Dikta Povv
Empat tahun sudah setelah istriku pergi untuk selamanya. Selama itu pula, aku tak pernah sedikitpun berpikir untuk menduakannya. AKu juga selalu belajar serta berusaha untuk menjadi ayah sekaligus ibu bagi Khawla. "Masta. Udah 4 tahun sejak Dini meninggal. Mama mau tanya, Nak. Boleh?," ucap mama padaku saat aku sedang bersantai di halaman belakang sambil mengawasi Khawla berenang. "Iya, Ma. Ada apa?," sahutku. Kuletakkan buku parenting yang sedang kubaca. Ya. Setelah istriku itu meninggal, aku jadi sering membaca buku parenting agar bisa mendidik Khawla sebagai single father selain mengandalkan beberapa surat dari mendiang istriku untuk mendirik Khawla dengan beberapa metode terbaik. Malah, buku yang sedang kubaca juga buku tentang konseling anak yang ditulis oleh istriku dan beberapa sahabatnya dari lintas profesi. Buku itu dirilis 1 tahun usai istriku meninggal. Ya....Semoga itu menjadi amal jariyah istriku. "Nak. kamu selama ini sudah berusaha menjadi ayah dan ibu bagi Khawla, juga kamu mengurus mama serta dirimu sendiri. Kamu pun harus bekerja. Apa..Kamu gak berpikir untuk menikah lagi, Nak? Ya....Supaya kamu gak terlalu berat menjalani semuanya," tanya mama padaku. Kusentuh sejenak cincin pernikahanku dan Dini, yang tak kulepas walau saat ini istriku sudah meninggalkanku untuk selamanya. "Ma. Maaf. Saya gak akan pernah bisa mengganti istri saya dengan wanita manapun. Saya juga ingin, Khawla hanya mengingat 1 wanita sebagai ibunya, yaitu Almarhumah Dini. Itu aja. Insya Allah saya mampu menjalani ini. Ma. Kalau saya menggantikan posisi Dini, justru saya merasa bersalah dengannya. Dia satu-satunya istri saya, Ma, Insya Allah dunia akhirat," jawabku. Suaraku seperti bergetar hebat. "Nak. Maafkan mama kalau sampai mama bertanya begitu. Mama hanya kasihan karena kamu tuh, makin kurusan, Nak. Mama tahu, kamu capek jalani semua ini sendiri. Jadi...Mama berpikir kalau dengan kamu menikah lagi, itu bisa sedikit meringankan beban kamu," sahut mama mertuaku. "Ma. Ini bukan beban. Ini tanggung jawab saya untuk menjaga mama, juga Khawla. Soal berat, saya gak merasa berat sama sekali karena saya melakukannya demi Allah, juga cinta saya pada mendiang Dini yang gak bisa saya ganti dengan wanita manapun. Ma. Gak ada yang bisa menyamai Dini, anak mama, selama ia jadi istri saya. Dia istri yang baik, nyaris sempurna pengabdiannya sebagai istri walau ia juga sambil kerja. Saya ingat, saat dia harus mengalami banyak hal yang gak nyaman saat sedang hamil, juga saat dia kesakitan jelang Khawla lahir. Masih terbayang juga saat dia meninggal dalam pelukan saya usai saya tuntun dia untuk bersyahadat atas nama Allah. Setelah semua yang kami lewati, saya gak akan mampu menduakan istri saya, Ma. Saya Insya Allah gak akan mencari pengganti Dini. Cukup saya jaga cinta saya untuk Dini dengan menjaga orang yang Dini cintai selain saya, yaitu Khawla dan mama," timpalku. Mama spontan memelukku. Kupeluk mertuaku, yang sudah seperti ibuku sendiri. Lalu, aku memutuskan untuk membuat cemilan bagi kami semua. Ya. AKu memang terkadang masak untuk mama mertuaku dan Khawla serta seisi rumah jika sedang libur.
Malam, saat semua sudah terlelap. AKu masih di mini studio untuk mempersiapkan penampilan Dikta Project yang akan diundang untuk merecycle lagu dari musisi Asia yang sudah meninggal. kami kebagian membawakan lagu Dimana Kan Kucari Ganti dari Almarhum P.Ramlee. Ini liriknya:
Hendak ku nangis
Tiada berair mata
Hendak ku senyum
Tiada siapa nak temanKalaulah nasib
Sudah tersurat
Begini hebat
Apa nak buatDi mana kan ku cari ganti
Serupa dengan mu
Tak sanggup ku berpisah dan
Perhati patah hidup gelisahAlangkah pedih rasa hati
Selama kau pergi
Tinggalkan ku sendirian tiada
Berteman dalam kesepianDunia terang menjadi gelita
Cahaya indah tiada bergema
Keluhan hatiku membawa derita
Kini kau jua tak kunjung jelmaDi mana kan ku cari ganti
Mungkinkah di syurga
Untuk kawan berduka
Menangis bersama selama-lamanya
Saat kunyanyikan lagu itu, aku sampai take vocal beberapa kali karena tak bisa menahan kesedihan. Walau 4 tahun sudah berlalu sejak kepergian Dini, tapi aku masih merasa kalau ini baru terjadi dan hatiku sangat terluka. "Sayang. Dimana aku bisa mencari ganti yang seperti kamu? Kamu satu-satunya dihatiku, istri terbaikku. Gak akan bisa aku menggantimu, Din," gimamku sambil melihat foto pernikahan kami, juga foto saat launching album perdana Dikta Project dimana itu adalah foto terakhirku bersama Dini. Aku tertidur di studio musik kecilku di rumah kami, sedang Khawla tidur dengan mama mertuaku. Dalam tidur, aku merasakan kehadiran istriku. "Mas....," panggil Dini. Kulihat, ia sangat cantik. Wajahnya bersinar cerah. "Iya sayang. Din. Aku kangen sama kamu," ujarku. Aku memegang erat tangannya. "Aku juga, Sayang. Aku senang bisa ketemu kamu. Mmmm..Suamiku. AKu tahu, kamu sangat sayang sama aku, juga anak kita. Untuk itu, aku rela kalau kamu menemukan bidadari lain yang bisa mencintai kamu, dan sayang sama Khawla. Aku ikhlas kamu menikah lagi, Mas," ujar Dini sambil mengusap pipiku. "Din. Itu gak akan bisa kulakukan. Kamu cintaku, istriku, ibu dari anak kita. Dimana aku bisa nyari ganti yang seperti kamu? Din. Tolong, jangan minta aku untuk lakukan itu. Aku gak mau mengganti kamu dengan wanita manapun. Aku ingin kamu juga selalu ada dihatiku, serta di hati Khawla. Insya Allah, aku bisa jagain Khawla. Sayang. Seringlah berkunjung kesini, jenguk aku," sahutku sambil kembali memeluk istriku. "Iya sayang. Insya Allah, aku akan hadir didalam mimpimu, serta aku ada dihati kamu dan Khawla. Mas. Aku pamit. Kutunggu kamu di pintu surga, suamiku," balas Dini dan..ia menghilang dari pandanganku bertepatan saat aku terbangun. "Ya Allah. Din. Sayang. Astaghfirullah...Udah jam 3 subuh. Aku tahajud dulu sekalian doain Dini," batinku. Segera kuambil wudhu dan sholat serta mengaji hingga adzan subuh tiba. Baru usai subuh, kulanjutkan aktivitasku bersama Khawla, yang juga sudah pintar bangun untuk sholat subuh denganku.
Begitulah. Saat harus menyanyikan lagu Dimana Kan Kucari Ganti secara live, aku berusaha keras menahan emosiku serta air mataku. Jelang akhir lagu, aku tak mampu menahan tangis lagi. "Mas Dikta. Masya Allah..sampai menjiwai sekali," komentar Roy, MC malam itu. "Iya. Saya teringat mendiang istri saya yang sudah berpulang. Udah 4 tahun dan saya masih belum bisa lupa bagaimana ia pergi dipelukan saya. Ya. Allah lebih sayang sama dia, walau saya sangat mencintainya," sahutku. "Maaf. Mas. Kan Mas Dikta disebut sebagai salah satu duda cakep ni. Apa..Mas gak mau nikah lagi?," tanya Gilang. Aku tersenyum dan menjawab, "Dimana akan saya cari dan temukan pengganti istri saya? Dia istri terbaik yang Allah berikan untuk saya. Saya percaya bahwa Dini ditakdirkan untuk saya, dan saya untuk Dini. Jadi, saya gak bisa mengganti belahan jiwa saya dengan siapapun," jawabku. Aku berusaha tegar walau makin sakit rasanya tiap ada yang menyinggung soal menikah lagi padaku, karena itu takkan kulakukan. Aku memilih menjaga hatiku ini hanya untuk Dini, selalu dan selamanya. "Tapi, anaknya Mas Dikta masih berusia 8 tahun, dan butuh kasih sayang ibu. Gimana tuh, Mas?," tanya Sinta. "Ya....Kan saya bisa jadi ayah sekaligus ibu bagi anak saya. Lagian, saya ingin, anak saya hanya ingat 1 wanita sebagai ibunya, yaitu Dini. Dini juga udah memberikan beberapa catatan parenting di buku yang dia tulis bersama beberapa temannya sebelum ia meninggal. Itu patokan saya untuk mendidik Khawla dan Insya Allah, saya bisa jalani itu semua. Khawla adalah hal terindah yang istri saya tinggalkan untuk saya jaga dan saya gak mau anak saya punya ibu lain selain ibu kandungnya, jadi...biarkan saya yang merangkap peran sebagai ayah sekaligus ibu baginya. So far..gak ada kendala sama sekali dan Khawla tumbuh jadi anak yang cerdas, mandiri dan kuat," jawabku. Jawabanku itu malah membuat semua orang menangis. "Din. Andai kamu ada disini, aku akan memelukmu seerat mungkin dan akan kuucap jutaan kata cinta untukmu, juga gak akan kubiarkan kamu pergi dari sisiku. Dunia ini terasa sepi tanpamu. Kamu dan kenangan kita seolah menyatu di hidupku, yang lebih memilih berkasih dengan bayanganmu serta mendidik anak kita dengan caraku, serta beberapa petunjukmu di catatan parenting. Sayang. Cintaku ini, sampai mati hanya untuk kamu. Gak ada perempuan lain yang bisa ambil cinta itu, karena cintaku utuh untukmu sampai kita bertemu di surga nanti, di kehidupan tanpa perpisahan," batinku. Kupegang cincin pernikahan kami serta bandul kalungku. Ya. Cincin pernikahan yang dulu dikenakan Dini di jari manisnya, kini kujadikan bandul kalung. Cincin itu akan pindah ke jari Khawla saat ia sudah menemukan pasangan hidupnya suatu hari nanti atau saat ia sudah bisa memutuskan hal terbaik di hidupnya, seperti ia sudah wisuda atau lainnya.
Esoknya, saat Khawla akan ke sekolah. "Pa....Uang jajan Khawla dimana?," tanya Khawla. Ia memang sudah waktunya mendapat uang jajan mingguannya. "Oh...Ditempat biasa, Nak. Di dompet mama yang di meja rias itu tuh," jawabku. "Oooo...Dompet mama yang di meja rias punya mama kan, Pa?," tanya Khawla lagi. "Iya. Kamu ambil aja di dompet mama. Dompet hitam ya, kalau uang mingguan. Kalau untuk sekolah, papa yang transfer. Untuk uang beli baju dan lainnya, di dompet pink nya mama. Kan Khawla udah tahu, Nak," jawabku sambil tersenyum pada buah hatiku. Khawla segera menuju meja rias mamanya dan ia ambil uang secukupnya di dompet sang mama. Ia sudah paham dengan pola didikku, yang selalu berusaha memasukkan sosok mama dalam hati dan pikirannya walau sejatinya, Khawla sudah kehilangan sosok mamanya secara fisik. Aku memang selalu menaruh uang jajan Khawla di dompet Dini dan kuletakkan di meja rias istriku itu agar Khawla selalu merasakan peran serta kehadiran mamanya dalam hidupnya. AKu ingin, Khawla ingat siapa mamanya dengan cara yang kuterapkan ini. "Udah diambil uangnya, nak?," tanyaku pada Khawla. "Udah, Pa. Mmmm..Khawla udah dijemput bis sekolah. Khawla pergi dulu. Assalamualaikum, Pa," pamit Khawla sambil mencium tanganku. "Waalaikum salam. Nak. Nih bekalnya. Kamu kan sampai sore sekolahnya hari ini," ingatku. Khawla mengangguk dan ia berangkat sekolah dengan bus khusus plus membawa bekal makan siang yang juga hasil masakanku. Ya. Sejak Dini meninggal, aku yang memasak bekal untuk Khawla. Beruntung, aku juga dididik untuk bisa melakukan pekerjaan seperti memasak dan lainnya sehingga aku tak terlalu kaget saat harus memasak. Selain itu, Khawla juga sama seperti almarhumah mamanya. Mereka sama-sama fans berat masakanku. Lalu, aku juga berangkat untuk mengurus beberapa hal di sekolah musik yang baru berdiri 1 tahun plus mengurus beberapa pekerjaan lainnya. Ya. Selain sebagai musisi, aku dikenal sebagai pengusaha juga. Itu semua kulakukan demi membesarkan Khawla.
YOU ARE READING
My Sunglasses Man
General FictionDia adalah sosok kakak, calon suami, sekaligus pengganti sosok ayah bagiku. Kami sama-sama sudah tak memiliki ayah lagi. Dia hadir dihidupku lewat sebuah ketidak sengajaan. Awalnya, aku tak suka dengan sosok lelaki berkacamata. Tapi, dia, Dikta ku...