Mereka mengikuti pria tua itu hingga memasuki sebuah pemukiman kelas kebawah, permukiman yang berada di pinggir sungai dan dekat dengan pusat pembuangan sampah.
Tentunya lokasi itu membuat Violet tidak nyaman. "Masih jauh rumahnya?" keluh Violet.
"Sshhhtt!" desis yang lainnya.
"Sebentar lagi sampai..." Pria itu menanggapi keluhan Violet dengan santai.
Mereka sampai di salah satu rumah kecil yang memiliki dua tingkat, namun ukuran rumah yang amat kecil sangat tidak memungkinkan bahwa rumah tersebut layak pakai dan jika dilihat rumah itu bisa rubuh kapan saja.
"Disini?" gumam Toska masih tidak percaya jika rumah tersebut benar-benar dihuni oleh seseorang.
Pria tua itu menarik tali yang terhubung dengan gorden yang terbuat dari kain bekas penuh jahitan, pria itu menarik tali itu berkali-kali hingga membuat kain itu naik turun menutupi jendela.
Tak lama seseorang mulai membuka pintu.
Salah satu dari mereka terpana dengan orang yang membuka pintu bagi pria tua itu.
"[Kakek, pulang.]" ucap pria itu sambil menggunakan gerakan tangan bahasa isyarat.
Seorang gadis berkerudung, usianya terlihat seumuran dengan mereka, dia tampak kebingungan dengan kedatangan kakeknya bersama anak-anak remaja asing di belakangnya.
"[Kenapa pulang cepat? Mereka siapa?]" tanya gadis itu.
"[Tadi kakek jatuh, dagangannya terlindas motor. Mereka membantu kakek membawakan dagangan sampai kesini.]" Kakek itu menjelaskan dengan sedikit bumbu kebohongan.
"[Kakek tidak terluka?]" gadis itu langsung kaget saat memperhatikan penjelasan kakeknya.
"[Tidak apa-apa, hanya dagangannya saja yang rusak. Sudah tidak layak dijual.]" balas kakek itu lagi.
Kakek itu mulai menoleh ke arah para remaja di belakangnya. "Ini cucu saya, namanya Amira. Dia tuli sejak lahir, jadi maaf kalau kalian tidak merasa nyaman."
"Tidak, Kek. Teman kami juga sama, jadi kami sedikit paham bahasa isyarat," celetuk Kemuning. "[Angga.]" Kemuning menatap ke arah Jingga dan menggunakan bahasa isyarat.
Jingga yang tadinya melamun langsung tersadar. "[Senang bertemu denganmu.]"
Amira tersenyum. "[Terimakasih sudah membantu, kakek saya.]"
"Maaf saya lupa memperkenalkan diri, nama saya Kartika."
"Saya Ali."
"Yang kembar ini, Aaron dan Nathan. Lalu laki-laki itu namanya Jaka, Angga yang tunarungu, kemudian gadis itu namanya Bella." Kemuning memperkenalkan semuanya menggunakan nama samaran.
"Nama saya Yanto. Terimakasih sudah membantu saya." Pria tua itu mengeluarkan selembar uang kertas berwarna biru. "Ini sebagai ucapan terimakasih saya."
Mata Violet langsung berbinar, namun Jingga langsung menutupi matanya.
Kemuning menolak dengan halus tawaran kakek itu. "Tidak terimakasih, Kek. Kakek lebih membutuhkan uang ini daripada kami."
"Enak aja! Kita juga–" ucapan Violet langsung di hentikan oleh Maron dan menariknya untuk menjauh.
Yanto terlihat kebingungan. "Apa ada yang salah?"
Kemuning hanya tertawa kecil dan menggeleng bahwa semuanya baik-baik saja.
"Apakah kami boleh menginap untuk beberapa hari?" celetuk Indigo.
"Ali!!!" seru yang lainnya.
Mereka langsung segera mengamankan Indigo dan mendorong pelan Yanto memasuki rumah. "Sebentar ya, Kek". Kemuning langsung menutup pintu.
![](https://img.wattpad.com/cover/285434145-288-k278692.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RUN AWAY : Teenagers
ActionApa yang akan kau lakukan, jika kau menjadi anak angkat dari pemimpin organisasi kriminal? Senang? Takut? Atau biasa saja? Tentunya hidupmu akan dipenuhi barang-barang mewah, namun hidupmu akan penuh dengan sandiwara agar identitasmu tidak diketahui...