14. Salah paham

436 70 7
                                    

Hari itu kampus berjalan mulus seperti biasa meski sudah beberapa hari Hinata absen. Gadis itu bisa mengejar materinya nanti karena Ino dan Sakura memberinya catatan materi dari dosen kemarin.

Mereka baru saja keluar kelas, Hinata berbincang-bincang dengan dua sahabatnya. "Gue nebeng ya baliknya, kaya nya Naruto sibuk gak bisa jemput." Ujar Hinata.

Sakura dan Ino saling bertatapan sejenak sebelum akhirnya Sakura menanggapi, "Tumben, biasanya dia paling on time jemput lo."

Hinata berdecak pelan, "Iya, cuma dia tuh udah gak ke kantor lama banget. Mana kuliah dia juga udah hampir kelar jadi lagi sibuk-sibuknya sekarang." Keluh Hinata, jujur saja dia agak malas jika harus merepotkan dua sahabatnya ini. Tapi apa boleh buat, Hinata terlalu malas menaiki bus karena rutenya terlalu rumit. Hinata malas berpindah-pindah bus.

"Bukannya gak mau nganter ya Nat, gue sama Sai ada janjian mau ke rumah kakeknya. Jadi balik kampus langsung ke sana.."

"Emang Sai punya kakek? Gue kira dia sebatangkara." Celetukan Hinata itu berhasil mendapat hadiah sebuah pukulan manis di kepalanya.

"Sembarangan kalau ngomong. Sai itu emang yatim piatu, tapi dia punya Kakek yang tinggalnya jauh." Sungut Ino tak terima.

Hinata cemberut merespon tingkah temannya. Dia kan tidak salah, selama ini yang dia tau Sai hidup sendiri si kota metropolitan ini. Salah Ino tidak pernah menceritakan kakek atau saudara Sai yang tinggal jauh darinya.

"Ya gak usah pake tenaga lah, sakit tauk!"

Sakura terlihat enggan menanggapi perdebatan keduanya. Dia lebih memilih sibuk dengan ponsel pintarnya. Gadis itu sedang berkirim pesan dengan Sasuke, rencananya mereka akan makan siang berdua nanti. "Udah lo ikut gue aja deh, tapi gue sama Sasuke mau makan siang dulu. Terus habis itu jemput ponakan Sasuke, baru gue anter lo pulang." Gadis berambut pink itu memasukan ponselnya ke dalam saku. Dia tidak keberatan harus membawa Hinata, toh Sasuke dan Hinata sudah saling mengenal.

Hinata merapatkan bibirnya, dalam hati dia mengumpat kesal. Kenapa saat seperti ini justru dua sahabatnya ini tidak bisa di andalkan?

Dia tidak ingin menganggu acara makan siang Sakura. Dia tau, kekasih gadis itu cukup sibuk karena pekerjaannya jadi meluangkan waktu untuk sekedar makan siang adalah hal yang langka. Hinata lebih baik menolaknya.

"Lo berdua emang gak bisa di andelin." Kesal Hinata pada akhirnya, dia mengeluarkan ponsel dari sakunya kemudian menelpon Naruto. Namun sampai beberapa kali dering ponsel itu tak kunjung mendapat jawaban hingga membuat Hinata mendengus kesal. "Ini juga, punya suami satu aja susah banget di telepon."

"Udah sama gue aja, Naruto kan sibuk." Sakura berusaha memberi solusi namun Hinata menolaknya mentah-mentah.

"Gak Ra, lo sama Sasuke tuh udah jarang banget jalan berdua. Gue gak mau ganggu waktu kalian."

"Santai aja kali Nat, Sasuke emang kebetulan lagi banyak job aja bulan-bulan ini."

Hinata menggeleng kukuh, dia mengetik pesan singkat untuk suaminya berharap pemuda itu membacanya nanti.

"Udah, gue udah chat Naruto. Nanti juga dia dateng. Kalian duluan aja ya.." Hinata tersenyum berusaha meyakinkan temannya.

"Beneran?" Kompak Ino dan Sakura menjawab, mereka agak ragu karena ekpresi wajah Hinata terlihat kurang meyakinkan.

"Iya beneran. Dah buruan sana pergi." Hinata mendorong dua sahabatnya itu menuju parkiran. Dia tidak ingin menjadi beban untuk mereka. Dan dengan berat hati akhirnya Ino dan Sakura benar-benar pergi, meninggalkan Hinata sendiri di areal parkiran.

Gadis itu menghela nafas pelan, dia berjalan gontai menuju sebuah kursi di bawah pohon rindang dekat parkiran. Hinata masih berusaha menghubungi Naruto. Rentetan pesan sudah dia kirimkan namun belum mendapat satupun jawaban, dari sini Hinata menyesal. Kenapa dia tidak membawa kendaraannya sendiri, meski tidak begitu handal namun Hinata masih bisa mengemudikan mobil. Jadi dia tidak perlu repot mencari tumpangan seperti ini jika situasi mendesak.

Cuaca terik siang itu mendadak jadi mendung. Gelap gulita seperti hendak turun hujan petir. Hinata memeluk tubuhnya sendiri saat merasakan semribit angin menusuk tubuhnya. "Tadi panas terik, sekarang malah mau ujan badai. Gimana sih cuaca.." gerutu Hinata kesal. Dia menyandang tasnya, niat hatinya ini kembali ke kelas sambil menunggu Naruto. Dia tidak mungkin menunggu di sini, gadis itu tidak ingin terserang pilek karena tekena hujan.

Namun baru beberapa langkah gadis itu berjalan, terdengar suara klakson mobil serta suara pemuda yang memanggilnya. Hinata menoleh dan mengerutkan keningnya.

"Hinata!!" Pemuda itu mengulangi, tak begitu jelas di mata Hinata karena jaraknya yang cukup jauh. Hanya terlihat rambut merah mencolok dari kejauhan.

Tak mendapat sahutan dari gadis itu, pengendara mobil Rubicon itu bergerak ke mendekat kemudian berhenti tempat di sebelah Hinata berdiri. "Lo tumben masih di kampus, bukannya kelas udah selesai dari tadi?" Tanya pemuda itu ramah. Jujur Hinata lupa nama pemuda itu namun wajahnya sangat tidak asing. Dia pasti mengenalnya di suatu tempat.

"Gapapa, gue belum di jemput.." jawab Hinata sekenanya.

"Mau gue anter gak? Mumpung gue juga mau balik nih."

Hinata tak bergeming, dia sibuk mengingat-ngingat nama pemuda itu. Jujur wajahnya cukup familiar namun kenapa otak kecilnya ini tidak sanggup mengingat namanya.

"Gue Gaara, temen sekelas lo. Gue jarang masuk tapi kita sering ngobrol pas ketemu." Pemuda itu tertawa geli, dia yakin Hinata pasti lupa namanya. Dia cukup hafal gestur gadis itu ketika tengag mengingat sesuatu. Sangat khas dan juga menggemaskan baginya.

"Nah, Gaara!!! Gue baru inget nama lo." Hinata tersenyum lebar ketika berhasil mengingat nama teman sekelasnya itu. Maklum lah, Hinata itu tergolong mahasiswa kupu-kupu jadi tidak begitu kenal teman-teman kelasnya. Terlebih kebiasaan alpa gadis itu yang tidak ada habisnya membuat dia sendiri tidak begitu ingat siapa saja teman sekelas kecuali dua sahabatnya itu.

Gaara tertawa melihat tingkah Hinata, kemudian dia mengulangi lagi pertanyaannya. "Jadi mau bareng gue gak? Mumpung gue cuma mau balik ini gak nongkrong." Tawarnya lagi.

Tanpa pikir panjang gadis itu segera mengangguk setuju. Daripada menunggu Naruto yang entah kapan datangnya lebih baik dia pulang sebelum hujan badai datang.

"Sori ya ngerepotin."

"Alah santai aja." Pemuda itu membukakan pintu mobil untuk Hinata. Mempersilahkan gadis mungil itu masuk ke dalam mobilnya. Senyumnya begitu lebar dan merekah karena jujur dia tidak menyangka bisa mendapatkan kesempatan emas ini.

Gaara mengemudikan mobilnya keluar kampus, membelah jalanan kota yang mulai di guyur hujan deras dengan kecepatan sedang. Dia tidak menyadari ada sebuah mobil yang mengikutinya dari belakang dengan seorang pengemudi yang terus menatap ke arah mobilnya itu tajam.

Naruto mencengkram erat kemudinya sambil menahan emosi yang tiba-tiba meluap di kepalanya. "Brengs*k."


Tbc____

SOMEONE BESIDE ME | Hyuuga HinataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang