Hinata duduk di sebelah ranjang Naruto sambil menggenggam tangan pemuda itu, kadang pada saat seperti ini Hinata ingin mengutuk pemuda itu berulang kali. Sikap egoisnya sangat sulit di lunturkan hingga ahirnya menyusahkan dirinya sendiri seperti ini. Hinata sudah memperingatkannya berulang kali prihal jadwalnya yang terlalu sibuk itu, Hinata sudah menyarankan untuk istirahat sebentar dari kantornya dan mengembalikan tugas itu pada Ayah mertua selagi ia fokus kuliah. Namun Naruto dengan segala sikap keras kepalanya menolak, dia bilang sanggup dan berjanji aktifitasnya tidak akan membuat tubuhnya tumbang.
Pembohong memang.
Hinata hanya bisa pasrah saat ahirnya Naruto jatuh seperti ini.
Nanti ketika pemuda itu sadar dia akan mengomelinya habis-habisan, lihat saja.
***
Hinata memilih tidur di sofa sembari menjaga Naruto, tidur dengan posisi duduk di samping ranjang mungkin terlihat sangat romantis. Tapi tidak terimakasih, Hinata lebih memilih untuk tidur di sofa panjang ketimbang membiarkan punggungnya keram karena terlalu lama membungkuk.
Itu sangat tidak aestetik.
Entah sudah berapa jam dia tertidur, Hinata merasa sayup-sayup dia mendengar suara Naruto yang lirih memanggilnya. Gadis itu langsung bangkit dan alhasil dia harus memegang kepalanya karena pusing. Biasalah, pengidap darah rendah pasti paham situasi ini. Ketika bangun karena terkejut dan lansung duduk, kepala kita langsung pening dan semua berkunang-kunang.
“Pelan-pelan kali Nat bangunnya,” Hinata mencebik, dia mendengar suara Naruto sangat parau namun masih sempat mencibirnya. Dasar, dia sama sekali tidak bisa melihat situasinya sekarang.
“Bacot ah.” Hinata ahirnya turun dari sofa, gadis mungil itu berjalan sambil menghentak-hentakkan kakinya tanda kesal.
“Lo kenapa tidur di sofa?” Naruto tersenyum tipis dengan bibirnya yang kering itu, dia meraih tangan Hinata lalu menggenggamnya.
“Ya terus, lo mau gue tidur di kursi sini sambil bungkuk? Sorry, gue gak mau sakit pinggang.” Meskipun Naruto sakit, tapi rasa kesal Hinata sama sekali tidak bisa di toleransi. Pemuda itu benar-benar membuatnya naik darah saat mengingat kelakuannya yang menyebalkan. Memang sangat cocok tinggal dengan pemuda pembuat naik darah mengingat Hinata adalah pengidap darah rendah yang lumayan parah.
“Ya enggak di situ sayang, kan kamu bisa tidur di saping aku sini. Ranjangnya luas kok.” Naruto bergeser sedikit dari posisinya memberikan ruang yang cukup untuk gadis itu merebahkan diri di sampingnya. Sebisa mungkin dia harus mendapatkan maaf gadis itu meskipun dari raut wajahnya Hinata terlihat sangat-sangat tidak ramah. Pemuda itu mengulas senyum manis berharap bisa meluluhkan Hinata.
“Gak usah sayang-sayang, gak mempan.” Ketus Hinata, dia menepis tangan Naruto kemudian mengambil segelas air putih di nakas. “Mau minum enggak?” tanya Hinata dengan wajah garangnya.
Naruto tersenyum malu sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “Hehehe mau..”
“Tinggal ngomong dari tadi apa susahnya! Harus banget gitu aku yang tawarin?” meski mulutnya terus menggerutu, gadis itu tetap memberikan segelas air itu pada Naruto yang sedang berusaha duduk tanpa bantuannya. “Jangan nunggu aku merhatiin terus, kamu gak takut aku capek terus gak mau peduli lagi?”
Naruto tersenyum lebar sambil menggeleng. “Kamu gak bakal nyuekin aku, kamu gak akan bisa.” Ujarnya sombong. Hinata berdecih pelan, memang sombong sekali anak muda satu ini. Ingin rasanya Hinata tendang lalu gulingkan dari sini.
“Diem ah, kamu tuh lagi sakit kenapa masih ngeselin sih?!”
Naruto tertawa puas meski harus sambil memegang perutnya. “Udah-udah aku minta maaf,” pemuda itu menyerahkan kembali gelas minumnya pada Hinata. “Sini tiduran.” Naruto menepuk-nepuk sisi ranjang di sebelahnya.
Hinata menaiki ranjang itu kemudian merebahkan diri di sebelah Naruto, posisi mereka berhadapan. Lebih tepatnya Hinata berhadapan dengan dada bidang Naruto yang cukup hangat itu. Entah dorongan dari mana Hinata merapatkan dirinya kemudian bersandar di dada bidang itu, dia memeluk Naruto sambil diam-diam menyembunyikan ketakutannya di balik pelukan hangat Naruto yang tidak pernah mengecewakannya itu.
Naruto yang seolah hapal dengan karakter Hinata tidak lagi menggoda gadis itu, dia membiarkan Hinata memeluknya. “Aku gapapa kok Nat, maaf ya bikin kamu khawatir.” Naruto berulang kali mengecup pucuk kepala Hinata. Pelukannya kian erat saat merasakan baju pasiennya lembab di tempat Hinata menyembunyikan wajahnya. Gadis itu terisak pelan dalam pelukannya. “Maaf sayang..” Naruto mengeratkan pelukannya. Tidak ada kata yang bisa ia ucapkan, mungkin untuk saat ini pelukannya lebih di butuhkan gadis itu.
***
Hinata dan Naruto terbangun saat ada seorang perawat yang membangunkan mereka, seketika wajah Hinata memerah saat dia tertangkap basah sedang tidur di ranjang pasien sambil berpelukan. Terlebih wajah perawat yang terlihat tidak enak pada Hinata itu makin membuatnya salah tingkah.
“Mau cek kondisi ya sus, silahkan..” gadis itu melepaskan lilitan tangan Naruto yang begitu erat mencengkram hingga membuat pemuda itu bangun.
“Mau kemana sih Nat, nanti dulu kenapa.” Suara berat Naruto yang baru saja bangun itu membuat sekujur tubuh Hinata merinding, perawat cantik yang berdiri di sana pun ikut tersipu malu. Pasiennya cukup tampan, bareface nya bahkan begitu mengaggumkan di tambah suara beratnya yang sangat menggoda. Hinata melotot pada perawat itu saat menyadari dia juga tersipu karena Naruto.
“Bangun SUAMIKU, waktunya peeriksaan.” Ujar Hinata sambil menegaskan kata suami agar perawat itu tau siapa lelaki tampan ini.
Naruto berdecak kesal, dia membiarkan Hinata turun dengan perasaan tidak rela.
Perawat itu salah tingkah karena Hinata kini terus-terusan menatap dirinya seolah dia adalah hewan buruan yang tidak boleh terlewatkan. Ngeri sekali teman, percayalah!
***
Hinata memutuskan untuk mandi dan membersihkan diri setelah Naruto makan dan minum obatnya. Kondisi Naruto sudah membaik, Hinata sudah jauh lebih tenang sekarang. Gadis itu sudah mengabarkan keadaan Naruto pada sekretarisnya, begitupun dengan kampus Hinata gadis itu sudah mengantarkan surat izin pada beberapa dosen yang mengajar hari ini.
Tumben sekali dia membuat izin, biasanya Hinata memilih absen tanpa kabar padahal tidak ada halangan sama sekali.
Yasudahlah kita abaikan saja dia.
Naruto memilih untuk tidur, dia merasa tubuhnya masih sangat lemah. Sebenarnya Naruto ingin mengerjakan pekerjaan kantor sebisanya namun Hinata sudah mengomel panjang kali lebar, jadi daripada menambah masalah lebih baik dia menurut dengan istrinya itu.Hinata kalau sedang mengomel itu, tingkat kecepatannya bisa mengalahkan roket. Jadi lebih baik Naruto diam daripada menimbulkan masalah lebih banyak.
Tbc__
KAMU SEDANG MEMBACA
SOMEONE BESIDE ME | Hyuuga Hinata
FanfictionJangan terau cepat menilai, karena apa yang kau lihat dan pikirkan belum tentu sesuai dengan kenyataan. a Naruhina Fanfiction story by MhaRahma18 cover by painterest cr Masashi Kishimoto