Tanggal 12 Juli, aku, Dikta dan mama berangkat ke Jakarta dulu lantaran ada urusan. Aku dan mama menginap dirumah pribadi Dikta. Ya. Tanggal 13 sampai 14 Juli, aku harus menemani Dikta manggung dulu. Aku juga sempat duet dengan Dikta dan Yovie and Nuno di beberapa acara. Mama ikut dan beliau sangat bangga melihatku. Setelah menemani Dikta manggung di Depok Town Square tanggal 14 Juli, aku dan Dikta diajak mama ke Masjid Kubah Emas. Disana, kami sempat sholat dan foto-foto. Mama malah sempat membeli baju di butik eksklusif yang ada di sekitar masjid. Kami juga sempat mampir kerumah tante Gayyah, sepupu ayah. Beliau sangat senang melihat kehadiran kami. Malah, beliau mengucapkan selamat atas pertunangan resmiku dan Dikta. Bahkan, jadwal fitting kebaya wisuda untukku, juga mama, kupending jadi tanggal 16 sore.
Tanggal 16 pagi, kami berangkat ke Jogja. Sorenya, langsung fitting kebaya wisuda. "Wah...bagus banget. Tapi, pinggangnya dikecilin dikit aja nih, Mbak," ucapku saat mencoba kebaya green bottle ku. "Astaga....Sayang. Kamu jadi kurusan banget loh. Pokoknya, habis wisuda, naikin dikit berat badan kamu," ujar Dikta. "Sayang...cukup naikin berat badan dikit kan," sahutku. "Iya...palingan naikin 4 kilogram deh," balas Dikta. Aku tersenyum. "Kita benerin dulu, Mbak. Bisa ditunggu kok," sahut desainernya. Aku setuju. Sedang kebaya mama, sangat pas. "Ma. Bagus banget. Pas gitu kebayanya," komentarku. "Iya. Walau mahal banget, tapi puas. Keren gini loh. Nanti kalau kamu nikah, bikin disini aja kebayanya," ujar mama. "Mama bisa aja," sahutku. "Boleh kok Ma," balas Dikta. Ia tersenyum padaku. Usai fitting kebaya, kami makan malam. Kebayaku juga sudah bisa diambil dan Dikta yang melunasi pembayaran kebayaku dan mama. "Sayang. Makannya habisin donk," tegur Dikta saat aku tak menghabiskan makananku. "Kenyang, Yang," sahutku. "Gak. Kamu itu, harus habisin makannya. Aku nggak mau kamu sekurus ini. Yuk, sini, aku suapin," timpal Dikta. Ia suapi aku dengan sayang dan mau tak mau, aku habiskan juga makananku.
Esoknya, dengan mobil yang sudah disewa untuk beberapa hari, aku diteemani Dikta kekampus jam 10 pagi untuk mengambil toga dan undangan. Saat mengambil toga, "Wah....selamat ya, Din. Dari KMPK, kamu satu-satunya yang dapat cumlaude di periode ini. Jadi, nanti setelah wisuda, tepatnya saat syukuran di FK, kamu bakalan dapat hadiah, bareng sama peraih cumlaude dari tiap fakultas," ucap Bu Heni. "Makasih, Bu," ujarku. Aku tak bisa menyembunyikan bahagiaku. Aku berpikir dalam hati untuk menyembunyikan dulu selempang cumlaude ku dari mama dan Dikta hingga hari H. Lalu, kuambil undangan. Setelahnya, aku susul Dikta. "Gimana?," tanya Dikta. "Udah, Yang. Cuma, jubah wisudaku kegedean banget. Mau divermak kilat deh. Kalau undangan, udah ada 2," jawabku. "Ya udah. Kita vermak aja. Ambil besok setelah kamu GR," putus Dikta. Kami menuju parkiran mobil di GSP, lalu, dengan petunjuk jalan dariku, kami menuju lokasi vermak jubah wisuda terdekat dan rupanya, harganya naik. Kami nggak masalah. Bahkan, langsung kubayar cash. Kemudian, kami menjemput mama untuk makan siang.
Tanggal 18 Juli, pagi harinya, dengan diantar Dikta dan mama, aku mengikuti gladi resik. Mama dan Dikta menungu sembari mereka ke kawasan Malioboro untuk sedikit belanja. Tepat jam 12 siang, mereka sudah di GSP untuk menjemputku. Aku juga sekalian memesan video khusus untuk acara wisuda besok. "Nak. Gimana GR nya? Ini kita mau kemana lagi?," tanya mama. "Mau ke Hartono Mall dulu, Ma. Mau rawat kuku ama pake kuteks dan hias kuku untuk besok. Tempatnya udah dibooking," jawabku. "Oke deh. Langsung aja, yuk," ajak Dikta. Lalu, kami segera menuju Hartono Mall. Saat di Cinderella Nail Art, aku agak bingung, dan atas saran dari nail stylish langgananku ini, aku memilih kuteks warna gold dengan beberapa hiasan diamond yang cantik, simpel tapi tetap elegan. Mama dan Dikta menunggu. Mama juga dipasangkan henna. Kalau aku, awalnya memang akan memakai henna. Tapi, karena hiasan kuku ku sudah cantik, kuputuskan untuk tak memakai henna. Usai menghias kuku, kami makan di D'Pawon Resto, yang menyajikan menu tradisional Jawa.
Dari makan siang, Dikta membelikanku roti dan susu coklat di Starbuck untuk sarapanku besok. "Yang. Besok kan gak sempat makan," ucapku. "Nggak. Kamu besok tetap makan. Aku yang suapin kamu makan sementara kamu di make up. Nih, udah aku belikan croissant kesukaan kamu," protes Dikta. "Iya, Nak. Paksa aja tuh. Dini emang gitu kalau mau ada acara. Suka lupa makan," ucap mama. "Iya, Ma. Saya nggak mau Dini sampe sakit lagi," sahut Dikta. Aku terpaksa menurut. Setelahnya, kami mengambil jubah wisudaku, dan pulang. Rupanya, abang dan mbakku sudah menanti. "Duh...sorry deh Bang, Mbak," ucapku saat melihat abang dan mbakku sudah di teras rumah. "Gak masalah. Kan, kami baru aja sampai," sahut Ajeng, calon kakak ipar sepupuku. Aku segera membuka pintu.
YOU ARE READING
My Sunglasses Man
Genel KurguDia adalah sosok kakak, calon suami, sekaligus pengganti sosok ayah bagiku. Kami sama-sama sudah tak memiliki ayah lagi. Dia hadir dihidupku lewat sebuah ketidak sengajaan. Awalnya, aku tak suka dengan sosok lelaki berkacamata. Tapi, dia, Dikta ku...