Tanda Cinta

48 1 0
                                    

Namun, usai sesi foto, aku merasa kalau perutku sakit. Aku langsung duduk dan menelungkupkan kepalaku ke meja. Aku tahu, maag ku kumat lantaran siang hingga sore belum makan. Pagi juga hanya makan roti setengah dan mie sedikit. Dikta melihatnya. "Sayang. Kenapa? Hey....bilang, Yang," ucap Dikta. "Sakit banget. Kayaknya maag ku kumat, deh," sahutku. "Nah, kan. Kamu itu, makannya harus teratur. Bentar, aku ambilin air putih hangat sama makan," timpal Dikta. Ia bahkan menyuapiku dengan telaten. "Gimana? Masih sakit gak?," tanya Dikta sembari menyuapiku. Ia ambilkan aku nasi putih, sup sayur, ayam kecap, dan semur rolade. "Udah nggak, sih, Mas. Cuma, tadi sakit banget," jawabku. "Iya, lah. Sampe keringetan kamu. Sayang, kamu kalau udah tahu maag, makannya yang bener, biar gak sakit gini," sahut Dikta. Ia usap rambutku. "Mas. Kamu lagi. Aku suapin," timpalku. Alhasil, kami makan berdua, dan usai makan, aku masih duduk. Dikta tak membolehkanku terlalu banyak gerak dulu. Ia malah menyuruhku rebahan dipelukannya. "Loh. Kenapa Dini, Nak?," tanya Tante Neng, yang melihat kami. "Oh....Dini maag nya kumat. Tante. Jadi, saya gak bolehkan dia banyak gerak dulu," jawab Dikta. Ya. Ia sengaja mendekatkan kursi kami berdua dan ia biarkan aku bersandar dalam pelukannya. "Kebiasaan deh, Nak, kamu itu. Gak boleh telat makan lagi. Tuh, kasian tunangannya, sampe kayak gini, loh, sampe pelukin kamu terus, Nak," sambung Tante Neng seraya menegurku. "Udah, Nak. Dibawa istirahat aja kalau gitu, kasiah, kesakitan itu Dini nya," saran Tante Neyla. Dikta menatapku dan aku setuju. Aku juga sepertinya butuh obat, dan kebetulan, kunci kamarku ada bersamaku, bukan mama.

Dikta segera membawaku ke kamar yang letaknya di lantai 2. Ya. Kamarku dan Dikta memang bersebelahan. "Mas. Maaf ya. Biasa, terlalu exited ketemu keluarga," ucapku saat sudah rebahan dikamar. "Iya. Aku tahu. Tapi, kamu juga gak boleh lalai sama kesehatan kamu donk. Nah. Sekarang, minum obatnya. Nih, aku udah ambil di tas kecil kamu," sahut Dikta. Ya. Dia memang sudah tahu dimana letak obat maag ku. Bahkan, ia suapi aku minum obat. Setelahnya, karena kurasa aku mulai pulih, aku minta diajak ke lantai bawah lagi, karena tak enak dengan keluarga lainnya. "Bener kamu gak apa-apa, Yang?," tanya Dikta. Aku mengangguk. Dikta langsung merangkulku keluar kamar setelah kami mengunci kamar. Sebelumnya, aku mengganti heels ku dengan flat sandals atas suruhan Dikta. Ini karena, ia takut aku sakit lagi. Paahal, tak ada hubungannya antara heels dengan maag. Tapi, aku menurut saja lantaran tak mau membuatnya tambah khawatir.

Begitu di lantai dasar. Rupanya, acara lempar bunga akan dimulai. Aku dan sepupu lain yang belum menikah juga ikut berbaris dan rupanya.....aku yang dapat. "Mmmm. Kayaknya Kak Mila nih, next nya," goda Tante Ita pada mamaku. "Amin deh, ya. Terserah mereka berdua aja," ucap mama.


My Sunglasses ManWhere stories live. Discover now