Esoknya. Begitu dirumah Dikta, rupanya, mama dan oma sudah disana. Ya. Tunanganku itu memang sudah punya rumah sendiri. Ini ia lakukan agar ia lebih dekat kalau harus bekerja. "Wah....calon mantu mami udah resmi nih gelar barunya. Selamat ya, Nak. Bulan depan kamu wisuda kan. Duh....pas mami ada tour ama teman mami ke Eropa, jadi nggak bisa kesana. Tapi, Mas tata nih, yang wakilin keluarga kita kesana," sapa mami. "Iya. Selamat ya. Oma senang, punya calon cucu menantu sepintar kamu. Perempuan itu, harus pintar dan cerdas, biar bisa melahirkan keturunan yang cerdas juga," nasihat oma. "Iya, Oma. Makasih, ya," sahutku. "Mami ada kado nih," ujar mami. Ia menyerahkan sebuah kotak berisi jam tangan yang sangat indah dan dari merk terkenal, yaitu Bonia. "Mami..makasih banyak, sampe mami repot," ucapku. "Nggak. Mami gak repot kok," sahut mami. "Oma juga ada nih. Semoga kamu suka," ujar oma. Ia memberiku sebuah kotak yang isinya ternyata sebuah anting berlian cantik. "Ini, oma sengaja nitip uang ke Mbak Arty untuk beli anting ini. Kamu bisa pakai ini di momen wisuda kamu," ujar oma. Kupeluk oma dan kuucapkan terima kasih. Aku merasa, oma sudah seperti almarhumah nenekku dari mama dan almarhum ayah. Dikta tersenyum saat melihat kedekatanku dengan mami dan oma nya. Ia berucap dalam hati, "Aku senang sekali, Dini dekat dengan mami dan oma ku. Allah. Satu hari nanti, satukan aku dan Dini."
Saat di Jakarta, semua keluarga Dikta memang memanjakanku. Aku dibelikan beberapa baju lebaran juga oleh Mbak Arty. Ada dress selutut cantik dari Moschino lengkap dengan obi nya, juga, ada kaftan cantik berwarna biru muda, yang dibelikan oleh calon mami mertuaku untukku dan mamaku. Bahkan, beberapa kue dan keripik juga dibekalkan untukku. "Nanti, Insya Allah, hari ketiga lebaran, aku nyusul. Pengen rasain lebaran disana," ucap Dikta. "Iya, deh," sahutku. Lalu, di tanggal 23 Juni, aku pulang ke Pontianak. Mama dan Om Iwan sudah menjemput. "Wah.....ponakan hebat Om. Selamat ya, udah mau wisuda bulan depan," sapa Om Iwan seraya memelukku. "Iya, Om. Makasih ya," ujarku. "Iya. Nanti gitu dimobil, cepat kamu kasih tahu Dikta. Biar dia nggak cemas," saran mama. Aku menurut. Begitu sampai dirumah Om Iwan, rupanya, mama juga sudah membawa mobil. "Ini mama nyetir sendiri loh. Kamu katanya sempat diajarin nyetir sama pacarnya kamu. Jadi, mama juga nggak mau kalah," ujar mama. "Iya....udah bisa, sih, Ma. Malah, udah ada SIM. Kalau SIM, Radit, pacarnya Ayu, yang bantu urusin. Untung aja udah e-KTP. Jadi, enak urusannya. Papanya Radit kan, pejabat polisi gitu di Jogja," jelasku. "Jadi, nanti, Dini aja yang nyetir. Oh iya. Hari ketiga lebaran nanti, Mas Tata kesini, dia pengen lebaran disini juga," lanjutku. "Iya. Nanti, kita yang jemput, sekalian, diajak main ke rumah saudara disini. Oh iya. Abang kamu, Bang Dani, mau pulang juga, bawa calon istrinya, di hari ketiga," jelas mama. "Oke ma. Trus, katanya juga, Tante Anna mau ngajak ke Pulau Temajok ya," ujarku lagi. "Iya. Tapi di hari keempat apa 5 gitu sih, kalau jadi. Kan, hari keempat, kita pulang ke Singkawang dulu, ajakin Dikta sekalian," sambung mama.
Di hari Idul Fitri itu, aku memang sangat bahagia. Saat ada yang tanya, 'Kapan wisuda?,' aku dengan pede, sudah bisa menjawabnya. Kalau ditanya tentang calon suami atau pacar, kutunjukkan saja cincin lamaran dan gelang tunanganku, juga, fotoku dan Dikta. Udah deh, yang tanya...auto diem 1000 bahasa. Maklum, dengan lulusnya aku, ada.....aja keluarga yang nyinyir buanget. "Udah deh, sabar aja," ucap mama saat aku pulang dari rumah seorang sepupu jauhku, Kak Vira. "Iya. Tapi omongan Kak Vira beneran deh, bikin down aja, ama sakit hati. Masak iya, harus hati-hati setelah S2, kalau nggak, Dikta kabur. Ih.....kesel lama-lama," ujarku. Aku cemberut. "Aduh....anak mama sayang. Udah dong, jangan gitu. Lagian, yang tahu Dikta kan kamu. Mama juga lihat, Dikta anaknya baik. Buktinya, dia mau bantuin kamu loh, bikinkan kamu CD, dan apalah lainnya. Jagain kamu pas lagi sakit, trus, kasih surprise juga," timpal mama. "Iya sih," ujarku. "Udah, gak boleh manyun gitu," balas mama. "Oh iya. Ma. Ini Mas Tata baru aja WA. Katanya, kiriman batik couple edisi khusus kami berdua dari Paradise Batik udah rilis, dan udah dikirim ke Mas Tata. Lusa, Mas Tata yang bawain, katanya, untuk dipake disini, dan kami berdua harus foto shoot dulu," jelasku. "Boleh, Nak. Pas di Temajuk nanti bisa, lah. Atau...di Swissbell," sahut mama. "Iya. Mas Tata udah ajakin fotografer Yovie and Nuno, Mas Ichan, untuk ikut juga bareng dia, sekalian mau foto," timpalku. Mama setuju. Ia juga bangga, lantaran, sejak aku pacaran serta tunangan dengan Dikta, passion ku di dunia entertainment juga semakin mendapatkan tempat yang pas.
YOU ARE READING
My Sunglasses Man
General FictionDia adalah sosok kakak, calon suami, sekaligus pengganti sosok ayah bagiku. Kami sama-sama sudah tak memiliki ayah lagi. Dia hadir dihidupku lewat sebuah ketidak sengajaan. Awalnya, aku tak suka dengan sosok lelaki berkacamata. Tapi, dia, Dikta ku...