Setelah 2 minggu babymoon dan kembali ke Jakarta, aku juga masih harus merampungkan beberapa show sebelum mulai cuti di usia kandungan 7,5 bulan nanti. Tapi, aku tak khawatir. Soalnya, show ku lebih sering bersama suami daripada sendirian. Ehehehehe. "Sayang. Liat nih. Banyak yang liat vlog kita di Korea kemarin. Malah, ada yang nanyain, kamu gimana tuh, cara jaga kondisi selama babymoon," ucap Dikta saat kami bersama-sama membuka vlog Youtube kami. "Cara jaga kondisi ya.....palingan, makan ama istirahat harus cukup. Vitamin juga harus diminum dengan teratur. Untungnya juga, sebelum babymoon, aku udah melakukan beberapa peemriksaan dan dokterku memberikan beberapa vitamin ekstra. Itu ngaruh banget. Aku kayak gak ada capeknya loh," sahutku. Ya. Kami memang membuat vlog QnA seputar trip babymoon Korea ke Seoul, Jeju Island dan Busan. "Bener. Jadi, sebagai suami, ya...Tugas saya, mastiin dia ini makan dan istirahatnya bener, juga, minum vitamin tepat waktu," tambah Dikta. "Iya. Nih, suami paling bawel sedunia deh," balasku. Ya. Kami memang sangat bahagia. Malah, disela menyelesaikan pekerjaan, tepat diusia kandungan 7 bulan, digelar upacara 7 bulanan di sebuah hotel atas ide mama. Maklum, anakku ini adalah cucu pertama beliau. Selain pengajian, digelar beberapa ritual adat Jawa sesuai tradisi keluarga Dikta. Malah, beberapa tanteku juga datang dari Pontianak. Ada Tante Ita dan Tante Anna mewakili pihak almarhum ayahku dan kalau dari pihak mama, ada Om Iwan dan Tante Evi. Kami memang menggelar 7 bulanan pas disaat weekend agar keluarga lebih banyak yang bisa datang. "Wah..Ponakan om bentar lagi jadi mama loh," goda Om Iwan. "Iya. Kayaknya baru aja kemarin kalian nikah, eh.....udah mau punya bayi," balas Tante Evi. "Iya, Om, Tante. Doain aja ya. Soalnya, kemarin pas hamil muda kan, Dini sempat masuk rumah sakit. Saya sampe khawatir banget," curhat Dikta. "Iya. Kamu harus jadi papa siaga loh. Apalagi, kan, waktu persalinan istri kamu makin dekat, Nak," nasihat Om Iwan. "Iya. Tapi nih, ponakan Tante memang makin cantik aja," balas Tante Ita. Aku tersenyum. Malah, aku dan Dikta difoto dengan busana adat Jawa. Dikta mengupload foto kami berdua dengan caption, 'Bumil lagi sama pakmil nya. Hehehe. Sehat terus ya sayangku.' Aku mengupload foto saat Dikta menyuapiku makan dengan caption, 'Disuapin pakmil siaga. Makasih udah menjagaku selalu, suamiku.'
Malam, usai 7 bulanan. Beberapa keluarga memang menginap dirumah kami usai acara. Ada juga yang menginap di apartemen milik Dikta yang ia pakai sebelum kami menikah. Kulihat, Dikta sedang membaca sebuah buku dan membuka smartphone serta laptop miliknya. "Mas. Nih, aku buatin cappuccino hangat," sapaku sambil memeluk bahunya. "Duh...Sayang. Kan, aku bisa buat sendiri," balas Dikta. "Mas. Aku sama baby kita loh, yang mau buatin kamu minum," ucapku. "Iya, Sayang. Makasih ya," sahut Dikta. Ia meminum cappuccino nya. "Mas. Lagi apa kamu?," tanyaku. "Nih. Lagi nyari nama untuk baby girl," jawab Dikta sembari mengelus dan menciumi perutku dengan sayang. "Udah dapet emangnya Mas?," tanyaku. "Udah ada beberapa. Tapi kayaknya.....Aku pengen.....nama anak kita tuh, Khawla Adara Wicaksono. Khawla itu, nama dari salah satu sahabat nabi yang paling tangguh dalam membela Islam. Dia kuat walau dia wanita. Kalau Adara itu dari bahasa Yunani, artinya kecantikan. Wicaksono....Itu nama belakangku, yang kuberikan special untuk anak kita, dan artinya kebijaksanaan. Kalau digabung, arti nama anak kita tuh, anak perempuan yang cantik, tangguh dan bijaksana. Gimana?," jawab Dikta seraya menjelaskan nama yang ia pilih. Kurasakan, ada gerakan kecil diperutku. "Oke....Aku tahu jawabannya. Mas. Pegang deh. Anaknya setuju, dan aku juga. Khawla tuh nama yang unik, dan aku seneng kalau anak kita dipanggil Khawla," ujarku. "Iya, Sayang. Tuh, sampe nendang gini. Coba deh. Hey Khawla Adara Wicaksono, kesayangan papa dan mama. Seneng ya, karena kamu udah ada nama?," sahut Dikta seraya mengusap perutku. "Iya, papa. Anaknya seneng banget. Oh iya. Baby nya juga suka kalo diputerin lagu. Kalo dikasih murrotal juga dia suka. Cuma, kalo yang ngaji kamu, atau yang nyanyi kamu, uh....gerakannya aktif banget," curhatku. "Iya deh. Mamanya Khawla rebahan dulu, biar papa yang nyanyi," balas Dikta seraya membantuku rebahan dikasur. Lalu, ia mendekatkan wajahnya ke perutku dan mulai bershalawat. Rasanya, aku sangat tenang dan begitu juga bayi kami saat Dikta membaca shalawat. "Mas. Aku nyaman banget nih, anaknya juga," ucapku. "Iya, cintaku. Khawla, sekarang bobok ya. Udah malam. Baca doa dulu. Bismikallah huma ahiya wa bismika amuud. Pinter anak papa," sahut Dikta. Memang, kami sepakat untuk memasukkan pendidikan agama sejak awal pada calon anak kami, dan kuakui, Dikta yang paling detail untuk masalah ini.
YOU ARE READING
My Sunglasses Man
General FictionDia adalah sosok kakak, calon suami, sekaligus pengganti sosok ayah bagiku. Kami sama-sama sudah tak memiliki ayah lagi. Dia hadir dihidupku lewat sebuah ketidak sengajaan. Awalnya, aku tak suka dengan sosok lelaki berkacamata. Tapi, dia, Dikta ku...