Esok paginya, Dikta menemaniku untuk mengambil transkrip nilai bersama mama. Abang dan mbakku sudah ke kost an masing-masing usai kami sarapan karena mereka ada kerjaan lain. Dikta yang menyetir, dan aku disampingnya. Mama duduk di bangku tengah. "Wah....yang mau ambil transkrip. Mama gak sabar mau lihat transkrip mu," ucap mama. "Iya, Ma," sahutku. Kali itu, aku memakai dress batik coklat muda mixed hitam yang senada dengan kemeja lengan pendek Dikta. Tak lama, kami tiba dikampus. Lalu, Dikta dan mama menemaniku mengambil transkrip ke ruang peminatan KMPK. "Wah....ada anak pinter. Nih, transkrip kamu," ucap Pak Ranto. Disana, ada Ayu dan Yuni juga. Jadi, kehebohan seketika terjadi. "Din. Ini foto kamu kemarin. Sumpah, kamu cantik banget. Make up kece, kebaya cucok meong. Mas nya juga ganteng," goda Yuni. Ia dan Ayu sudah mengambilkan foto-foto kami, termasuk foto bersama sobat sekelasku. "Oke. Ini fotonya, kupindah ke laptop dulu, trus, aku email ke kalian, biar file nya bagus," ujarku. "Din. Ini foto waktu kamu di wisuda rector, dan ini waktu kamu terima hadiah," ucap Bu Heny. "Makasih banyak ya Bu," sahutku. "Beneran. Kamu tuh cantik banget disini. Sampe pangling loh," ujar Bu Heny. Lalu, kami pamit. Sebelumnya, Ayu dan Yuni mengatakan bahwa mereka akan ujian tanggal 7 Agustus. Aku pun mengangguk. "Oke. Aku datang kok. Slow. Kan tanggal 9 Agustur, aku konser sama Paramaksi. Ya...konser perpisahan karena aku udah alumni," ucapku. "Iya. Ntar, aku juga vidcall gitu kalian berdua kelar sidang. Soalnya, ditanggal itu, aku juga ada job manggung," sahut Dikta. Kami pun meninggalkan ruang peminatan dan menyusul mama yang tengah jajan di IKM Cafe. Aku dan Dikta pun sempat jajan disana. "Ini kantin kampusku, Yang. Aku kalau jajan ya...disini," ujarku. "Iya. Kita jajan dulu, baru habis itu, nemenin mama ke Malioboro," usul Dikta. Aku dan mama setuju. Malah, kami sempat foto lagi di beberapa sudur di kampusku, termasuk di kawasan pedestrian nya yang asri sebelum makan.
Di IKM Cafe. "Ma. Nih dia transkrip nilai Dini," ucapku. Kuperlihatkan transkrip nilaiku. Mama berucap, "Ya Allah Nak. Ini nilai kamu semuanya nyaris sempurna. Hanya ada banyak sekali A dan 1 A minus. Gak ada B nya. Ini persis nilaimu waktu S1 dulu. Tapi, waktu S1, masih ada B dan IPK mu waktu itu 3,77. Sekarang naik banget, jadi 3,98. Kalau aja ayahmu masih ada, dia akan bangga sekali." Lalu, mama menyerahkan transkrip ku ke Dikta. Dikta melihatnya dan ia berujar, "Masya Allah. Sayang. Kamu beneran pinter banget. Gak gampang loh, untuk level S2 dapat nilai sebagus ini. Gila...nilainya hanya ada A dan A minus. Tapi, A minus nya hanya 1, selebihnya A semua. Papaku juga pasti bangga banget sama kamu, gitu juga ayahmu, kalau mereka lihat semua ini." "Iya, kan ini untuk mama, juga, untuk calon suamiku, yaitu kamu, Mas," sahutku. Dikta dan mama langsung mencium pipiku dn auto kuajak mereka selfie dengan gaya itu. Kukirim foro itu di IG dan WA grup keluarga, baik dari pihak ayah maupun mama, dengan caption, 'MPH ku ini untuk mama, juga Mas Tata ku. Paling special dan gak akan terlupa, untuk almarhum ayahku, H. Haswandi Hasyim, S.Sos, M.Si dan almarhum calon papa mertuaku, Dicky Sulaksono. Andai 2 lelaki ini masih ada, tentu mereka sangat bahagia.' Spontan, semua berkomentar. 'Nak. Tante ikut bahagia. Semoga juga, setelah kehilangan ayah dan calon papa mertua, gelar MPH mu ini adalah hal yang membawamu menuju bahagia, dan semoga, Dikta lah yang akan menjadi sosok suami sekaligus pembimbing kamu,' komentar Tante Evi. Kubalas dengan love dan smile dari emoticon. Lalu, dari keluarga ayah, adasepupuku yang berkomentar positif, dan ada juga salah 1 sepupuku yang menulis, 'Jangan terlalu dekat, kamu dan dia belum nikah. Ntar MBA, baru ngeluh.' Dengan marah, kujawab, 'Tolong jangan komentar gak sehat disini. Aku hanya share bahagiaku aja. Emang gak boleh? Soal aku dan Mas tata, aku dan dia tahu, apa aja yang boleh dan gak boleh. Dia gak seperti yang kamu pikir loh, walau dia artis. Lagian, gaya pacaran kami ya...masih normal aja, gak aneh-aneh.' "Kenapa sih? Manyun gitu?," tanya Dikta. Mama sedang ke toilet. "Nih," jawabku. Kutunjukkan WA grup dan chat kurang ajar itu. "Udah donk. Biar aja kali, mereka bilang gitu. Sayang. Ada saatnya, kita gak usah terlalu mikirin omongan orang. Bisa stress kita kalau terlalu mikirin itu. Lagian, yang tah soal hubungan kita kan, hanya Allah dan kita berdua. Orang mau bilang apa, asal kita seneng dan gak melanggar ajaran agama, ya....udahlah. Jangan dipikir," nasihat Dikta. Ia rangkul sayang bahuku. Ia benar kali ini. "Iya, Mas. Kamu bener," sahutku. Dikta mengusap rambutku dan itu sukses membuatku tersenyum lagi. Lalu, dari cafe IKM, kami ke Malioboro. Malah, aku juga ajak mama dan Dikta jalan ke D'Mata dan D'Arca hingga malam.
Esoknya, saat sore menjelang, kuajak mama dan Dikta ke Kaliurang Festival. Kebetulan, cuaca bagus. Jadi, kami naik balon udara. Dikta lagi-lagi membayar semua itu. "Nak....mama aja, loh. Dari waktu Dini wisuda sampai hari ini, kamu terus yang bayar. Sewa mobil juga kamu, Nak, yang bayarin. Kali ini, mama aja," ucap mama. "Ma....udah, gak masalah. Mama doa aja, biar rejeki saya dan Dini lancar terus. Kan, setelah ujian tesis 2 sahabatnya, Dini akan pindah ke Jakarta. Ini saya sambil nyariin apartemen untuk Dini disana, yang dekat dengan rumah saya," sahut Dikta. "Iya, Ma. Soalnya, akhir tahun ini, kan, Dini ama Masta mau masuk rekaman untuk duet kami," balasku. Mama mengalah. Lalu, kami antri untuk naik balon udara. Lumayan, setengah jam mengantri untuk naik balon udara selama ½ jam. "Nah. Itu udah. Yuk," ajak Dikta padaku dan mama. Kami naik balon udara bertiga. Aku berselfie ria bersama Dikta dan mama. Kuupload foto itu dengan caption, 'With my true love, mama dan Masta.' Dikta juga mengupload foto selfie saat mama dan aku mencium keningnya dengan caption, 'Sama calon istri dan calon mama mertua. Love u both.'
Esoknya, mama kembali ke Singkawang karena masih mengurus berkas pensiunnya. Kalau Dikta, ia ke Jakarta lagi. Aku baru akan menyusul Dikta ke Jakarta di tanggal 18 Agustus. Lalu, aku ke Jogja lagi di bulan Oktober lantaran 2 sahabatku akan diwisuda. Saat kedua sahabatku ujian tesis. Pagi-pagi sekali, aku sudah membeli bunga, hadiah, dan coklat. Kalau coklat, untuk Ayu. Kalau kue-kue yang rasanya gurih, untuk Yuni. Dibantu beberapa rekan yang masih di Jogja, kami membuat surprise kecil. Semua berjalan lancar, termasuk surprise bagi 2 sahabatku. "Cie....gimana nih kalian?," tanyaku. Kebetulan, yang ujian dahulu adalah Ayu, setelahnya, baru Yuni. Jadi, keduanya keluar nyaris bersamaan karena hari itu, sidangnya parallel mengingat dosen penguji dan pembimbingnya sama. "Din...aku ama Ayu....lulus....," ucap Yuni. Aku memeluk kedua sahabatku. Malah, kufoto mereka dengan iphone baruku, kado wisuda dari tunangan tercinta. Setelah mereka difoto dengan para dosen penguji, dosen pembimbing dan kaprodi, kuajak 2 sahabatku dan beberapa rekan lainnya untuk foto di Gedung Pusat Fakultas Kedokteran. Usai foto, Yuni dan Ayu mengajak kami semua karaokean dan makan siang. Barulah, malam harinya, kedua sahabatku itu menginap dirumahku. Aku memang membantu mereka menyelesaikan revisinya dan Dikta tahu itu. "Masih ngetik ya?," tanya Dikta saat kami videocall. "Iya, Sayang. Ini bantuin Yuni ama Ayu. Burning CD nya masih besok sih. Mereka juga, udah dapat tanda tangan dari dosennya tadi. Jadi, besok bisa ngurusin berkas untuk wisuda, sekalian, kami bertiga mau foto studio," jawabku. "Iya deh. Yang. Kamu kan, mau konser tanggal 9 Agustus. Jaga kesehatan," ucap Dikta. "Iya, Mas. Kamu juga. Jaga kesehatan. Gak boleh skip maem kalau deadline," sahutku. "Iya, Sayang," timpal Dikta. "Oke deh. Kamu lanjut dulu aja. Nanti vidcaall lagi. Aku mau latihan untuk manggung sama Yovie and Nuno, trus, prepare untuk perform ama Dikta Project," jelas Dikta. "Oke deh cintaku," balasku.
Tanggal 9 Agustus. Konser berjalan lancar dan momen itu sekaligus menjadi saat perpisahan bersama Paramaksi karena beberapa membernya sudah alumni. Namun, tiap ada acara, atau reuni besar, kami tetap diundang dan pihak UGM mengatakan bahwa jika kami kesulitan diluar sana, kami bisa kembali ke kampus untuk curhat atau apapun itu. Ini membuatku bangga menjadi alumni kampus sebesar UGM. Setelah konser, 2 sahabatku memberikan kado bagiku. "Apaan nih?," tanyaku. "Ini kado wisuda buat kamu," ucap mereka berdua. Ayu membelikanku flat shoes dengan model yang unik, sedang Yuni membelikanku tas rajut khas Jogja. "Kan kamu mau ke Jakarta. Biar gak lupa ama kami berdua," ujar Ayu. "Girls....aku tuh gak akan pernah lupa sama kalian. Apalagi, kalian juga mau jadi warga Jogja kan, karena...pada dapat pasangan asli Jogja," sahutku. Dan...saat aku harus ke Jakarta, kedua sahabatku, juga Radit dan Rifan, kekasih mereka, mengantarku ke bandara. Beberapa sahabat lainnya juga mengantarku. Beruntung, sebagian barangku sudah dipaketkan ke alamat apartemen baruku. Bahkan, Mbak Arty, juga Salsa dan pastinya tunanganku, membantuku membereskan apartemen hingga lebih nyaman, walau apartemen itu adalah apartemen sewaan. Aku memeluk kedua sahabatku dengan erat. Aku berat sekali melepas pelukanku ke mereka. Tapi, saat jam check in makin dekat, kami langsung berpelukan sekali lagi dengan janji akan sering reuni atau apapun. Aku juga sudah membelikan kado khusus. Ya. Kedua sahabatku ini, kubelikan tas dan sepatu sebelum kami berpisah. "Jangan lupa datang ke tunanganku ya, Din," ujar Yuni. "Iya, cintakuh...pastinya. Aku akan datang kok," ujarku. Kupeluk lagi 2 sahabatku sebelum aku benar-benar masuk ke ruang check in.
YOU ARE READING
My Sunglasses Man
General FictionDia adalah sosok kakak, calon suami, sekaligus pengganti sosok ayah bagiku. Kami sama-sama sudah tak memiliki ayah lagi. Dia hadir dihidupku lewat sebuah ketidak sengajaan. Awalnya, aku tak suka dengan sosok lelaki berkacamata. Tapi, dia, Dikta ku...