Dikta's Support

65 1 0
                                    

Selama 3 hari, kudampingi Dikta. Tapi dihari keempat, aku pulang lagi ke Jogja. Ini karena aku harus melengkapi sejumlah dokumen. Dikta mengantarku ke bandara dengan Mas Leon. "Sayang. Kamu hati-hati, ya. Kapanpun kamu mau ujian proposal, bilang sama aku," ucap Dikta saat ia mengantarku. "Iya, Sayang. Aku janji," sahutku. "Nih, buat kamu di pesawat. Ada McD kesukaan kamu," timpal Dikta. "Iya. Makasih, ya, Sayangnya aku," ujarku. Dan....saat di Jogja, aku disibukkan dengan beberapa agenda persiapan ujian proposalku. Konsultasi via email dengan 2 dosenku juga kulakukan. Rupanya, mereka menyatakan bahwa aku ujian tanggal 28 Desember. Aku siap saja. Maka, aku segera memberitahu Dikta dan.....aku beruntung karena di tanggal 31 Desember, Dikta ada acara di Jogja. Ia akan ke Jogja tanggal 30 Desember, sama dengan mamaku. Alhasil, ditanggal itu, aku menjemput 2 orang yang kusayangi. Kebetulan, aku juga sudah tinggal dirumah milik keluargaku di Jogja. Rumah itu, menurut mama, takkan disewakan sampai aku selesai kuliah. Untuk uang bulananku, dihandle lagi oleh mama. Namun, Dikta juga ikut memberiku uang bulanan yang jumlahnya sama dengan uang saku bulananku dari mama, malah kadang lebih besar. Ini membuatku merasa tak kekurangan uang selama di Jogja sendirian.

Ujian proposalku berjalan lancar tanpa hambatan berarti. Walau ada beberapa bagian yang harus diperbaiki sebelum aku penelitian di Singkawang, tapi aku yakin bahwa aku bisa melakukannya. Usai ujian, kutraktir 2 sahabatku, Ayu dan Yuni. Mereka belum ujian karena masih banyak revisi dan baru ujian di awal tahun depan. Setelahnya, aku kembali kerumah dan mulai mengerjakan revisian proposalku. Malam harinya, aku masih lanjut mengerjakan revisi proposal disaat Dikta videocall. "Lagi apa, Sayang? Gimana ujiannya?," tanya Dikta. "Alhamdulillah lancar. Sayang, maaf, tadi belum kasih info. Soalnya, gitu habis ujian, Ayu dan Yuni ngajak makan dulu. Trus, langsung rempong ngelarin revisi proposalnya nih," jawabku. "Iya, deh. Tapi kamu udah makan belum?," tanya Dikta dengan penuh perhatian. "Udah kok," jawabku. "Mas. Kamu udah makan?," tanyaku. "Udah. Kan aku masak tadi. Nih, aku bikin capcay sama telur dadar," jawab Dikta. "Sayang. Besok aku kirim uang bulanan kamu," ucap Dikta. "Yang. Kan kamu udah kirim 2 juta pas tanggal 2 kemarin, barengan sama mama," sahutku. "Ini ya....anggap aja bonus. Soalnya, kamu kan udah ujian. Besok sekitar jam 12 siang, cek aja rekening kamu," ujar Dikta lagi. "Sayang.....kamu ih....sampe repot gini. Aku kan udah ada uang dari mama," ucapku. Aku tak enak pada tunanganku. "Gak lah. Kamu gak bikin aku repot, kok. Kamu tuh, udah jadi tanggung jawabku sejak kita tunangan, bahkan, sejak kita pacaran," sahut Dikta. "Iya. Makasih ya Sayang," ujarku. "Ya udah. Kamu lanjut kerjanya deh. Aku mau latihan dikit," balas Dikta. Sambungan berakhir dan ini membuatku lebih bersemangat mengerjakan revisi proposalku. Ya. Aku harus menyelesaikan semua sebelum tanggal 10 Januari. Ini karena, rencanaku, tanggal 8 Januari, atau 9 Januari, aku ke Jakarta dulu untuk memberikan surprise party buat tunanganku tercinta. Baru setelahnya, di 12 Januari atau 13 Januari, aku pulang ke Singkawang untuk mulai penelitian. Mama bahkan sudah tahu soal ini.

Tanggal 30, mamaku datang dari Bali ke Jogja. Ini karena mama ada acara disana. "Selamat ya, Nak, udah selesai ujian proposalnya," ucap mama. "Iya, Ma. Ma. Bentar lagi Mas Tata datang," sahutku. Dan.....benar saja. Setelah 15 menit menanti, terdengar pengumuman bahwa pesawat Garuda Indonesia dari Jakarta tiba dan itu adalah pesawat yang ditumpangi Dikta. Ya. Dia memang datang sendiri dulu, dan member Yovie and Nuno lainnya baru akan menyusul esok pagi. Tak lama, kulihat Dikta sudah berjalan kearahku dan mama. "Eh....anak mama 1 ini makin cakep. Nak. Mama ikut berduka cita atas meninggalnya papamu. Maafin mama, ya, mama nggak bisa kesana. Mama ada raker soalnya," ucap mama saat melihat Dikta. Mama bahkan memeluk tunanganku itu seperti anaknya sendiri. "Iya, Ma. Dikta minta doa mama aja, semoga papa dan ayah ditempatkan di sisi Allah," sahut Dikta, seraya memeluk mamaku juga. Kemudian, ia memelukku dan berucap, "Selamat, ya, Sayang. Kamu makin dekat dengan gelar master mu." "Iya, Sayang. Makasih, ya, udah selalu support aku," ujarku. Lalu, kami makan siang dahulu sebelum pulang kerumah.

Malam, jam 23.00. Mama sudah tidur saat aku masih mengetik revisi proposalku di ruang tamu. Namun, Dikta masih menemaniku dengan setia. Ia bahkan menyuapiku cream soup dan roti. "Yang. Udah dulu," ucapku. "Sayang. Kamu tadi makan malamnya dikit banget, loh," tegur Dikta. Tak lama, kupegang keningku. Kepalaku agak pusing. "Tuh kan. Kamu istirahat dulu, Yang," ucap Dikta sambil merangkulku dengan sayang. "Dikit lagi, Yang. Habis itu, mau aku print. Kan hari Senin mau aku konsulkan ke dosen-dosen pembimbingku," sahutku. "Iya. Aku tahu. Tapi, kesehatan kamu jauh lebih penting, Yang. Oke. Ini aku bantu ya," tawar Dikta. "Yang. Biar aku aja. Nanti kamu bantu susunin aja pas aku ngeprint. Udah ada halamannya, kok," ujarku. Dikta setuju. Setelah yakin bahwa semua revisi proposal sudah kukerjakan, aku mulai mengeprint. Dikta membantu menyusun halaman per halaman tesisku dengan telaten dan merapikannya. Setelah semua selesai, Dikta segera menyuruhku tidur.

Keesokan harinya. Aku menemani Dikta check sound bersama mamaku di salah satu hotel tempat ia tampil. Disaat itulah, Mas Yovie memintaku berduet dengan Dikta di lagu Kemenangan Hati, Menjaga Hati dan Bunga Jiwaku. Kami berpandangan dan akhirnya, kami setuju. Bahkan, panitia langsung menyiapkan make up artist dan hair stylish khusus untukku. Aku malam nanti akan memakai dress silver, senada dengan kemeja yang dipakai Dikta. Aku juga memakai heels silver kesayanganku. Malam pergantian tahun dengan special performance dari Yovie and Nuno memang amat berkesan bagi semua orang, terlebih aku. Ya. Ini adalah kali pertamaku berduet dengan Dikta dan band nya itu di malam tahun baru. Apalagi, kini Dikta adalah tunanganku. Duet kami sendiri, menurut semua orang, sangat romantis. "Wah....kalian ini....beneran romantis. Untuk itu, selesai Dini kuliah, Insya Allah, kita mulai juga proyek rekaman untuk single Kemenangan Hati ala Dini dan Dikta. Malah, ada juga single Ketika Kau Menyapa dan beberapa lagu lain yang akan kalian cover berdua," ucap Mas Yovie pada kami. Ini mengagetkanku. "Beneran, Mas?," tanyaku. "Iya. Ini serius. Soalnya, duet kalian juga termasuk yang dinanti sama semua fans Yovie and Nuno. Trus, kamu juga bisa dekat dengan Dikta Fever, fans nya Dikta. Ini nilai plus kamu juga," jawab Mas Yovie. Aku setuju. Mamaku pun demikian, asalkan aku bisa bahagia. "Wah....ini kan impian kamu, Nak. Mama tahu, dari dulu, kamu pengen rekaman," ujar mama. "Iya, Ma. Alhamdulillah. Sejak pacaran ama Mas Tata, dan setelah kami tunangan, ya.....ada aja jalan untuk rekaman, seperti malam ini, yang dikatakan sama Mas Yovie," sahutku. "Eh......ini Jalan Allah, Sayang," balas Dikta. "Iya, kamu bener banget, Yang," balasku.

Esoknya, aku mengantar Dikta dan semua member Yovie and Nuno pulang ke Jakarta. Aku dan mama mengantar hingga ke bandara. Setelahnya, kami jalan berdua. Mama mengajakku belanja beberapa oleh-oleh. Jadi, seharian itu, aku menemani mama berbelanja. Pas hari Senin, kubawa revisi proposalku pada 2 dosen pembimbingku. Mereka ACC, bahkan, langsung menyuruhku mengurus ijin penelitian. Maka, aku langsung membuat surat ijin penelitian hari itu juga untuk beberapa instansi yang akan menjadi respondenku. Semua selesai dalam 1 hari itu. Aku juga segera memperbanyak proposalku menjadi 5 rangkap. Aku juga mengurus ethical clearance ku. Maklum, sebagai anak FK, walau bukan dokter, aku harus mengurus surat itu. Beruntung, surat itu jadi sebelum aku pulang ke Singkawang. Jadi, Ayu dan Yuni yang mengirimkan surat itu ke alamat rumah Mbak Arty dengan JNE YES. Setelah selesai, aku pulang dan mengajak mama jalan-jalan sebelum mama akan pulang lusa lantaran akan segera masuk untuk mengajar.


My Sunglasses ManWhere stories live. Discover now