Naruto mengerjapkan matanya saat merasakan sinar matahari menyilaukan matanya. Pemuda itu berdecak kesal, ini pasti kelakuan Hinata. Siapa lagi kalau bukan dia? Manusia jahil yang tinggal di rumah ini ya cuma dia. Udah ngeselin gak tau diri pula, untung Naruto di berkahi hati yang lapang untuk menghadapi segala tingkah random istrinya itu.
Naruto memutuskan bangun, pagi ini dia harus pergi kekantor dan siang nanti harus ke kampus. Sungguh hari ini akan sangat melelahkan, sama seperti hari-hari sebelumnya. Karena Naruto hampir merampungkan tesisnya jadi dia perlu bolak balik kampus dan pekerjaannya adalah satu hal mutlak yang tidak bisa Naruto tinggalkan.
Naruto memilih setelan jas yang sudah tergantung rapih di lemari.
Apakah Hinata yang melakukannya?
Oh tentu tidak! Mereka punya tukang laundry langganan yanga datang setiap tiga hari sekali untuk mencuci dan setrika baju Naruto juga Hinata sekaligus.
"Selamat pagi pangeran tidur!" Sapa Hinata saat Naruto keluar dari kamar mereka. Pemuda itu berdecak kesal, kondisi tubuhnya yang memang sedang tidak bagus membuatnya sering bangun ke siangan. Naruto butuh istirahat lebih namun sekarang belum waktunya.
"Berisik." Sungut Naruto kesal. Masih pagi dan Hinata sudah memancing keributan. Sungguh istri yang tidak berbakti.
"Ke kampus jam berapa?" Naruto duduk di kursi makan menunggu Hinata yang sedang memanggang roti untuknya.
"Pagi, makanya gue udah mandi.." Naruto mengangguk saja, dia menyeruput kopi yang tersedia di atas meja. Hinata sepertinya tersambar sesuatu hingga pagi-pagi sudah sangat sibuk seperti ini. Padahal biasanya Naruto lah yang bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya.
"Nanti mau belanja jam berapa?"
Pertanyaan itu membuat Hinata berfikir sejenak, "Kayaknya habis jam kampus, siang aja."
"Gue gak bisa temenin, siang gue ada urusan di kampus sama dosen."
Hinata mengangguk namun dengan wajahnya yang menyebalkan. "Emang kapan ya lo nemenin belanja bulanan gue?" Cibirnya.
Naruto berdecak kesal, dia sadar beberapa bulan terakhir ini dia sangat sibuk dan tidak sempat menemani Hinata berbelanja. Naruto ingin menemaninya tapi waktu seolah tidak pernah mengizinkan.
"Ck, kalau gak sibuk mah gue temenin. Jadwal gue padet banget apa lagi bulan ini. Nanti aja balik kampus gue ke kantor lagi."
Hinata menghela nafas, lihatkah mesin hidup satu ini. Dia seperti tidak punya rasa lelah sama sekali, padahal menurut Hinata urusan kampus sudah sangat merepotkan apa lagi di tambah urusan kantor? Bisa meledak kepala Hinata jika di posisi Naruto.
"Iya deh terserah lo, penting ntar anterin gue balik dulu." Pada ahirnya Hinata hanya mengalah. Toh, suaminya itu memang seperti itu. Selalu sibuk dengan dunianya yang merepotkan menurut Hinata.
"Tumben, biasanya lo di anter temen-temen lo yang rese itu.." tak mau kalah, Naruto mencibir balik Hinata yang tampak sedang kesal itu.
"Mereka mau jalan sama pacarnyaaaaa... dan ya gue mana bisa ikut orang suami tembok gue ini sok sibuk..." Hinata mengkrucutkan bibirnya kesal sementara Naruto malah tertawa melihatnya.
Benar-benar suami tidak ada ahlak. Ingin rasanya Hinata menukarkannya dengan gorengan di luar tapi takut, takut di kutuk jadi batu karena jadi istri durhaka.
Eh emang bisa?
Entahlah, Hinata pusing!!
***
Naruto mengantarkan Hinata sampai depan gedung fakultasnya, gadis itu melepas seatbeltnya kemudian mengaca di dashboard. Memperbaiki lagi riasannya yang mungkin saja geser di perjalan.
"Emang ya, orang cantik itu mau di gimanain juga tetep cantik." Hinata memuji dirinya sendiri sambil tersenyum centil di kaca. Naruto tidak bisa tidak ilfeel melihatnya.
"Lo doang yang ngira lo itu cantik, orang lain mah engga."
Sirik sekali bapak suami kita ini teman-teman, mari kita tampol bersama.
Hinata menatap Naruto sinis kemudian mencibir, "Alah lo juga bilang gue cantik kan? Ngaku aja."
"Dih, ke-pede an..." Naruto tertawa lalu mengacak rambut Hinata gemas. "Udah buruan masuk sana, gue kesiangan ntar ngantornya."
Hinata baru saja hendak protes namun pemuda itu terlebih dahulu menghentikannya dengan kecupan lembut, "Iya iya lo cantik.."
Hinata tersenyum lebar lalu mengangguk, "See you baby.." gadis itu mengedipkan matanya genit pada Naruto sebelum keluar mobil.
Naruto masih mempetahankan senyumnya sampai Hinata berlari memasuki gedungnya. Naruto memutar kemudi mobilnya kemudian melaju kencang menuju kantor.
Pemuda itu ada rapat pagi ini dan ada beberapa berkas yang belum selesai dia cek. Semalam dia berencana menyelesaikannya namun apalah daya rasa kantuk membuatnya tidak bisa berkutik.
Naruto hanya berharap waktunya cukup untuk mengerjakan semuanya tepat waktu.
***
Hinata sedang menghabiskan waktu di kantin bersama Ino dan Sakura. Seperti biasa mereka sedang bercanda ria. Sekian tahun Hinata menikah tidak ada orang yang mengetahui status itu kecuali dua orang sahabatnya ini.
Selain pernikahan yang di selenggarakan tertutup, Hinata dan Naruto sepakat untuk tidak mempublikasikan. Tidak mempublikasikan bukan berarti menutupi, mereka hanya berjalan seperti sebagaimana mustinya.
"Nat, lo kemaren di apain sama laki lo? Gak di pukul kan?" Tanya Ino saat dia mengingat kejadian semalam. Saat dimana untuk kesekian kalinya Ino harus berhadapan dengan wajah seram Naruto.
"Suami lo kenapa sih? Gak bisa gitu biarin lo main sebentar, lagian kan cuma sama kita." Gerutu Sakura, dia juga kesal dengan Naruto. Mungkin jika usia mereka seumuran Sakura akan dengan berani mengomelinya namun sayang usia Naruto terpaut cukup jauh dari mereka hingga membuat Sakura segan.
Di mata orang-orang sekitarnya Naruto memang mengerikan, bahkan Hinata dengan sengaja menceritakan betapa galaknya sang suami agar dua teman kurang ajarnya ini tidak membuatnya terseret semakin banyak masalah.
"Enggak sampe di pukul, cuma di omelin doang." Jawab Hinata sekedarnya. Hinata hanya bisa tersenyum kecil mengingat seberapa banyak Naruto mengalah untuknya, dia begitu lembut memukul Hinata sepertinya tidak akan ada di list kehidupannya.
"Gak usah di tutup-tutupin Nat, kalau lo gak kuat kenapa lo gak cerai aja sih? Gila posesif banget suami lo. Gue aja pengap liatnya." Sungut Ino kesal.
"Emang sih dia posesif, gue juga kadang gerah kalau apa-apa di anter jemput mulu." Hinaya terlihat melebarkan senyumannya membuat kedua temannya makin berapi-api.
"Nah kan, yaudah cere aja. Cari laki-laki lain!" Sakura menambahi dengan penuh semangat.
"Gak bisaaaa..." Hinata menggeleng namun senyumnya tidak luntur sama sekali.
"Kenapa sih?" Tanya keduanya heran.
"Lo mau gue tinggal nama kalau sampai cere sama dia?"
"Ya enggak lah!"
"Yaudah, gak usah suruh gue cere. Gue gapapa kok.." membuat kedua sahabatnya emosi adalah kesukaan Hinata. Dia akan membuat mereka kesal meskipun citra Naruto akan semakin buruk di mata keduanya.
"Lama lama gue laporin polisi itu suami lo!"
"Eh, ya jangan dong! Ntar gue jadi janda muda lagi."
"Ya daripada mati muda?"
Hinata terkekeh lalu melemparkan sedotan ke arah Ino. "Gak mungkin! Dahlah gue mau balik, laki gue udah jemput. Bye!!"
Tanpa menunggu jawaban kedua sahabatnya itu Hinata langsung bergegas menuju Naruto. Dia tidak mau membuat suaminya itu menunggu lama.
Kasihan pangeran kita, nanti lumutan.
Tbc____
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMEONE BESIDE ME | Hyuuga Hinata
FanfictionJangan terau cepat menilai, karena apa yang kau lihat dan pikirkan belum tentu sesuai dengan kenyataan. a Naruhina Fanfiction story by MhaRahma18 cover by painterest cr Masashi Kishimoto