21. Nyidam

374 45 2
                                    

Hinata masih belum percaya dengan ucapan suaminya, namun melihat bagaimana semangatnya sang suami mencari inspirasi nama bayi membuat wanita itu bergidik ngeri.

Padahal baru positif tapi tingkah Naruto sungguh sangat di luar nalar.

"Naru, kenapa cari nama sekarang? Kan lahiran masih lama banget, kita juga gak tau ini perempuan atau laki-laki.

"Ya gak papa sih, kan buat persiapan."

"Ya tapi persiapan kamu tuh kejauhan sayang!" Hinata menghela nafas panjang, dia tidak mengerti dengan pemikiran Naruto saat ini.

"Sayang namanya persiapan itu emang harus jauh-jauh hari biar kita gak kelabakan."

Hinata memutar bola matanya malas, daripada menanggapi Naruto lebih baik dia tidur. Padahal baru jam delapan malam namun rasanya tubuh Hinata sangat lelah dan letih, dia ingin segera istirahat dan tidur.

Sementara Hinata tidur, Naruto lebih memilih untuk melanjutkan acara berburu nama calon anak mereka. Bahkan kini Naruto juga mulai membeli beberapa potong pakaian bayi.

Sungguh berlebihan calon Ayah yang satu ini, tapi apa boleh buat dia ounya uang dia punya kuasa.

***

Pagi hari Naruto sudah di sambut dengan suara Hinata yang tiba-tiba muntah di kamar mandi. Dengan panik pria itu melompat dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi.

"Hinata!!" Naruto langsung memegangi bahu istrinya yang sedang menunduk lemas di washtafel. "Kamu habis ngapain sayang?"

Hinata menggeleng, dia berbalik lalu memeluk Naruto. Menyandarkan tubuhnya yang lelah pada dada bidang pemuda itu.

"Aku cuma sikat gigi tapi mual banget gak tahan.." lirih Hinata sambil bergelayut pada tubuh Naruto. Debgan sigap Naruto menggendong Hinata dan membawanya kembali ke kamar.

Naruto membaringkan Hinata, lalu pria itu mengelus-elus perut rata Hinata dengan lembut. "Jagoan kecil, jangan buat mama mu susah oke? Kamu jangan nakal di dalam sana." Ujar Naruto, kini dia menunduk dan memberikan kecupan kecil seolah sedang mengecup anaknya yang berada di dalam perut.

Ajaib, perut Hinata yang awalnya terasa bergejolak mendadak tenang dan mulai membaik.

"Udah mendingan?" Tanya Naruto begitu melihat istrinya lebih tenang dari sebelumnya, Hinata menangguk dan kemudian senyuman Naruto merekah dibuatnya. "Sabar ya, anak aku emang agak bandel."

Perkataan Naruto yang blak-blakan itu membuat Hinata mendengus kesal. "Dia mirip Ayahnya sih makanya bandel, coba kaya Mama pasti anteng." Cibir Hinata.

Naruto hanya tersenyum lebar tak begitu  menanggapi perkataan Hinata. "Kamu mau makan apa? Aku masakin atau beliin?"

Tawaran Naruto itu seketika membuat Hinata tersenyum lebar. "Aku mau ramen hot spaicy.."

Naruto mendelik lalu menggeleng kontan, "Gak! Gak ada makanan pedas!"

"Ih tadi nawarin!!"

"Ya tapi bukan makanan pedas! Yang netral aja."

"Gak mau, maunya ramen!"

"Hinata..."

"Ramen atau aku gak makan sama sekali?!"

***

Hinata menunggu ramen buatan Naruto dengan tidak sabar, senyumnya merekah bahagia karena pada akhirnya dia mendapatkan apa yang dia mau meski harus sedikit di negosiasi.

Drama yang cukup alot yang akhirnya memberikan keputusan bahwa, Naruto akan membuatkan Hinata ramen asalkan istrinya sudah makan semangkuk bubur ayam serta vitamin dan susu bayi. Ramen buatan Naruto juga tidak pedas agar aman di lambung Hinata.

Wanita itu setuju dan kini sedang menunggu dengan sabar.

Naruto menyajikan pesanan Hinata, sebelum di santap pria itu lebih dulu menitipkan pesan pada Hinata. "Sayang kamu jangan banyak makan pedas ya? Kasian baby kita nanti."

"Emang dia bisa ngerasain pedes juga?" Tanya Hinata dengan polosnya.

Naruto sendiri tidak tau apakah gagasan pikirannya ini benar atau tidak yang jelas menurut nalar Naruto, jika Hinata makan pedas maka bayi mereka juga akan merasakannya.

"Pokoknya gak ada makan pedes." Naruto memutus perdebatan mereka dengan perkataan mutlak. Pria itu menyajikan ramen permintaan Hinata lalu dudu di hadapan wanitanya itu. "Udah buruan di makan sebelum dingin."

Hinata mengambil sumpit lalu perlahan mulai menyantap ramen itu, wajahnya sumringah sambil sesekali bertepuk tangan riang.

"Enak!" Puji Hinata.

"Udah jangan kaya anak kecil, buruan makan aku mau ketemu dosen sebentar nanti."

"Mau ngapain? Kan hari minggu." Hinata menghentikan sejenak kegiatan makannya kemudian melihat suaminya.

"Iya aku mau kerumahnya,"

"Ngapain?" Hinata mengerutkan alisnya heran, tak biasanya suaminya mendadak rajin seperti ini.

"Gak papa, aku mau ngambil cuti aja. Aku takut nanti jadi gabisa merhatiin kamu."

"Lah, apa hubungannya Nar?" Hinata masih belum paham maksud suaminya itu semakin mengerutkan alisnya.

"Kamu tuh lagi hamil sayang, nanti kalau kamu kenapa-napa pas aku sibuk gimana?"

Hinata mengangguk paham, "Oohh... bilang dong." Ujarnya tampak acuh.

"Ya aku udah bilang dari tadi, kamunya aja yang lemot.."

"Bukan lemot, belum nyambung aja.." Hinata memberi sanggahan tak masuk akal yang membuat Naruto hanya bisa menghela nafas panjang. Sabar, istrinya itu sedang hamil muda dia tidak boleh menerkamnya sekarang.

"Dan satu lagi," Naruto kembali menyambung obrolan mereka yang tidak begitu di tanggapi oleh Hinata.

"Apa?" Sahutnya acuh.

"Soal kuliah mu, kamu juga harus cuti sampai melahirkan."

"Loh! Kok aku juga?!" Hinata tampak tak terima, dia meletakan sumpitnya dan mulai menatap Naruto dengan kesal.

"Kamu lagi hamil, harusnya istirahat.."

"Aku hamil ya bukan sakit, masih bisa aktifitas aku tu.."

"Nanti kalau kamu kenapa-napa?"

"Pikiran kamu tuh jangan negatif terus, dikit-dikit takut, cemas. Aku bukan anak kecil Nar!!"

Perkataan Hinata itu memukul Naruto telak. Pria itu sontak terdiam tak mampu menjawabnya lagi.

Hinata pergi dari meja makan, meninggalkan semangkuk ramen yang belum habis dia makan. Bertengkar ketika dia sedang makan itu ide buruk, selera makannya seketika menghilang berganti rasa marah bercampur kekecewaan.

"Egois.."


Tbc____

SOMEONE BESIDE ME | Hyuuga HinataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang