Mencoba Tegar

55 1 0
                                    

Setelah 3 hari di Pontianak, aku dan Dikta pulang. Ya. Kali itu, Dikta akan menemaniku sampai ke Jogja. Bahkan, di Jogja, ia bantu aku membereskan keperluan camp ku di Kaliurang nanti. "Oke. Semua beres," ucapku. "Iya, Sayang. Well, besok pagi, aku ke Jakarta. Kamu gak apa-apa kan? Inget. Tetap berusaha kasih kabar loh," pesan Dikta. "Oke, my Masta," sahutku. Aku mulai bisa tersenyum lagi. "Iya deh. Kamu besok berangkat jam 12 siang kan, ke camp nya?," tanya Dikta. "Iya. Kamu berangkat pagi, kan, Mas," ucapku, seraya balik bertanya. "Iya cintaku," jawab Dikta. "Kamu belum makan loh. Makan yuk," ajak Dikta. Aku mengangguk. Lalu, dengan motor sewaan, kami pergi. Dikta yang membonceng.

Selama aku di camp, aku menyelesaikan segalanya dengan amat baik. Bahkan, aku juga sekalian konsultasi revisian proposal tesisku ke dosen pembimbing 1 dan 2 ku. Beruntung, beliau mengerti kalau aku baru dapat musibah. Sejak ayah meninggal juga, aku jadi lebih tegar. Apalagi, ada Dikta yang sudah warnai hariku. Ada aja, hal konyol atau romantis yang ia lakukan walau kami berjauhan. Seperti siang itu, usai aku konsultasi ke 2 dosenku dan aku kembali ke kost an. "Mbak Dini. Ini, ada pesanan makanan," ucap Isa, anak dari penjaga kost ku. "Oh. Iya. Makasih ya Dik," sahutku. Aku masuk ke kamar dan membuka makanan itu. Rupanya.....1 paket nasi, ayam crispy, omelette, dan sup dari McD. Ada burger dan chocolate ice nya juga. Lalu, ada notes, 'Semangat kerjain proposal tesisnya, Sayang. Jangan lupa makan dan habisin semua. Kalau kamu sisain, mubazir namanya. Love you.' Ini membuatku langsung menelepon Dikta. "Iya, Sayang. Udah terima paket lunch nya?," tanya Dikta. Ya. Kami memang videocall hari itu. "Iya, udah diterima, kok. Sayang..tapi banyak banget ini," jawabku, seraya protes. "Eh...gak banyak loh. Kamu tadi pagi kan cuma minum susu. Sekarang, kamu harus makan," timpal Dikta. "Iya deh iya," sahutku akhirnya. "Ya udah. Selamat makan, cintaku. Aku kerja dulu," balas Dikta. "Kamu juga makan ya, Sayang. Jangan di skip makannya, ntar migraine lagi," ujarku. "Oke deh," balas Dikta. Lalu, di kota berbeda, kami makan siang.

Jelang Idul Adha, mama datang ke Jogja. Kujemput mama di bandara. Tapi, tak lama kemudian, ada sosok yang kukenal. Dia adalah....kekasihku, Dikta. "Ma. Bentar. Kayaknya itu Mas Dikta," ucapku. Benar saja. Dikta datang dengan mami dan papanya. "Wah.....Mas..kamu kok gak bilang," sapaku pada Dikta. Lalu, kusalami mami dan papa, juga kakak dan adik dari Dikta dengan sopan. "Kan biar surprise. Aku bilang kan, ama kamu kemarin, kalau kamu jemput mamamu ke bandara, tungguin aja. Aku ada surprise. Ini surprise nya," jelas Dikta. "Iya. Soalnya, Dikta gak mau kamu itu jadi sedih kalau Idul Adha sendirian. Jadi, kami sekeluarga nemenin kamu, deh, Nak," sahut mami dari Dikta seraya merangkulku dengan sayang. "Benar. Tapi, kamu tetap harus semangat. Ingat. Gak ada hal yang lebih membuat ayahmu bahagia disana, selain keberhasilan studi kamu. Om juga bangga, calon istrinya Dikta tuh, S2, pinter, jebolan UGM, pula," timpal papa. "Om. Tante. Makasih, ya, udah mau datang dan menemani saya. Oh iya. Ini mama saya," ujarku. Maka, orang tuaku dan Dikta berkenalan. Lalu, kami memutuskan untuk mencari taksi. Kami memesan 2 taksi agar lebih nyaman. Hari itu, mama memutuskan untuk menginap dirumah kami di Jogja, karena masa sewa nya habis dan baru saja kubereskan dengan memanggil go clean. "Itu juga kalau Bapak dan Ibu gak keberatan," ucap mamaku. "Gak lah, Jeng. Ngapain kami keberatan. Justru kalau kami di hotel kan, malah kami gak enak. Kan, kami niatnya mau nemenin jeng sama Nak Dini," sahut mami. "Iya deh. Udah mau sampai itu," timpal mama. Dimobil lain, aku bersama Dikta, juga Salsa. Kalau mamaku bersama mami, papa, juga Mbak Arty, kakak dari Dikta bersama suami dan anaknya yang baru 3 bulan. Ini karena yang tahu alamat rumah dengan pasti adalah aku dan mamaku. Jadi, kami disebar.

Di rumah dengan nuansa Jawa modern itu, kami mulai berbagi kamar. Aku tidur dengan mama dan Salsa. Mbak Arty dengan suami dan putranya, Radhin. Kalau Dikta, ia tidur dengan papa dan mami nya. Sorenya, mama dan aku mengajak keluarga Dikta untuk jalan-jalan. Papa minta ditemani ke Malioboro karena beliau pengen naik andong. "Wah..papa beneran mau naik andong?,"tanya Dikta. "Iya lah. Hehehe," jawab papa. "Udah, Mas. Biar aku yang nego harga," ucapku sambil memegang tangan Dikta. "Aku temenin deh," ucap Dikta. Ia genggam tanganku. Lalu, setelah nego harga, 2 andong siap membawa kami keliling. Malamnya, kami main sepeda di Alkid. "Seru juga ya, sepedaan gini," ucap Dikta padaku. "Iya. Aku dulu pengen banget someday bisa sepedaan sama pacar. Eh..sekarang keturutan, sepedaan sama kamu," sahutku. Dikta merangkulku dan ia cium pipiku. "Foto yuk," ucapku. Dikta setuju. Kami selfie berdua. Ada 1 foto saat kami sepedaan yang ku upload dengan caption, 'With my half. Always happy and it's because of you." Dikta mengupload 1 foto saat ia rangkul pundakku dan cium pipiku serta aku mengusap pipinya dengan caption, 'Always happy when I'm here beside you.'

Esoknya, aku bersama mama, Salsa dan mami, juga Dikta, pergi ke sebuah supermarket. Mbak Arty dan suaminya, juga Radhin dan papa, pergi ke mall untuk membeli baju bagi Radhin. Kami akan belanja untuk keperluan menyambut Idul Adha besok. "Beli ini gak, Yang?," tanya Dikta. Ia perlihatkan daging dan kerang. Aku tahu, 2 makanan itu adalah kesukaan Dikta. "Boleh. Taroh di trolly aja, Yang," jawabku. "Oh...Dikta suka kerang ya? Nanti, tante masakin kerang asam manis ya. Itu kesukaan Dini," ucap mama. "Iya, Jenk. Dikta tuh suka ama kerang. Kalau telur juga dia suka. Anaknya bisa makan apa aja," sambung mami. Kami pun berbelanja lagi. Begitu sampai dirumah, kami segera membuat bumbu. Dikta malah membantu membersihkan kerang, mencuci daging dan sayur. Aku salut. Ia yang laki-laki, mau ikut membantu ke dapur. "Mas. Udah. Aku aja," ucapku saat kulihat Dikta memotong sayur. "Gak usah. Biarin. Aku aja. Kan, kerjaan dapur bukan hanya tugas cewek. Ntar kalau kita nikah, dan tahunya pas kamu hamil, kamu gak kuat ama aroma bumbu dapur, kan, aku juga yang masak. Jadi.....pemanasan dari sekarang," sahut Dikta. "Ih....kamu. Pikirannya kok udah jauh banget sih...," ujarku. Kucubit pipi Dikta. "Hehehe. Iya donk. Aku kan mau jadi visioner yang mikirnya kedepan," balas Dikta. Lalu, kami memotong sayuran dan daging, sementara mama, mami dan Salsa menyiapkan bumbu.

Esoknya, kami bersiap untuk sholat Idul Adha bersama di Masjid UGM. Kami memakai 2 mobil. Aku bersama Dikta, mama, dan Salsa di mobil Yaris dan di Innova, ada mami, papa, juga Mbak Arty, Mas Leon, suaminya, dan Radhin, anaknya. Kami mengikuti sholat Idul Adha dengan khusyuk. Tapi, ada sedih yang mendadak kurasakan. Ya. Ini menjadi Idul Adha pertama tanpa ayahku. Mama memelukku dan kami malah menangis berdua. Usai sholat, kami pulang ke rumah. Saat dirumah, mama, mami, juga papa sudah duduk ditempat khusus. Ya, ini karena akan diadakan sungkeman. Yang pertama, Mbak Arty, Mas Leon dan Radhin yang menyalami mamaku, mami dan papa. Lalu, berikutnya, aku dan Dikta. "Ma. Maafin Dini ya, belum bisa nyenengin mama," ucapku. Kucium tangan mamaku. "Kamu selalu bahagiakan mama dengan prestasi kamu yang membanggakan, Nak. Benar kata ayah, kalau kamu anak pintar. Dari SD sampai S1 kemarin, kamu selalu dapat nilai terbaik dan mama, juga ayahmu, sangat bangga padamu," sahut mama. Lalu, kusalami mami dan papa dari Dikta. Mereka terlihat sayang sekali padaku. "Nak. Tante dan Om senang sekali, dapat calon mantu secantik dan secerdas kamu. Dikta beruntung sekali," ujar mami. "Iya, Tante. Makasih udah restui saya dan Mas Dikta," sambungku. "Pasti. Om kan udah sangat restui kalian. Gimana kalau nanti, kita adakan aja acara pertunangan secara resmi? Ya..kami juga kepengen mengadakan acara itu untuk menyambut calon mantu kami," usul papa. Semua setuju. Alhasil, pembahasan soal pertunangan resmi pun dimulai. Kami rencananya akan bertunangan di Sumberwatu Herritage dan Abhayagiri Restaurant, Yogyakarta, tanggal 1 Oktober, yang artinya...bulan depan. Kami memilih tempat itu karena disanalah kami pertama kali jalan berdua usai jadian. Kami segera membooking tempat via telepon dan bahkan, sore itu juga, kami ajak semua keluarga kesana. Mereka semua suka karena view indah dan makanan lezatnya. Maka, mulai besok, semua disiapkan. Aku mulai memilih kebaya. Kebetulan, untuk kebaya, aku punya langganan di Delmora. Jadi, aku, mama, mami, Mbak Arfy, juga Salsa, membuat kebaya disana. Untungnya, mereka masih bisa dengan cepat mengerjakan kebaya untuk kami. Kalau untukku, aku tak perlu membuat karena di display mereka, tersedia ready stock kebaya yang pas denganku. Aku memilih kebaya modern berwarna pink dihias bunga 3D dan mote-mote serta sedikit swarovski. Tapi, pihak Delmora akan sedikit menambah detail lain di kebaya itu agar lebih cantik dan aku menurut saja. Mamaku juga membelikanku 1 kebaya biru yang siap pakai untuk cadangan. Untuk acara itu juga, diumumkan ke keluargaku bahwa kami akan menggelar pesta pertunangan di Yogyakarta. Kepada sahabat-sahabatku dikampus juga sama. Bahkan, Ayu dan Yuni nantinya akan menemaniku saat prosesi pertunangan berlangsung.


My Sunglasses ManWhere stories live. Discover now