4. Kang ngambek

620 82 1
                                    

Hinata berlari keluar lift, dia menyusuri lobby menuju parkiran gedung fakultasnya dimana sang suami tercinta sedang meunggunya di sana.

Rambut gadis itu terurai berantakan di terpa angin saat dia menginjakkan kakinya di parkiran. Mata amethyst nya menjelajah melihat sekeliling dimana suaminya itu memarkirkan mobilnya.

Mata Hinata tertuju pada sosok lelaki tampan yang berdiri bersandar di depan mobil sedan yang sangat familiar bagi Hinata. Naruto terlihat sibuk mengutak atik ponselnya sambil menunggu Hinata, setelan kerjanya masih terlihat begitu rapih dengan tambahan kaca mata hitam yang bertengger di matanya menambahkan kesan seorang yang sangat berwibawa. 

Di mata orang lain mungkin begitu tapi di mata Hinata dia biasa saja. Dia tidak lebih dari sosok suami yang cerewet dan sedikit merepotkan. Iya sedikit, soalnya banyakan Hinata yang lebih ngerepotin Naruto. Prinsip hidup Hinata, kalau bisa meepotkan orang lain kenap harus merepotkan diri sendiri? Iya kan?

Gadis itu menepuk pundak Naruto pelan saat menghampirinya. “Pak, mau berjemur sampe kapan? Saya laper ini.” Celetuk Hinata.

Naruto menoleh sekilas lalu menghela nafas pelan, pemuda tampan itu memasukan ponselnya kembali ke saku lalu berjalan menuju pintu mobil. “Yaudah buruan.”

Tanpa basa-basi Hinata segera memasuki mobil, hal pertama yang dia lakukan ketika berada di dalam mobil adalah berkaca. Iya, bagi Hinata berkaca adalah satu ritual wajib saat dia memasuki mobil dan keluar dari mobil. Hinata harus tetap terlihat cantik dan elegan.

“Lama-lama retak tuh kaca kalau lo pake tiap hari.” Celetuk Naruto sembari menyalakan mesin mobilnya. Dia menghela nafas pelan saat melihat seatbelt Hinata yang belum terpasang. Gadis itu memang selalu saja memberi pekerjaan lebih pada Naruto. malas berdebat dengan Hinata, Naruto memilih untuk memasangkannya langsung.

Jarak mereka yang begitu dekat membuat Hinata seketika menahan nafasnya. “Lo ngapain deh Nar?!” Hinata mendelik melihat pemuda itu tengah menunduk seperti hendak menciumnya. Naruto dengan wajah datarnya hanya menatap Hinata acuh.

“Lo kalau gak mau bantu gue setidaknya jangan buang-buang waktu gue. Lo mau kita di tilang gara-gara lo gak pake seatbelt?”

“Yakan lo bisa suruh gue, gue bisa pasang sendiri.”  Hinata tidak suka Naruto memperlakukannya dengan random namun manis seperti itu. Seperti ada getaran aneh dalam dadanya yang membuat dia terjebak dalam situasi canggung dengan pemuda menyebalkan itu.

Namun Naruto tidak menanggapinya sama sekali, pemuda itu menginjak pedal gas dan mulai memutar kemudinya. Jadwalnya cukup padat hari ini, bahkan dia belum sempat makan siang.

“Lo mau gue anter ke mana?” tanya Naruto di sela-sela kegiatannya mengemudi.

“Ke kafe aja, gue laper.” Hinata sudah tidak memikirkan kejadian tadi. Gadis itu kini sibuk dengan ponselnya.

Naruto tidak menyahutinya lagi, pemuda itu fokus dengan jalanan sedangkan Hinata fokus dengan ponselnya. Hanya ada keheningan di antara mereka sampai ahirnya Naruto membelokkan mobilnya di sebuah kafe yang tidak terlalu ramai itu.

Hinata membuka seatbeltnya namun Naruto terlihat hanya menunggu gadis itu keluar. “Lo gak ikut makan?” tanya Hinata.

“Gak, gue mau ketemu dosen udah janjian.”

“Tapi lo belum makan siang kan?”

Naruto menggeleng dan hal itu membuat Hinata menghela nafas pelan, “Lo tuh bukan robot ya Nar, lo juga perlu makan. Gak  akan kenyang lo kalau tiap hari Cuma liat kertas sama laptop.”

“Nanti gue makan waktu balik kampus.”

“Apa salahnya makan dulu sih?”

“Gak sempet Nat.” Naruto berulang kali melihat jam tangannya tanda dia memang sedang di kejar waktu, ponselnya juga sedari tadi bordering membuat Hinata sendiri muak di buatnya.

“Terserah lo deh. Capek gue ngomong sama lo.”

Hinata lantas keluar dari mobil, dari raut wajahnya terlihat sangat kesal. Naruto hanya bisa menghela nafas, sejujurnya dia lumayan lapar tapi dia benar-benar sibuk hari ini. Naruto langsung menancap gas menuju kampus, pemuda itu sengaja mengabaikan beberapa panggilan dari sekretarisnya karena sudah tidak ada waktu lagi.

Naruto meneguk kopi yang sempat ia beli sebelum pergi menjemput Hinata tadi, untuk sekarang segelas kopi mungkin cukup mengganjal perutnya.

***

Satu jam berlalu setelah bertemu dosen, Naruto menuruni tangga dengan terburu-buru. Sejujurnya Hinata dan Naruto satu kampus, namun karena Naruto adalah siswa yang sedang mengambil pendidikan S2 tak banyak orang yang mengenalnya. Banyak teman-teman Naruto yang memilih pindah kampus saat melanjutkan S2 namun Naruto tidak ingin mengambil langkah yang akan membuatnya lebih kerepotan.

Baru saja memasuki mobil, ponsel Naruto kembali berdering. Itu adalah panggilan yang ke sekian kalinya dari sekretaris. Pasti jam meetingnya sudah sangat mepet.

Pemuda itu memacu mobilnya lebih cepat, beruntung jalanan tidak terlalu ramai hari ini jadi tak butuh waktu lama untuknya sampai di kantor. Hanya lima belas menit namun lagi-lagi Naruto melewatkan makanannya.

Tak apa, dia bisa makan ketika selesai meeting nanti. Begitulah pikirnya.

Namun kenyataan memang tidak selalu selaras dengan apa yang kita pikirkan. Selesai rapat Naruto sudah tidak lagi merasakan lapar. Pemuda itu memilih untuk lanjut bekerja saja. Dia terlalu fokus sampai dia mengabaikan beberapa panggilan dari Hinata yang tentu sedang mengomel panjang lebar di seberang sana.

***

Hinata mengomel tiada henti saat Naruto kembali mengabaikan panggilannya. Padahal dia hanya menghawatirkan pemuda itu, apa dia sudah makan? Bahkan membalas pesan Hinata pun sepertinya Naruto enggan.

Hinata kerap di abaikan, itulah mengapa dia juga sering melupakan Naruto. Pemuda itu selalu menyepelekan hal kecil yang membuat Hinata kesal sendiri. Dia selalu mendikte Hinata tentang hal-hal kecil namun dia sendiri selalu mengabaikan dirinya. Sungguh tidak adil bukan?

Kesal terus-terusan di abaikan Naruto Hinata memilih untuk merapihkan kulkas. Memasukan beberapa stok makanan yang baru saja dia beli dan juga beberapa bahan lainnya.

Gadis itu melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam dan Naruto masih belum menunjukkan eksistensinya. Hinata yang memang tidak punya jadwal main atau menonton hari ini meutuskan untuk menyiapkan makan malam. Setidaknya Naruto bisa makan saat pulang nanti.

Hinata mencoba menanamkan pada dirinya bahwa melayani suami adalah suatu kewajiban. Jadi meskipun dia sedang kesal pada Naruto dia tidak melupakan tugasnya.

Hinata akan mendiamkan pemuda itu sampai dia sadar. Pokoknya Hinata ngambek!


Tbc____

SOMEONE BESIDE ME | Hyuuga HinataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang