan Khawla mulai merengek karena kehausan.

"Oooo..Iya sayang....Mau minum? Sama mama dulu ya, Khawla waktunya minum ASI. Papa juga mulai pegel ni, Nak. Tuh. Papa mulau mau sakit pinggang," sahutku sambil mengambil alih Khawla untuk kugendong seraya menggoda suamiku. Melihat itu, Dikta sigap memasangkan cover alias pelindung di punggungku agar aktivitas menyusui Khawla tak terlalu terekspose.  "Mmmm..Anak papa haus ya? Pinter ni, minumnya banyak. Biar cepet gede ya sayang. Gak masalah kok, pinggang papa makin berasa sakit pas gendong Khawla, asal Khawla sehat dan kuat ya nak ya...,"  timpal Dikta. Ia memang semakin sayang serta perhatian padaku dan Khawla. "Iya papa...papa harus minum kalsium khusus deh. Mama juga ni, biar kita selalu kuat untuk nemenin Khawla sampai dia besar nanti," ujarku sambil menatap sayang suamiku. "Beres, ma. Mmmm..Bentar ma. Papa ambilkan mama minum dulu. Ibu menyusui tuh, asupan cairannya harus cukup, biar ASI nya banyak dan anaknya sehat. Papa baca di artikel sih gitu," balas Dikta seraya mengambilkanku sirup dingin di hadapan kami. Ia bahkan meminumkan sirup itu untukku karena aku tengah menyusukan Khawla. "Makasih ya Pa....Papa minum juga donk. Kan capek habis gendongin Khawla," balasku sambil tersenyum pada suami terkasih. Dikta balas tersenyum dan ia usap sayang rambutku plus ia kecup kepala Khawla yang fokus menyusu denganku. "Mmmm...Dikta makin romantis loh," goda Ican sambil merangkul Mbak Wyne yang sedang menggendong Tyo, anak mereka yang usianya lebih tua 3 bulan dari Khawla. "Harus, Bro. Istri gue udah susah payah hamil dan melahirkan Khawla. Masak  gue gak ada bantu sedikitpun. Itu gak bener lah," balas Dikta. "Bagus, Bro. Gue setuju. Seperti apapun kita diluar rumah, kalau dirumah, kita tetap sosok suami dan ayah," sahut Ican. "Bener. Salut deh sama kamu dan Masta, sayang. Kalian beneran tipe ayah siaga loh," puji Mbak Wyne. "Iya, setuju. Kita beruntung, Mbak. Suami kita tuh tipe suami yang baik karena mau bantu jaga anak," selaku sambil tersenyum. Setelah puas menyusu, Khawla tertidur dan atas saran Mbak Wyne, Khawla ditidurkan di kamar Tyo, yang kebetulan ikut tertidur. Dua bayi ini diawasi oleh baby sitter Tyo plus baby sitter Khawla juga. Aku dan suami memang memakai baby sitter, namun Khawla tetap dekat dengan kami. Usai makan bersama, aku bersama suami dan anakku pamit dengan keluarga Mas Ican untuk kembali ke rumah kami.

Begitu tiba dirumah, Khawla masih tidur, Aku mengganti baju yang dikenakan Khawla dengan lembut sehingga putri kecil kami itu tak terbangun. Dikta juga ikut menemani setelah memberi makan Jimbon, kucing peliharaan kami yang kadang ikut menjaga Khawla. "Pa. Mama mandi sebentar, ya," ujarku pada Dikta. "Iya. Biar papa jagain Khawla ya. Mama mandinya jangan lama, nanti papa kangen," goda Dikta padaku dan itu sukses membuatku tersenyum. Saat aku mandi, Dikta menjaga Khawla sambil memainkan gitar. Ia memainkan 1 lagu yang memang sering dimainkan untuk menenangkan bayi yang sedang tidur. Kemudian, ia mainkan 1 lagu lain dan aku bingung, itu lagu apa. Soalnya, baru pertama kali aku mendengar instrumen lagu itu. "Sayang. Lagunya bagus," komentarku pada Dikta begitu selesai mandi. "Iya. Mendadak aja dapat inspirasi lagu nih untuk Khawla. Kita bisa kan, bawain lagu ini untuk kado ulang tahun Khawla atau apa lah nanti. Gimana?," usul Dikta padaku. "Oke juga, sayang. I agree with you. Kita duet aja," sahutku. "Oke. Untuk klip, ya...biar dikamarnya Khawla aja bikinnya, sambil kita ajak Khawla main. Lagu ini sebagai ya....apa ya....wujud cinta kita untuk Khawla," timpal Dikta. "Ok. Ide yang bagus. Bisa kita pertimbangkan deh, supaya segera diatur jadwal syutingnya sesuai sama jadwal kita, terutama..jangan sampai syutingnya berlangsung di jam Khawla tidur. Gimana?," balasku. Dikta setuju dan kami coba nyanyikan lagu itu lagi. Saat diulang untuk ketiga kalinya, Khawla bangun sambil tersenyum. Ia seolah tahu kalau kami menyanyikan lagu itu untuknya. "Selamat sore anak papa. Sayang. Hey. Bangunnya pinter ni, gak pake nangis," goda Dikta sambil mencium pipi Khawla. Khawla pun balas tersenyum dan ia pegang pipi Dikta. Lalu, Khawla pun mulai memiringkan badannya dan.....ia melihat gitar sambil tertawa. "Pa. Lihat. Khawla seneng loh sama gitar," ucapku. Aku bisa menyimpulkan kalau bayi kami menyukai musik seperti papanya dan juga aku. "Oooo..Khawla mau pegang? Sini yuk, papa gendong ya nak. Kita pegang gitar yuk," ujar Dikta sambil menggendong Khawla dan mengajari Khawla untuk memegang gitar. Aku ikut membantu dengan memegang badan anak kami. Beruntung, kepala Khawla sudah tegak dan benar saja, Khawla senang saat bisa menyentuh gitar. "Nih. Mainnya gini ya nak. Coba. Papa ajarin ya sayang," ujar Dikta. "Pa. Jari Khawla masih kecil," sahutku. "Ma. Kan cuma dipegang dikit. Insya Allah gak apa-apa kok," sahut Dikta dengan lembut padaku. "Oke deh. Biar Khawla jadi musisi kayak papa ya sayang ya..," timpalku. "Khawla mau jadi apa aja, papa dan mama dukung, yang penting Khawla jadi anak baik dan bahagia," balas Dikta. "Iya deh papa. Mama setuju," sambungku. 

Kuakui, walau masih bayi, Khawla sudah memperlihatkan kesukaannya pada musik. Terlebih, Dikta juga sering memangku Khawla saat ia sedang bermain piano, keyboard maupun drum. Seperti hari itu, saat Khawla sudah berusia 7 bulan. "Wah..Khawla diajarin piano sama papa ya sayang?," sapaku sambil membawakan kopi untuk Dikta. Aku sendiri baru pulang dari bekerja. Ya. Baru 1 bulan ini aku kembali bekerja sebagai dosen terbang di beberapa kampus, selain membantu bisnis mamaku plus pekerjaan utamaku adalah istri sekaligus ibu. "Iya nih Ma. Tadi anaknya agak rewel dikit kan, karena baru tumbuh gigi. Eh, pas papa main piano, dia diem sambil liatin papa. Trus gak lama, dia ngerengek mau ikut main piano juga. Jadi, papa pangku deh," jelas Dikta. "Oooo...Gitu. Khawla nanti mau les piano ya nak? Iya? Mau?," godaku sambil menciumi Khawla dengan sayang. Khawla tersenyum sambil tepuk tangan dan mengoceh. "Mmm...Anaknya mau nih, Ma. Well. Selain les, papa yang ajarin deh," balas Dikta. "Kalau udah sama papa kayaknya gak usah les, deh," balasku. "Ma. Khawla tetap perlu les kalau emang dia beneran minat. Kan papa gak bisa baca not balok. Kalau nanti Khawla les, dia bisa baca not balok, selain juga belajat tehnik main piano nya. Kalau Khawla les juga, kita sekalian asah perkembangan otaknya. Kan katanya ni, anak yang dikenalin musik dari kecil tuh lebih cerdas untuk pelajaran eksak," jelas Dikta lagi. "Oke deh. Itu emang bener, Pa. Selain itu, anak yang terpapar musik dari kecil juga memiliki emosi yang lebih stabil dan manajemen stress nya disaat dewasa juga akan lebih baik loh. Itu juga lagi aku teliti dan hasilnya memang seperti itu. Hehehhe," ujarku. "Iya deh iya. Kita main lagi ya..Khawla mau main apalagi? Drum mau?," sahut Dikta sambil mengajak Khawla bermain drum, yang disambut Khawla dengan ocehan dan tepuk tangan tanda setuju. Selain musik, aku dan Dikta juga mengajari 2 bahasa pada anak kami, yaitu Indonesia dan Inggris.

"Pa. Abis ini Khawla mandi dulu, ya. Abis mandi, Khawla mau baby spa. Mama aja yang baby spa kan Khawla," ujarku. "Oke. Khawla mandi dulu. Abis mandi, kita baby spa. Biar sehat, kuat dan tambah besar," sahut Dikta sambil menyanyi dan menggendong Khawla dengan sayang. Ya.  Sebagai seorang musisi, suamiku memang berusaha untuk menggunakan nyanyian untuk memberitahu Khawla tentang jam mandi, makan, tidur dan mainnya. Dengan cara itu, menurut kami, Khawla bisa menjalani rutinitasnya dengan bahagia tanpa tekanan apapun. Saat Khawla mandi pun, aku coba bernyanyi sambil mengenalkan bagian tubuh manusia pada bayi mungil kesayangan kami. Aku dan Dikta memakai cara itu karena kami memang suka bernyanyi. Walau aku bukan musisi seperti suamiku dan hanya bernyanyi untuk hobi (Tapi ada bonus cuan kalau aku duet dengan suamiku), tapi kami suka cara ini karena sesuai dengan motto kami dalam mendidik anak, yaitu mendidik tanpa kekerasan, tegas tanpa menghakimi, serta mengajak tanpa perintah. "Mama pinjem tangannya. Ciluk..Ba..Udah keliatan ni cantiknya. Mana matanya, Nak?," ujarku sambil bernyanyi dan menggoda Khawla sembari memijit tubuh anakku ini. Dikta memperhatikan dengan seksama. "Oooo..Gitu pijetnya? Oke. Biar papa nanti makin bisa belajar tehniknya. kalau mama kerja dan pas papa libur kayak hari ini, papa bisa spa in Khawla ya nak," ucar Dikta sambil mengusap rambut Khawla yang berwarna hitam dan lebat. Khawla spontan tersenyum padaku dan Dikta. Lalu, ia langsung tengkurep. Bahkan, ia sampai tertidur saat tengah baby spa denganku. "Ya.....Anaknya bobok nih. Papa ambilkan baju ganti Khawla dulu, trus papa bantu pakein bajunya," ujar Dikta, dan aku setuju. Dalam hati, aku bersyukur karena memiliki suami seperti Dikta yang sangat sayang padaku dan Khawla.

My Sunglasses ManWhere stories live. Discover now