"Kalian payah!" suara bentakan seorang wanita bagaikan guru killer yang sedang menyidang murid-murid brandalnya di ruang guru.
"Apa kalian tuli?! Aku bilang apa pada kalian waktu itu?!... Jangan tarik lebih banyak perhatian! Dan kalian kembali membuat ulah?!"
Ketujuh anak remaja itu hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepala mereka, mereka berdiri berjejer rapi menghadap ke sebuah laptop yang layarnya menunjukkan wajah seorang wanita.
"Meskipun aku sudah bilang kalau kasus kalian sudah dihilangkan, belum tentu kalian bisa seenaknya mendekati polisi seolah kalian warga biasa! Kalian ini buronan remaja!"
Ketujuh remaja itu takut untuk menatap wajah wanita itu.
"Maaf, Tante Eva..." kata mereka bersamaan, namun dengan nada suara pelan sedikit melengking. "Kami minta maaf..."
"Ugh..." Eva memijat keningnya. "Sebaiknya kalian segera pergi sekarang, mengerti?!... Dan kali ini jangan berbuat ulah lagi, aku akan memberitahu informasi lagi jika diperlukan!"
Panggilan video berakhir dan ketujuh remaja itu langsung terduduk lesu atau membaringkan tubuh mereka di atas kasur.
"Detektif kurang ngajar!" umpat Azul sambil memukul bantal.
Pikiran mereka semua sama, mereka memikirkan detektif remaja yang kemarin berusaha ikut campur dengan urusan pelarian mereka, perasaan kesal dan marah mereka khususkan hanya untuk detektif remaja bernama Yuda itu.
"Akan selalu aku ingat namanya, Yuda Widyatmoko, jika aku bertemu dengannya, akan ku pastikan dia yang jadi tersangkanya kali ini!" kesal Azul lagi.
"Cukup, cukup, kau membuat Ireng takut. Lebih baik kita beres-beres sekarang!" ucap Toska sambil menggendong Ireng di bahunya.
Beberapa mulai membereskan pakaian mereka namun hanya para gadis yang masih duduk diam di lantai sambil menundukkan kepala mereka, tentunya melihat pemandangan itu membuat emosi Maron terpancing.
"Hei! Bisakah kalian berdua segera bersiap-siap?!" kesal Maron, namun kedua gadis mereka tidak segera menjawab dan masih terduduk di atas lantai. "Hei!"
"Ugh..." Violet memegang perutnya.
Dari suara rintihan kecil itu membuat para laki-laki langsung khawatir dan pikiran mereka terlintas hal yang aneh-aneh. Seolah itu semua adalah salah Maron, Toska langsung mendorongnya untuk menyingkir dan menghampiri adik kecilnya dengan khawatir.
"Hei, Violet. Ada yang salah?" Toska menanyakannya dengan halus dan menghiraukan Maron yang jatuh tersungkur tidak jauh dari mereka.
"Tadi pagi, Kemuning tidak sengaja menginjak kaki Violet... dan sekarang Kemuning—" Kemuning juga mulai memegang perutnya dengan suara lirih.
Melihat ekspresi Kemuning langsung membuat Toska mengerti dengan situasi yang terjadi saat ini, Violet mulai mengangkat wajahnya. "Maaf Toska, tapi kali ini kami sungguhan." Violet kembali menundukkan wajahnya.
Semua telinga mendengar jelas perkataan Violet, mata mereka melebar seolah-olah belum menangkap ucapan Violet barusan. Maron juga langsung mengangkat wajahnya yang memerah karena menghantam lantai tadi, dia dan Toska saling menatap sejenak.
"Mereka datang bulan." mereka mengucapkannya bersamaan.
"Indigo! Jingga! Ambilkan handuk kecil dan air hangat!" suruh Toska.
"Siap!" Indigo dan Jingga langsung segera melaksanakan tugas.
Maron dengan sigap juga berusaha untuk membantu Kemuning, namun Azul terlebih dahulu mendahuluinya untuk membantu Kemuning duduk di pinggir kasur.

KAMU SEDANG MEMBACA
RUN AWAY : Teenagers
AksiApa yang akan kau lakukan, jika kau menjadi anak angkat dari pemimpin organisasi kriminal? Senang? Takut? Atau biasa saja? Tentunya hidupmu akan dipenuhi barang-barang mewah, namun hidupmu akan penuh dengan sandiwara agar identitasmu tidak diketahui...