Setelah malam itu, job ku semakin banyak, dan Dikta juga. Belum lagi, kami mulai mempersiapkan pernikahan. Kotak hantaran dipesan khusus oleh kakak Dikta, Mbak Arty, di sebuah galeri yang khusus membuat kotak hantaran. Kotak itu dari kayu dan ada nama serta tanggal pernikahan kami. Untuk undangan, didesain simpel dan elegan dengan nuansa silver dan terdapat lukisan wajah kami berdua. Malah, di undangan, tercantum gelar akademikku. Aku sempat protes, tapi Dikta memaksa agar aku memakai gelar akademik. Namun, agar terkesan seimbang, atas usulku, dibelakang nama Dikta juga disematkan nama Yovie and Nuno. Ini agar orang tak memandang sebelah mata pada Dikta. Kalau busana pengantin, untuk akad nikah, kami memakai adat Sunda, dan saat siraman, kami memakai adat Jawa. Ini untuk menghormati keluarga Dikta. Kalau untuk acara di Pontianak, digelar full dengan adat Melayu Kalbar, daerah asalku. Aku malah mempercayakan busana akad nikahku pada Delmora Kebaya, langgananku. Bahkan, owner nya rela PP Jogja-Jakarta untuk keperluan tersebut. Kalau untuk busana resepsi, atas saran beberapa sahabat, aku mempercayakan gaun untuk resepsi di Jakarta pada Julia Sposa yang terkenal dengan gaun pengantinnya yang simpel but elegant. Masta sendiri mengenakan jas saat akad dan resepsi dari Rumah Mode Brutus. Nah, kalau untuk siraman dengan adat Jawa, memang, dandananku agak ribet. Untuk itu, kupercayakan tata rias wajahku pada Kak Bubah Alfian, yang memang biasa menanganiku sejak single ku melejit.
"Sayang. Untuk busana pengantin kita, udah beres. Seragam keluarga besar 2 pihak udah ada bahannya dan mulai dikirim. Lalu....undangan mulai di desain. Kalau tempat, itu juga udah. Kita pakai outdoor dan indoor area di Galea Belangi, Bekasi. Mas....apalagi ya? Mmmm. Kalau aku, sih, untuk bales hantaran kamu, udah kubeli. Sepatu ama sandal dr. Marten, kemeja dan t-shirt dari Polo, jeans ama celana casual, alat sholat, alat mandi, skin care cowok, trus, aku udah siapin handuk ama kimono pake tulisan nama kita. Piyama juga udah kusiapin untuk kamu, ama sandal tidur," jelasku saat kami bertemu di malam Minggu itu. Dikta yang ke apartemenku. Mamaku sedang di Pontianak untuk melihat gedung yang akan dipakai saat resepsi disana nanti. "Astaga....Sayang. Kita belum hunting wedding ring. Kalau perhiasan kamu, udah aku pesan 1 set di Miss Mondial. Kan, kebetulan, aku dan band ku sering nyanyi untuk event mereka. Jadi, ada, deh, special price nya. Hehe," sahut Dikta. Ia berusaha santai agar aku tak terlalu panik dan stress. "Bener, Sayang. Trus, hantaran lainnya gimana?," tanyaku. "Kita sambil cari. Kan, kamu udah kubelikan tas LV, ada pouch dan hand bag nya juga. Trus, skin care dan make up 1 set dari Bobbi Brown dan Sephora, parfum ama body mist nya Victoria's Secret, peralatan mandi dari Loccitane, hand body ama hand cream nya sekalian, trus, ada sepatu, sandal, bahan baju, perlengkapan tidur ada juga," jawab Dikta. Tak lama, mama menelepon kami. Beliau videocall, "Dikta. Kalau untuk resepsi pernikahan kalian yang di Pontianak, sesuai adat keluarganya Dini, pake kain songket Sambas. Ini mama di pengrajinnya. Ada 1 set nih. Warna dan sulaman benang emas nya klasik banget dan limited, hanya ada 1 pasang," ucap mama padaku dan Dikta. "Iya, Ma. Itu berapa harganya?," tanya Dikta. "Harganya 3,2 juta, Nak. Ini mama ditempat pengrajinnya langsung di Sambas, itu 5 sampai 6 jam lagi dari Pontianak dan masih banyak keluarga Dini yang tinggal disini," jawab mama. "Ma. Saya mau beli kain itu untuk Dini, ya...biar hantarannya lengkap sesuai adat dan budaya di keluarga Dini juga. Saya sekarang transfer 4 juta ke mama," putus Dikta, membuatku kaget. Ia bahkan menggunakan mobile banking untuk mentransfer uang ke mamaku. "Ma. Coba mama cek deh. Udah saya kirim," ujar Dikta tak lama kemudian. Mama segera mengecek saldonya di mobile banking. Rupanya, sudah masuk. Jadi, mama segera membayar kain itu. "Nak. Ini lebihnya 800 ribu," ucap mama setelah membeli kain. "Udah, gak apa-apa, Ma. Buat mama jajan aja," balas Dikta. "Ma. Makasih, ya," sahutku. "Iya. Mama senang melakukan ini, untuk anak gadis mama yang akan menikah," balas mama. Sambungan berakhir.
Esoknya, kami sepakat untuk menuju ke salah satu counter perhiasan. Kami ke Adelle Jewelry untuk mulai hunting wedding ring. Maklum, Dikta ingin, wedding ring kami modelnya unik. Kami menjatuhkan pilihan pada wedding ring yang bentuknya asimetris dan bertahtakan berlian kalau untukku. Dikta sendiri memilih cincin yang polos. "Lucu banget nih, model wedding ring nya. Simpel tapi unik," komentar Dikta."Iya. Aku juga suka, sih, Mas," sahutku. Kebetulan, kami memang ingin wedding ring yang unik dan tak pasaran. Dengan 3D desain serta bertuliskan inisial nama serta tanggal pernikahan dibagian dalam cincin, dan sudah diperlihatkan bagaimana kira-kira wujud wedding ring itu, kami sepakat untuk memesannya. Perlu waktu 2-3 bulan untuk hal tersebut dan kami rasa, waktunya cukup. Ini karena, kami memesan jauh sebelum tanggal pernikahan. Jadi, kalau ada perubahan ukuran, bisa segera dikoreksi. Setelah memesan wedding ring, Dikta mengajakku ke counter Miss Mondial di mall lainnya. Rupanya, ia memesan jewelry set yang ku mau. "Mas....ini kan....," ucapku. Aku tak bisa meneruskan kalimatku saat Dikta tersenyum manis dan memperlihatkan 1 set perhiasan yang khusus ia pesan untuk seserahanku. "Iya. Kamu pernah liat set perhiasan ini waktu kita lagi jalan. Pas liat set perhiasan berlian yang star edition ini, aku liat, kamu bahagia banget. Jadi, ya udah. Aku pesan aja. Ini kan, hadiah buat kamu," balas Dikta. Ia rangkul bahuku, dan aku tak bisa menolak untuk balas merangkulnya. Setelah 2 mall kami kunjungi, kami sepakat untuk mengecek jas pengantin yang akan dikenakan Dikta. "Gimana nih, beskap untuk akad nya, Yang?," tanya Dikta padaku. Ia memakai beskap berwarna biru muda saat akad nikah nanti. Kami ingin nuansa yang beda, dimana umumnya kalau akad, orang memakai busana putih dan agar sedikit beda, kami memilih busana biru muda untuk akad. Baru saat resepsi, aku memakai wedding dress putih. "Kamu kok cakep sih, Mas? Belum pake kain batiknya udah ganteng," pujiku. "Hehehe....Kan, aku calon suamimu. Makanya, aku jadi keliatan ganteng banget buat kamu," balas Dikta. Iseng, kucubit pipinya. "Dih...Nyubit. Gemes ya....," goda Dikta. "Iya. Ehehe," balasku. Dikta spontan mencium pipiku dengan sayang. Kemudian, ia mencoba jas yang akan ia kenakan saat resepsi pernikahan kami. Setelan jas berwarna navy blue dan dalaman silver itu terlihat pas dibadannya. "Kamu keren banget, Mas," pujiku. "Iya. Kan, aku tambah keren karena kamu yang selalu didekatku," balas Dikta.
Dua hari kemudian, jadwalku untuk fitting pertama baju pengantin dengan Julia Sposa Butik. Aku dibuatkan off shoulder wedding dress yang memperlihatkan bahu indahku, dan modelnya adalah mermaid dress, bukan ball gown karena acaranya outdoor. Walau begitu, dress berwarna putih ini berhias kristal dan swarovski indah, yang membuat sabrina dress ini makin cantik saat kupakai. "Nanti, crown nya bisa pakai yang simpel," saran Mbak Julia, yang merancang busana pengantinku. "Iya, Mbak. Kebetulan, untuk crown, kami bingung juga mau pake yang mana," sahutku. "Kebetulan. Saya ada kenalan yang biasanya buat crown wedding. Produce nya di Bali. Cuma, kalau mau pesan, kayaknya masih keburu. Kan, nikahnya masih lumayan lama. Ini aja baru fitting pertama," jelas Mbak Julia. Maka, Mbak Julia menghubungi sahabatnya. Ia jelaskan dengan detail busana yang ia rancang. Lalu, aku memutuskan untuk memilih crown yang simpel dengan sentuhan berlian, juga swarovski yang indah. "Aku setuju. Kesannya ringan aja dikepala kamu. Kasian kalau nanti kamu malah pusing karena keberatan crown," ucap Dikta saat aku memilih crown cantik itu. Crown nya juga dibuat bertema star, seperti gaunku yang dibuat dengan brokat special desain bertema star, sesuai tema resepsi nanti. Ya. Untuk akad nikah, digelar jam 9 pagi di area outdoor, lalu, untuk resepsi, digelar pada pukul 7 malam hingga selesai di area indoor dan outdoor dengan tema stardust yang indah, penuh lampu, ada kembang api, dan ada juga gitar pora. Jadi, saat kami masuk ke ruang resepsi, ada pasukan pria bergitar yang menyambut kami, juga, ada para wanita yang membawa kembang api. Ini kami ambil dari groomsman dan bridesmaid kami.
"Mas. Kalau yang di Delmora, pihak mereka mintanya, paling lama 1 bulan sebelum nikah, udah fitting yang fixed, biar bisa dibenerin. Mereka yang kesini sih, Mas," curhatku. Ya. Selain kerja, kesibukan kami bertambah dengan persiapan pernikahan. Untungnya, ada keluarga besar Dikta yang membantu. Kalau dari pihakku, mereka lebih repot mengurus resepsi di Qubu Resort, Pontianak, yang full adat Melayu. "Iya, Sayang. Jadi gak sabar mau liat kamu pakai kebaya akad yang ada mutiara dan swarovski cantik itu," sahut Dikta "Iya. Mas. Besok aku ke luar kota, tepatnya, aku ke Surabaya," ujarku. "Iya, aku juga besok aa acara di Bekasi. Nah, sekalian, aku ke Galea Belangi, mau lunasin pembayaran sewa gedung. Kan, baru di DP kemarin," sahut Dikta. "Iya, Mas. Sekalian, kamu bisa tolong cek catering juga, gak?," tanyaku. Itu sekalian, Sayang. Besok kan, aku pergi sama Mbak Arty. Ya......Kamu tahu lah, Mbak kita itu paling detail untuk masalah catering," jawab Dikta. Memang, selama proses persiapan pernikahan, kuakui, kami malah makin kompak, dan jarang berantem. Mungkin karena segalanya dimusyawarahkan dengan baik oleh kami berdua dan pihak keluarga. Malah, Salsa, calon adik iparku, sampai membuat grup khusus di WA untuk membahas persiapan pernikahan kami berdua. Maklum. Setelah lama menanti, kami menikah juga.
Segala persiapan sudah dilakukan dan tiba juga hari-hari jelang pernikahan kami berdua. Saudara dan sahabat kami sudah hadir. Kami malah sudah booking 1 penginapan disekitar Galea Belangi, Bekasi, bagi mereka. Untuk groomsman bagi Dikta, ia memilih sahabatnya di Yovie and Nuno, juga Dikta Project. Kalau bridesmaid ku, kupilih Ayu dan Yuni, sahabatku sejak kami kuliah S2, Mega alias Mey, sahabat yang sudah kuanggap kakakku, Mbak Ajeng, kakak ipar sepupuku yang paling akrab denganku, juga Kak Cici dan Kak Tya, 2 sepupuku dari almarhum mendiang ayahku. Dua hari sebelum akad nikah, diadakan pengajian dirumahku di Bekasi, dimana keluarga dari Dikta juga ikut. Pengajian tersebut digelar bernuansa putih. Aku memakai kaftan putih rancangan Namora Atelier. Selendang putih berhias mutiara juga kukenakan untuk menutupi rambutku. Dikta memakai baju koko putih karya seorang desainer terkenal yang sering membuatkan pakaian untuknya. Untuk make up, dari pengajian hingga resepsi, kami memakai Bubah Alfian. Ini karena, make up beliau lebih flawless namun tetap ada sisi mangling kalau menurut keluargaku, dan calon suamiku. Maklum, calon suamiku tak terlalu suka kalau make up ku menor. Pengajian tersebut memang amat khidmat, bahkan, saat Dikta membacakan potongan ayat dari Surat Ar-Rahman, aku sempat meneteskan air mata bahagia. "Masya Allah. Calon suamiku makin lancar ngajinya," batinku. Setelah 3 ayat dibaca oleh Dikta, aku membaca 2 ayat juga. Dikta menatapku dan membatin, "Jadikan ia pasangan sehidup se surga bagi ku, Ya Allah." Lalu, kami sungkeman dengan orang tua masing-masing. Karena kami berdua sudah tidak memiliki ayah lagi, alhasil, saat sungkeman, aku didampingi mama dan Om Iwan, adik dari mama. Kalau Dikta, ia juga didampingi oleh mami dan om, juga oma nya. Untuk souvenir, kami berikan tasbih kristal berwarna biru dan teko dengan desain mewah namun tetap elegan. Sehari sebelum akad, diadakan siraman dengan adat Jawa dikediaman kami masing-masing. Malamnya, digelar acara midodareni serta subuh sebelum akad, aku sudah bangun untuk didandani sekaligus dipakaikan white henna dan kuku palsu cantik bernuansa soft pink dihiasi kristal khusus.
YOU ARE READING
My Sunglasses Man
Genel KurguDia adalah sosok kakak, calon suami, sekaligus pengganti sosok ayah bagiku. Kami sama-sama sudah tak memiliki ayah lagi. Dia hadir dihidupku lewat sebuah ketidak sengajaan. Awalnya, aku tak suka dengan sosok lelaki berkacamata. Tapi, dia, Dikta ku...