Saat kami berdua di Jakarta, sejumlah agenda pekerjaan mulai menanti hingga tanggal 23 November. Ini karena tanggal 24 November sore, kami akan ke Pontianak untuk menghadiri pernikahan Egy, adik sepupuku yang juga anak dari Tante Ani. Bahkan, kami mengambil flight sore lantaran tanggal 24 November pagi, aku menemani Masta tampil dngan Dikta Project untuk mengisi acara pensi salah satu SMA terkenal di Jakarta. Begitu tiba di Pontianak, mama dan Om Iwan menjemputku. Ya. Nanti, saat kami pulang ke Jakarta, mama juga akan ikut. Maklum, semua urusan mama di Singkawang juga baru selesai dan sekarang, mama lebih banyak di Pontianak. Ini karena, rumah di Singkawang akan dijadikan tempat kost an, sedang rumah di Jogja, akan disewakan."Wah.....yang mau rilis mini album," sapa mama padaku dan Dikta. "Doain aja, Ma. Ini juga, masih proses pengerjaan dan sekalian, nemenin Masta manggung" ucapku. Dikta merangkulku dan sebelumnya, ia salami mama dan Tante Ita, yang menjemput kami. "Iya. Rilis albumnya kapan?," tanya Tante Ita. "Insya Allah tahun depan, Tante. Soalnya, pertengahan Januari sampai awal Februari aja mulai syuting klip, pulangnya, langsung syuting Stereo sesi 2. Sekarang lagi kelarin rekaman untuk keperluan syuting Stereo itu, dan....nanti, Dini juga ikut main di drama musikal itu. Sekarang, kami juga masih reading, briefing, dan latihan koreografi sama pemain lain, biar waktu syuting lebih efektif," jawab Dikta. "Iya, Tante. Ini aja, Senin pagi, kami udah harus pulang. Soalnya, Selasa udah mulai ada kerjaan lagi, ya.....persiapan untuk syuting klip, trus, nemenin Masta manggung," sahutku. "Iya. Mmm. Ada yang ntar lagi jadi artis," goda mama. "Mam...bisa aja deh. Oh iya. Mama jadi ikut kan, nanti?," tanyaku. "Iya. Mama juga mau lihat apartemen tempat tinggalmu disana, sekalian, mau ngunjungin keluarga Dikta," jawab mama. "Oke deh Ma," sahutku. "Iya. Mami juga mau ketemuan sama mama, oma juga," timpal Dikta. Lalu, kami menuju hotel. Ya, mama sudah menyiapkan 2 kamar hotel untukku dan Dikta, dimana, Dikta tidur dengan Kharis, adik sepupuku, dan aku bersama mama, juga Citra, tunangan Kharis.
Esok harinya. Pagi sekali, kami sudah siap. Pagi itu, aku sengaja menata rambutku dengan simpel dan riasan wajah juga kubuat natural. Dikta mengenakan kemeja batik yang warna dan motifnya senada dengan kain batikku. Aku mengenakan kebaya berwarna pink, seperti yang kupakai saat pertunangan dan kainnya juga sama. Bedanya, rambutku tak disanggul, tapi, hanya kugelung dengan alat khusus agar mirip sanggul, yang juga kuberi hiasan rambut dari mote dan kristal cantik dan poni rambut juga kutata khusus. High heels berwarna gold melengkapi penampilanku. "Duh...anak mama udah pintar dandan sekarang," puji mama. Hari itu, mamaku memakai gamis berwarna tosca. Hijabnya juga ditata sangat modis. Aku tahu, mamaku memang modis sekali. "Iya, Ma. Kan, sama manajemen, diajari dandan sama tata rambut sendiri," ujarku. "Kak. Sebelum terkenal, kita foto yuk," ajak Citra. Aku menyanggupinya. Kami berfoto sejenak dan tak lama, Dikta dan Kharis mengetuk pintu. Rupanya, mereka akan mengajak kami ke lobi untuk menunggu pengantin tiba dari rumah Tante Ani. Alhasil, kami semua turun. Citra menggandeng Kharis, sedang Dikta menggandengku dan mamaku. Aku melihat, Dikta juga bisa sangat sayang dengan mamaku seperti ia menyayangi maminya. Ini membuatku semakin yakin untuk memilihnya sebagai pasangan hidupku.
Dilobi, aku dan Dikta sempat berfoto berdua, dan ada yang bertiga dengan mamaku. "Mmmm. Itu pengantin udah datang," seru mama. Kami menyambut mereka. Mama bahkan langsung membawakan salah satu kotak hantaran pengantin. "Wah.....ini bener Dini? Makin cantik," puji beberapa keluarga jauh yang baru bertemu lagi denganku di acara tersebut. Usai acara akad nikah dan seang temu kangen. "Iya. Dan ini tunangannya," ucap mama. Aku dan Dikta menyalami kerabat yang dikenalkan mama pada kami berdua. "Dikta. Ini masih saudara sama almarhum ayahnya Dini. Masih tantenya Dini juga," lanjut mama. "Iya, Ma," ujar Dikta. Lalu, setelah kami duduk, Dikta berbisik, "Rame juga ya, keluarga kamu. Mirip lah, sama keluarga besarku. Yang waktu kita tunangan kan, gak semuanya. Next deh, pas ada acara keluarga, kamu juga kukenalkan. Kita kan, udah tunangan." "Iya, Sayang. Lagian, sama beberapa keluarga kamu, aku juga kenal, sih. Semua nyenengin. Semoga aja kamu betah dikeluargaku," sahutku. "Iya, pasti, Sayang. Eh. Ini nih, aku bawain roti. Kamu tuh, dari tadi belum sarapan. Kalau maag gimana?," tegur Dikta. Ia akan menyuapiku, dan aku berucap, "Nanti deh, Yang." "Sayang....aku hanya gak mau kamu sakit," sahut Dikta. Aku mau tak mau setuju. Malah, 1 roti kami bagi 2.
"Aduh....kakakku...udah ada yang suapin loh," goda Willy, anak tertua Tante Anna, yang baru muncul dengan anaknya yang baru 3 bulan, baby Ardha. "Iya. Eh....ini Ardha?," tanyaku. "Iya, Tante," jawab Dhea, istri Willy, mewakili putranya. Aku spontan menggendong keponakanku. Dikta memotret momen itu dan berucap, "Udah pas, loh, Yang." Aku tersenyum dan masih menimang Ardha. Lalu, dengan bantuan Dhea dan memakai handphone Dikta, kami berfoto di photo booth. Aku menggendong baby Ardha dan Dikta memegan pundakku. Ada juga pose disaat aku dan Dikta sama-sama menimang baby Ardha dan diambil secara candid. Lalu, Dikta berucap, "Gantian donk. Aku juga mau gendong, Yang." Aku pun menyerahkan Ardha untuk digendong Dikta dan kuakui, ia sudah sangat mahir. Maklum, ia sudah punya 1 keponakan. "Oh...Sayang. Hey...mau kemana, Nak?," ucap Dikta sambil menimang sayang Ardha. Lalu, kami berfoto bertiga dengan handphone ku. Ada pose saat aku memegang bahu Dikta, yang sedang menggendong Ardha. Kemudian, ada pose juga saat kami sama-sama mencium pipi Ardha. "Mamanya juga mau donk, foto sama vokalis Yovie and Nuno," ucap Dhea. Willy mengabadikan momen itu. Kemudian, aku minta tolong dengan resepsionist untuk memotretku, Dikta, Willy, Dhea dan Ardha. Ardha sendiri masih digendongan Dikta. Malah, ia sampai tidur. "Waduh...Ardha sampe tidur digendongan Om Dikta tuh," goda Willy. "Gak masalah, Dek. Biasa, namanya juga anak-anak," sahut Dikta. Begitu Ardha pulas tidurnya, dengan telaten, Dikta meletakkan Ardha ke stroller nya. "Mmmm. Telaten banget deh, ponakan 1 ini," ucap Tante Ita padaku dan Dikta. "Belajar dulu, Tante," balasku. "Iya. Biar gak kaget, Tante," ujar Dikta. Lalu, mama memanggil kami dan mengajak kami foto dengan pengantin. Kami mengikuti mama. Lalu, mama juga mengajak kami foto. Malah, selain foto bertiga dengan mama, aku dan Dikta juga foto berdua, dimana kugandeng lengan Dikta, lalu, ada juga pose saat Dikta merangkul sayang pinggangku dan aku letakkan tanganku di bahu Dikta.
YOU ARE READING
My Sunglasses Man
General FictionDia adalah sosok kakak, calon suami, sekaligus pengganti sosok ayah bagiku. Kami sama-sama sudah tak memiliki ayah lagi. Dia hadir dihidupku lewat sebuah ketidak sengajaan. Awalnya, aku tak suka dengan sosok lelaki berkacamata. Tapi, dia, Dikta ku...